Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cerita Trip Sehari ke Gunung Papandayan (Bagian 2)

19 Oktober 2014   15:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:29 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_348520" align="alignnone" width="602" caption="Ngetrail di jalanan berbatu (Dok. Yani)"]

14136797812103259875
14136797812103259875
[/caption]

Jalan terus menanjak namun landai. Di sisi kiri terlihat puncak gunung yang sedikit gundul. Di bawahnya terdapat vegetasi tumbuhan namun nampak kering. Mungkin itu yang disebut hutan mati. Benar saja, saat tiba di warung ada dua papan penunjuk arah. Yang satu ke kiri menuju hutan mati, dan yang kanan menuju Pondok Saladah. Kami bingung memilih yang mana, sedangkan orang-orang yang mendaki/turun memilih/berasal dari arah kanan. Begitu pula sepeda motor. Akhirnya kami mengikuti arah kanan saja.

Tak jauh dari warung itu, tampak tiga orang anak kecil berjalan dengan gesitnya mendahului kami.

“Dik, dari mana?” tanya Mbak Ramdiyah

“Dari Garut” jawab salah satu dari mereka

Rupanya mereka bersekolah di SDN Cisurupan, dan berjalan kaki dari pertigaan Cisurupan menuju loket masuk. Sungguh luar biasa anak-anak kecil itu, mendaki tanpa didampingi orang dewasa. Masih kecil tapi kuat. Tak berapa lama setelah diajak berfoto, mereka menghilang dari pandangan kami karena langkahnya yang cepat. Kami tertinggal jauh di belakang.

[caption id="attachment_348521" align="alignnone" width="602" caption="Tiga anak siswa SDN Cisurupan, malu-malu difoto tapi mau (Dok. Yani)"]

1413679854655107183
1413679854655107183
[/caption]

Tibalah kami di jalan bercabang. Yang ke kiri menuju merupakan jalan buntu, sedangkan yang ke kanan berupa lorong menurun yang dinaungi tumbuh-tumbuhan sepanjang beberapa meter. Kami terus berjalan, dan sampailah di sebuah sungai kecil. Di sana banyak pendaki yang berhenti sejenak untuk membersihkan badan atau mencuci muka. Meskipun debit airnya sedang kecil, cukup menyegarkan karena terasa dingin di kulit. Kami bertiga duduk di bebatuan sambil membuka perbekalan. Sayapun membuka coklat.

“Wah ajaib, tidak meleleh sama sekali, padahal cuacanya panas banget” seruku.

Di sana memang udaranya panas karena gersang tapi sebenarnya dingin, jadi suhunya tidak mampu untuk melelehkan coklat.

[caption id="attachment_348523" align="alignnone" width="400" caption="Sungai Cisaladah (Dok. Yani)"]

141367991920217120
141367991920217120
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun