PARADOKSIKAL SOLITARIUS LUPUS
Namun, seiring dengan itu, solitarius lupus juga menyodorkan paradoks yang menarik. Ketika seseorang memilih menjadi serigala soliter demi mengejar makna hidupnya, ia sering kali menjadi pribadi yang begitu kuat, autentik, dan penuh wawasan hingga dunia mulai mendekat kepadanya. Ironisnya, kesendirian yang tadinya dipilih untuk menghindari hiruk-pikuk justru dapat membuatnya menjadi pusat perhatian. Maka, apakah kesendirian benar-benar bisa bertahan, ataukah pada akhirnya, dunia selalu menuntut kita untuk kembali, meskipun dengan cara yang berbeda?
Lalu, di tengah gelombang masyarakat yang gemar menghakimi mereka yang memilih jalannya sendiri, pertanyaan satire pun muncul: Apakah menjadi solitarius lupus adalah keberanian sejati, atau sekadar cara lain untuk tetap relevan di dunia yang terus mencari sosok unik untuk dikagumi---agar mereka yang hidup dalam konformitas dapat berkata, "Setidaknya kami punya tokoh pemberontak untuk dipuja"?
Menjawab pertanyaan tersebut, ada dua sisi yang perlu kita lihat. Di satu sisi, menjadi solitarius lupus memang membutuhkan keberanian sejati. Ini adalah keputusan yang penuh risiko---kehilangan penerimaan sosial, menghadapi isolasi, dan berhadapan dengan tantangan tanpa dukungan langsung dari orang lain. Namun, keberanian ini lahir dari kebutuhan untuk setia pada diri sendiri, bukan dari keinginan untuk menjadi sorotan. Serigala soliter tidak memilih jalannya untuk dipuja; ia memilihnya karena itu adalah cara terbaik untuk bertahan hidup dan berkembang sesuai kodratnya.
Di sisi lain, dunia yang gemar meromantisasi individualitas sering kali menjadikan mereka yang berbeda sebagai ikon budaya. Fenomena ini menciptakan ironi: sosok solitarius lupus yang sejati sering kali tidak peduli dengan pengakuan, tetapi justru diangkat oleh masyarakat yang mendambakan sesuatu yang otentik di tengah konformitas. Mereka dijadikan panutan, simbol pemberontakan, atau bahkan komoditas, sering kali bertentangan dengan tujuan awal mereka.
Maka, apakah keberanian ini murni, atau hanya cara lain untuk tetap relevan? Jawabannya terletak pada motivasi di balik pilihan itu. Jika seseorang memilih menjadi serigala soliter untuk menemukan makna sejati dan hidup sesuai prinsipnya, maka keberanian itu autentik. Namun, jika pilihan itu didorong oleh ambisi untuk menonjol, maka mungkin ia hanya terjebak dalam ilusi lain dari dunia yang sama: menjadi unik demi pengakuan.
Solitarius lupus adalah mereka yang tidak peduli apakah dunia mengakui keberadaan mereka atau tidak.
Dunia membutuhkan individu yang berani berbeda, meskipun mereka yang berbeda tidak selalu membutuhkan dunia.
Mereka berjalan sendiri bukan untuk menginspirasi, tetapi karena itu adalah jalan yang sesuai dengan hati nurani mereka. Jadi, pertanyaannya kembali kepada kita: Apakah kita benar-benar berani hidup untuk diri sendiri, ataukah kita diam-diam berharap menjadi unik agar dunia memperhatikan kita?
__________
Pada Akhirnya, penting untuk menekankan bahwa menjadi solitarius lupus bukanlah tujuan akhir, melainkan fase dalam perjalanan hidup. Seperti siklus alam, ada saat untuk menyendiri dan ada saat untuk kembali ke kawanan. Kesendirian adalah alat untuk memperbaiki diri, tetapi hubungan manusia tetap penting sebagai bentuk berbagi makna dan pengalaman.
Pada akhirnya, konsep solitarius lupus mengingatkan kita untuk tidak takut melangkah sendiri ketika diperlukan. Kesendirian yang dipilih dengan sadar adalah bentuk keberanian, bukan kesepian. Dalam kesendirian itu, kita bisa menemukan kebenaran, membangun kekuatan, dan kembali ke dunia dengan versi terbaik dari diri kita sendiri---siap untuk memberi dampak yang lebih besar.
Sebagai penutup, solitarius lupus adalah lebih dari sekadar metafora; ia adalah panduan hidup bagi mereka yang ingin menemukan kebebasan sejati. Hidup ini penuh tantangan dan persimpangan jalan, dan terkadang langkah terbaik adalah yang kita ambil sendiri. Dalam kesendirian, kita menemukan kekuatan untuk melawan arus, kejelasan untuk memahami tujuan kita, dan keberanian untuk menjadi otentik.
Solitarius lupus adalah pengingat bahwa terkadang, jalan yang paling sunyi justru membawa kita menuju puncak yang paling tinggi.
Billahitaufiqwalhidayah
Penulis:
ARYANDA PUTRA
(Sekretaris Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswaa Islam Sumatera Barat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H