"...When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it." -Alchemist
3 bulan yang lalu; tepat pada masa prosesi pesta demokrasi 2024 hampir sampai pada titik klimaksnya yang ditandai dengan pelantikan Presiden Indonesia yang baru, muncul secara tiba disalah satu beranda sosial media saya sebuah video pendek yang memperlihatkan sebuah cuplikan talkshow yang sangat menarik antara Najwa Shihab dan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Saya menebak mungkin itu adalah video lama yang ditayangkan di salah satu telivissi swasta ketika itu. Dalam salah satu segmen, Najwa bertanya kepada beliau perihal, "Apa buku yang paling berkesan bagi perjalanan karir Anda -kira pertanyaannya demikian- dan bisa Anda rekomendasikan kepada generasi muda?" Tanpa ragu, pak Prabowo menjawab, "The Alchemist karya Paulo Coelho."
Sebagai seseorang yang selalu tertarik pada rekomendasi bacaan dari tokoh-tokoh besar, saya langsung penasaran. Prabowo adalah salah satu sosok tokoh bangsa yang saya kagumi, saya mengikuti biografi beliau mualia dari masa kecilnya hingga perjuangan beliau hingga sampai meenjadi Presiden hari ini--setidaknya  dari 1 dasawarsa belakangan semenjak saya ikut dan punya hak memilih pada pemilihan umum, meski pada Pilpres yang terakhir saya bukan bagian dari elektoral beliau karena sebuah alasan personal yang rasional. Seperti kata pujangga bahwa "mengagumi tidak harus selalu bersama" toh, apapun itu yang jelas beliau sekarang adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia hari ini.
Pertanyaan awal yang muncul dikepala saya adalah: "Apa sih istimewanya buku tersebut? Apa yang membuat seorang pemimpin seperti Prabowo begitu terkesan dengan novel itu? Mengapa ia merasa buku itu relevan untuk generasi muda saat ini? Dengan semangat, saya memutuskan untuk membaca The Alchemist, saya mendapatkan e-book nya di internet pada saat itu, jumlah halaman e-book tersebut sebanyak 220 halaman, butuh 2 bulan bagi saya melahap habis isi buku ini, memang terkesan cukup lama dengan jumlah halaman sekian, tapi saya adalah tipikal pembaca yang tidak bisa fokus pada satu buku, dan mudah terdistraksi pada hal lainnya apalagi ada buku lain yang judul nya cukup menarik. Sejujurnya saya bukan pecinta novel, dan itu menjadikan saya seperti tidak serius dalam menyelesaikan novel ini, tapi saya meyakini bahwa pasti ada nilai tersendiri yang terdapat di buku ini. Karenanya saya menahan hasrat untuk menuliskan intisari buku ini sampai buku Al Chemist ini memang benar-benar selesai dibaca secara keseluruhan. Dan ternyata, novel ini lebih dari sekadar cerita --- ini adalah refleksi mendalam tentang kehidupan, takdir, dan keberanian untuk mengejar impian.
Saat membaca The Alchemist karya Paulo Coelho pertama kali, saya benar-benar memahami mengapa Pak Prabowo merekomendasikan buku ini. Kesan pertama, saya merasa seperti dipaksa mengikuti perjalanan spiritual yang penuh dengan simbolisme, yang entah kenapa rasanya seperti ada pelajaran motivasi yang terus berulang disatiap alur ceritanya, meski di awal -bagi yang bukan pecinta novel seperti saya- agak sedikit membosankan, kita di tuntut untuk sabar dan menikmati proses membacanya. Novel ini berkisah tentang Santiago, seorang pemuda penggembala dari Spanyol yang meninggalkan kenyamanan hidupnya demi mengejar mimpinya: menemukan harta karun yang katanya berada dekat Piramida Mesir. Dalam perjalanan Santiago, saya menyadari bahwa sering kali kita tahu apa yang kita inginkan, tetapi ketakutan, rasa puas pada zona nyaman, atau pendapat orang lain menghentikan langkah kita. Di tengah-tengah cerita, Santiago bertemu dengan banyak sosok---raja, pencuri, pedagang kristal, dan alkemis---yang masing-masing memberikan pelajaran berharga. Ini mengingatkan saya bahwa dalam kehidupan nyata, setiap pertemuan, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, memiliki hikmah tersendiri jika kita mau membuka mata hati.
Hal yang paling membuat saya terkesan adalah bagaimana Coelho dengan serius menggarisbawahi konsep "Personal Legend" --- istilah yang digunakan untuk menggambarkan tujuan hidup atau panggilan jiwa seseorang.
Santiago diajarkan bahwa untuk mencapai impiannya, ia harus mendengarkan suara hati yang entah berasal dari mana, menghadapi tantangan dengan penuh keberanian yang kadang terlihat lebih mirip keputusasaan, dan percaya bahwa semesta akan berkonspirasi membantunya --- atau setidaknya, kita bisa berharap demikian.
Kisah Santiago ini, terasa sangat dekat dengan pergulatan batin yang dialami banyak orang muda. Santiago tidak hanya mengejar harta fisik; ia sedang mencari makna hidup, sesuatu yang mungkin sering terlupakan di tengah hiruk-pikuk dunia modern.Â
Bagi generasi sekarang -termasuk saya-, buku ini menjadi semacam pengingat untuk berhenti sejenak dan merenungkan apa yang benar-benar penting dalam hidup. Banyak dari kita yang terlalu sibuk mengejar validasi sosial, kesuksesan instan, atau standar yang ditetapkan oleh orang lain, hingga lupa mendengarkan panggilan hati. Santiago mengajarkan bahwa setiap orang memiliki "Personal Legend" atau tujuan hidup, dan hanya dengan mengejarnya kita dapat menemukan kebahagiaan sejati.Â
Salah satu adegan yang 'mendalam' dalam novel ini adalah ketika Santiago belajar dari sang Alkemis bahwa "emas sejati" bukanlah harta karun fisik, melainkan kebijaksanaan dan pemahaman yang diperoleh dari perjalanan panjang. Dalam dunia modern yang serba materialistis ini, banyak yang tampaknya lupa akan pesan ini. Alih-alih mengejar kebijaksanaan, kita lebih tertarik mengejar gelar, jabatan, atau status sosial yang tidak lebih dari sekadar label yang dipasarkan dengan harga tinggi. Kadang-kadang, kita malah melupakan untuk mendengarkan suara hati yang mungkin tidak pernah berteriak sekeras algoritma media sosial.
Namun, generasi muda sekarang juga dihadapkan pada tantangan yang berbeda --- mereka hidup dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan masalah besar seperti perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi global, dan ancaman perang dunia yang kadang-kadang lebih dekat dari yang kita kira. Dalam konteks ini, The Alchemist menawarkan secercah harapan, meskipun harapan itu agak terdengar seperti pepatah lama yang sulit diterima dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini:Â
"When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it."
 Kalimat ini mengajarkan saya bahwa semesta mendukung mereka yang berani bermimpi dan bekerja keras. Dalam konteks generasi sekarang, ini adalah pengingat bahwa di tengah segala distraksi dan tekanan, tetaplah berusaha dan percayai proses.
Pesan dari The Alchemist seolah-olah ditujukan untuk generasi sekarang, yang katanya cemas tentang masa depan. Santiago mengingatkan kita bahwa untuk mencapai impian sejati, diperlukan kesabaran, tekad, dan keberanian untuk mengambil risiko. Tentu saja, ini adalah pesan yang sangat relevan, meskipun mungkin agak berlebihan mengingat kita hidup di dunia yang penuh dengan media sosial yang memamerkan kesuksesan instan tanpa perlu melalui perjalanan yang penuh tantangan. Generasi muda kini terjebak dalam ilusi tersebut, berlarian mengejar pengakuan, tanpa memahami bahwa banyak yang terlihat di luar tidak lebih dari tipuan visual.
Perjalanan Santiago juga mengajarkan kita bahwa kesuksesan tidak ada jalan pintasnya. Setiap pengalaman, baik kegagalan atau keberhasilan kecil, dianggap sebagai langkah penting dalam pembentukan diri kita. Ironisnya, banyak generasi muda yang justru terlalu terburu-buru dalam mengejar segalanya --- entah itu dalam karier, hubungan, atau pendidikan --- dengan harapan mendapatkan validasi eksternal yang sesungguhnya tak pernah terwujud dengan mudah. Kita hidup di era di mana kesuksesan sering kali diukur berdasarkan seberapa cepat kita mencapainya. Ada tekanan untuk menjadi sukses sebelum usia 30, memiliki kehidupan yang "sempurna" seperti yang terlihat di media sosial, atau bahkan menyesuaikan diri dengan standar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi kita. Dalam konteks ini, The Alchemist menawarkan perspektif yang menenangkan: bahwa perjalanan untuk menemukan diri kita sendiri tidak pernah terburu-buru dan tidak memiliki batas waktu.
Santiago mengajarkan bahwa "harta karun" sebenarnya tidak selalu berada di tempat yang jauh. Kadang-kadang, itu ada di dalam diri kita sendiri --- dalam bentuk keberanian untuk bermimpi, kekuatan untuk bangkit setelah jatuh, dan kemampuan untuk melihat keindahan di tengah kesulitan.
Menerjemahkan Simbolisme ke Realitas: Pelajaran dari Santiago untuk Dunia Modern
Selain perjalanan Santiago, salah satu elemen paling menarik dalam The Alchemist adalah penggunaan simbolisme yang mendalam. Coelho dengan cerdas menghadirkan simbol-simbol seperti padang pasir, angin, dan Elixir of Life untuk menyampaikan pesan spiritual yang universal. Saat membaca novel ini, saya merasa bahwa setiap elemen memiliki makna yang relevan dengan kehidupan nyata, terutama dalam membantu kita memahami tantangan yang dihadapi generasi sekarang.
Misalnya, padang pasir dalam novel melambangkan kekosongan, kesendirian, dan kesulitan. Namun, melalui sudut pandang Santiago, padang pasir juga menjadi tempat untuk menemukan makna hidup. Bagi saya, ini seperti kondisi mental banyak generasi muda saat ini yang merasa "tersesat" atau terisolasi, meskipun dunia terasa lebih terhubung. Di tengah segala keterbukaan informasi, banyak orang merasa kehilangan arah karena tekanan sosial dan ekspektasi yang tidak realistis.
Angin, di sisi lain, adalah simbol perubahan dan fleksibilitas. Santiago belajar berbicara dengan angin, menunjukkan bahwa untuk mencapai mimpi, kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan. Ini adalah pelajaran penting bagi generasi muda yang menghadapi era di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat, baik dalam teknologi, budaya, maupun pekerjaan. Fleksibilitas untuk belajar, berinovasi, dan berkembang adalah kunci untuk bertahan dan maju. The Alchemist seakan menjadi panduan subtil untuk menghadapi tantangan dunia modern yang penuh paradoks. Padang pasir, angin, dan simbol-simbol lainnya bukan sekadar elemen cerita, melainkan metafora yang mengajak kita merenung. Namun, ada ironi yang tak terelakkan di sini: meskipun pesan Coelho begitu dalam, apakah generasi yang tergesa-gesa ini punya waktu untuk mengunyah pelajaran tersebut?
Seperti yang disebutkan di atas bahwa padang pasir sebagai simbol kekosongan mungkin lebih dekat dengan kondisi banyak anak muda sekarang: terjebak dalam "scrolling tanpa akhir," tenggelam dalam hiruk pikuk virtual, tapi merasa hampa di dunia nyata. Seperti Santiago, mereka berjalan di padang pasir kehidupan, hanya saja "oasis" mereka sering kali berwujud notifikasi ponsel yang menjanjikan kebahagiaan sesaat.
Angin, simbol perubahan, mengajarkan fleksibilitas---sebuah kualitas yang tampaknya vital dalam era digital. Angin, sebagai simbol perubahan, memang menggugah. Tetapi, di dunia nyata, perubahan sering kali lebih menyerupai badai daripada angin sepoi-sepoi yang filosofis. Generasi muda dihadapkan pada perubahan drastis: otomatisasi pekerjaan, krisis identitas akibat media sosial, hingga tekanan ekonomi. Fleksibilitas memang penting, tapi seberapa banyak dari kita yang benar-benar siap menghadapi angin kencang itu tanpa terhempas? Mungkin kita semua perlu belajar "berbicara dengan angin" seperti Santiago. Pertanyaannya, dalam dunia yang kini didefinisikan oleh kecepatan dan instan, bagaimana kita bisa "berbicara dengan angin" seperti Santiago? Di mana waktu untuk berhenti sejenak, merenung, dan mendengarkan suara hati, ketika notifikasi terus-menerus memanggil kita untuk kembali ke layar?
Ironisnya, mungkin justru dari dunia digital ini kita dapat menemukan cara untuk menghidupkan kembali pesan The Alchemist. Platform-platform modern memungkinkan generasi muda untuk belajar dari kegagalan orang lain, menemukan komunitas yang mendukung, dan mengejar "Personal Legend" mereka dalam bentuk yang tak pernah mungkin sebelumnya. Namun, ini hanya akan terjadi jika kita cukup bijak untuk tidak terjebak dalam ilusi digital dan tetap terhubung dengan tujuan hidup yang lebih besar.
Meskipun The Alchemist menawarkan refleksi mendalam melalui simbolisme, tantangan utama adalah bagaimana pesan-pesan tersebut diterapkan dalam realitas modern yang kompleks. Dalam dunia tempat "padang pasir" sering kali berubah menjadi tekanan hidup, "angin" berupa perubahan teknologi yang tak terduga, dan "tanda-tanda" terkubur dalam kebisingan digital, novel ini tampak seperti bisikan lembut di tengah keramaian yang memekakkan telinga. Misalnya, dalam kehidupan sehari-hari, kesulitan sering kali tidak dilihat sebagai peluang untuk introspeksi seperti yang dialami Santiago, melainkan sebagai alasan untuk menyerah atau menyalahkan keadaan. Padang pasir modern adalah pekerjaan tanpa akhir, utang pendidikan, dan tekanan eksistensial yang sering kali terasa tak terpecahkan. Dalam konteks ini, pesan Coelho mungkin terasa idealistis---sebuah utopia spiritual yang sulit dijangkau.
Namun, justru di sinilah keunikan The Alchemist. Novel ini mengingatkan bahwa setiap individu memiliki kekuatan untuk menciptakan makna dalam kehidupan mereka sendiri, bahkan di tengah tantangan yang tampak tak teratasi. Dengan cara ini, simbolisme Coelho tidak hanya menjadi elemen cerita, tetapi juga undangan untuk merefleksikan kehidupan dengan sudut pandang yang lebih bijak.
Menemukan Tanda-Tanda di Era Kebisingan
Salah satu hal yang saya pelajari dari The Alchemist adalah pentingnya kesadaran untuk "membaca tanda-tanda" di sekitar kita. Dalam novel, Santiago diajarkan untuk memperhatikan setiap detail kecil yang seolah membimbingnya menuju tujuannya. Di kehidupan nyata, ini bisa diterjemahkan sebagai kemampuan untuk memanfaatkan peluang, mengenali potensi diri, dan belajar dari pengalaman, baik yang positif maupun negatif.
Dalam The Alchemist tanda-tanda semesta terasa magis dan penuh arti. Namun, bagaimana membaca tanda-tanda di dunia modern yang sibuk, bising, dan penuh distraksi? Apakah notifikasi di ponsel kita juga merupakan "tanda-tanda" yang dimaksud Coelho, atau hanya gangguan yang membuat kita semakin jauh dari mimpi kita? Kita kehilangan momen untuk merenung, mendengarkan hati, dan memahami apa yang sebenarnya ingin kita capai. Tampaknya, tantangan terbesar generasi ini bukan hanya memahami tanda-tanda, tetapi juga memilah mana yang penting dan mana yang hanya kebisingan. Dalam dunia yang terus-menerus menuntut perhatian, kemampuan untuk diam dan mendengarkan hati menjadi barang langka.
Menghadapi Ketakutan: Pelajaran dari Rintangan Santiago
Salah satu bagian yang paling menginspirasi saya adalah ketika Santiago menghadapi rasa takut di setiap tahap perjalanannya. Ketika ia ditipu di Tangier, dipenuhi keraguan di tengah padang pasir, atau harus mempertaruhkan segalanya untuk percaya pada mimpi, ia tidak pernah menyerah sepenuhnya. Ini menggambarkan bagaimana rasa takut sering kali menjadi penghalang terbesar bagi manusia untuk bergerak maju.
Generasi sekarang menghadapi ketakutan yang berbeda --- takut gagal, takut dinilai, atau bahkan takut mencoba sesuatu yang baru. Hal ini diperburuk oleh budaya digital, di mana kesalahan kecil dapat menjadi bahan kritik yang masif. Namun, The Alchemist mengajarkan bahwa ketakutan bukanlah alasan untuk berhenti, melainkan sebuah peluang untuk tumbuh.
Dalam kehidupan modern, ketakutan sering kali diatasi dengan pelarian, entah itu melalui hiburan, media sosial, atau mencari kenyamanan instan. Namun, novel ini menunjukkan bahwa menghadapi ketakutan secara langsung, seperti yang dilakukan Santiago, adalah satu-satunya cara untuk benar-benar mengatasinya.
Menggali Makna melalui Ketidaksempurnaan
Salah satu aspek yang membekas dalam ingatan saya adalah keyakinan Santiago bahwa "semesta akan berkonspirasi membantumu" ketika kamu benar-benar mengejar mimpimu. Pada awalnya, saya menganggap ini sebagai konsep yang terlalu idealis. Namun, setelah direnungkan, saya menyadari bahwa ini adalah tentang kepercayaan pada proses hidup itu sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasa frustrasi ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Namun, Santiago mengajarkan bahwa setiap hambatan atau kegagalan adalah bagian dari narasi yang lebih besar. Ini adalah pelajaran berharga bagi generasi muda yang sering kali menginginkan hasil instan tanpa memahami bahwa proses itu sendiri adalah hadiah.
Dalam The Alchemist, kegagalan adalah bagian dari perjalanan. Ini mengingatkan saya bahwa setiap kali kita menghadapi tantangan, kita sebenarnya sedang dibentuk menjadi versi diri yang lebih baik. Pesan ini sangat berharga, terutama di tengah tekanan generasi muda untuk selalu tampil sempurna di segala aspek kehidupan.
Penutup: Santiago di Dalam Diri Kita
Coelho mungkin tidak menulis The Alchemist untuk generasi yang terobsesi dengan layar ponsel, tetapi pesan universalnya tetap relevan. Hidup adalah perjalanan, dan setiap perjalanan memiliki makna, bahkan yang tampaknya tidak sempurna.
Namun, menghidupkan pesan ini membutuhkan keberanian---keberanian untuk berhenti sejenak, melepaskan ekspektasi sosial, dan benar-benar mendengarkan hati. Dalam dunia yang memuja kecepatan dan hasil instan, kebijaksanaan kuno dari novel ini mengingatkan kita bahwa terkadang, langkah paling berharga adalah yang paling pelan dan penuh refleksi. Setelah membaca The Alchemist, saya menyadari bahwa setiap langkah kecil menuju impian adalah bagian dari cerita besar yang membentuk hidup kita. Kita mungkin tidak selalu tahu ke mana jalan akan membawa kita, tetapi seperti yang diajarkan oleh Coelho, kepercayaan pada proses itulah yang membuat perjalanan itu berarti.
Generasi muda hari ini, meskipun menghadapi tantangan yang unik, memiliki potensi untuk menemukan makna yang mendalam dalam kehidupan mereka, asalkan mereka bersedia melambat sejenak, mendengarkan intuisi, dan menghargai setiap pengalaman yang mereka temui di sepanjang jalan.
The Alchemist adalah pengingat bahwa kehidupan bukan tentang seberapa cepat kita mencapai tujuan, tetapi tentang bagaimana kita menjalani perjalanan itu sendiri. Harta karun sejati, seperti yang ditemukan Santiago, bukanlah sesuatu yang kita kejar, melainkan sesuatu yang tumbuh dalam diri kita selama perjalanan --- berupa keberanian, kebijaksanaan, dan pemahaman mendalam tentang siapa kita sebenarnya.
Pada akhirnya, The Alchemist adalah cermin. Kita semua adalah Santiago dalam versi modern, yang mencoba menemukan "harta karun" dalam bentuk kebahagiaan, makna hidup, atau sekadar ketenangan jiwa. Salah satu kunci dari perjalanan Santiago adalah keberanian untuk memulai, meskipun tidak ada jaminan keberhasilan. Ini adalah pelajaran penting bagi siapa saja yang merasa terjebak dalam kebimbangan atau takut menghadapi risiko. Dalam dunia yang sering kali memuja kesempurnaan, keberanian untuk mencoba dan gagal adalah langkah revolusioner menuju kebahagiaan sejati. Namun, apakah kita cukup berani untuk benar-benar melangkah keluar dari zona nyaman, menghadapi padang pasir kita sendiri, dan berbicara dengan angin?
Hidup bukan tentang pencapaian cepat, tetapi tentang perjalanan panjang yang penuh pelajaran. Dalam refleksi ini, saya merasa pesan Coelho sangat relevan:Â
meskipun dunia terus berubah, kebutuhan kita untuk menemukan diri sendiri akan selalu menjadi inti dari keberadaan kita.
Billahitaufiqwalhidayah...
__________
Penulis:
ARYANDA PUTRA
(Sekretaris Umum Badko HMI Sumatera Barat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H