“Mbak Vey…lihat!! Itu kan hutan mati yang di seberang sana, berarti masih jauh dong, Tegal Alun dimana ya?Koq gak kelihatan ya” seruku.
“Iya kayaknya masih jauh deh. Kalau gak keburu gak usah aja ya. Mungkin yang dimaksud edelweis itu Pondok Saladah kali” jawab mbak Vey.
[caption id="attachment_348530" align="alignnone" width="608" caption="Puncak yang agak gersang dan hutan mati (Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_348531" align="alignnone" width="400" caption="Curug yang sedang kering (Dok. Yani)"]
Menurut keterangan pendaki yang kami temui, Tegal Alun masih jauh, harus melewati bukit lagi. Tapi kalau mau melihat edelweiss sudah ada di Pondok Saladah. Karena waktu sudah jam 11 lewat, kami putuskan untuk sampai Pondok Saladah saja. Sambil menunggu Mbak Ramdiyah yang tertinggal di belakang, saya mengambil foto bukit dan hutan mati, serta curug kering yang ada di bawahnya.
[caption id="attachment_348532" align="alignnone" width="602" caption="Pohon Cantigi (Dok. Yani)"]
[caption id="attachment_348535" align="alignnone" width="602" caption="Tegal Alun masih ke sana lagi lho :-) (Dok Yani)"]
Setelah beberapa menit berjalan, tenda-tenda menyembul di balik batang-batang tumbuhan Cantigi (Vaccinium varingiaefolium)yang kami lewati. Sampailah kami di Pondok Saladah. Sebuah lapangan yang biasa dipakai untuk berkemah. Jadi kami berjalan hampir 3 jam ini hanya sampai di sini. Saat itu sudah banyak pendaki yang membereskan tenda. Ada pula yang baru datang. Di pinggir lapangan ada hamparan rumput dan bunga edelweiss yang tumbuh cukup banyak. Baru kali saya melihat bunga edelweiss di habitat aslinya.
“Nah, kalau ini beneran edelweiss, yang tadi mah cabe-cabean hehe” ujar mbak Ramdiyah.
Beberapa kali tadi sebelum sampai sini saya sering salah tebak, mengira bunga lain itu edelweiss, padahal bunga lain entah apa namanya. Mbak Ramdiyah menjuluki bunga edelweiss di Pondok Saladah ini KWnya soalnya banyak yang kering dan agak rusak.
[caption id="attachment_348533" align="alignnone" width="594" caption="Serangga sedang menghisap bunga edelweis (Dok. Yani)"]