Mohon tunggu...
Aryanda Putra
Aryanda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jika Kesalahan dan Kebenaran bisa untuk didialogkan, kenapa harus mencari-cari Justifikasi untuk pembenaran sepihak. Association - A Stoic

Ab esse ad posse

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Solitarius Lupus: Keberanian Menemukan Makna dalam Kesendirian

9 Januari 2025   13:43 Diperbarui: 14 Januari 2025   20:09 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aryanda Putra-Solitarius Lupus

"...Solitarius lupus adalah pengingat bahwa terkadang, jalan yang paling sunyi justru membawa kita menuju puncak yang paling tinggi."

TRADE-OFF SOLITARIUS LUPUS
Jika saya katakan "I'am a solitarius lupus"__seorang serigala penyendiri__; sebagian orang mungkin akan menganggap saya adalah seorang narsistik, yang mencari validasi atau perhatian. Apapun itu, semua orang berhak berpendapat. Namun saya perlu memberikan pengakuan ini atas diri sendiri sebagai penegasan sikap yang kadangkala sering disalah pahami dan ini bukan untuk meminta persetujuan atau bahkan mengharap pengakuan dari khalayak. Sebuah penelitian mengatakan: "memberikan pengakuan pada diri sendiri dengan cara yang tulus dan proporsional adalah bagian dari kesehatan mental dan perkembangan pribadi."  Dan yang harus digaris bawahi; konteks "saya" di sini adalah "anda" dalam versi lain nya, bahwa anda adalah seorang solitarius lupus.

Saya lanjutkan. Dalam kehidupan modern yang penuh dengan hiruk-pikuk sosial, kecepatan informasi, tekanan kolektif, kehausan validasi, dan kehidupan yang semakin kompleks, istilah solitarius lupus/lone wolf—yang secara harfiah berarti "serigala yang menyendiri"—menjadi konsep yang menarik untuk dipahami. Serigala sering kali dianggap sebagai makhluk yang hidup berkelompok, dengan hirarki sosial yang ketat. Namun, ada kalanya seekor serigala memilih untuk hidup sendiri, keluar dari kawanan untuk menemukan jalan hidupnya sendiri.   Konsep lone wolf atau solitarius lupus sering kali diasosiasikan dengan sosok yang memilih atau terpaksa menjalani hidup sendirian, menjauh dari keramaian, dan menemukan kekuatan dalam kesendirian. Fenomena ini bukan sekadar metafora biologis tentang serigala yang berpisah dari kawanan, melainkan juga mencerminkan aspek psikologis dan filosofis manusia dalam menghadapi perjalanan hidup.

Namun, konsep ini memiliki relevansi baru yang menarik jika dimaknai ulang sebagai bentuk keberanian untuk memeluk kesendirian demi refleksi dan pertumbuhan. Dalam konteks manusia, solitarius lupus mencerminkan individu yang memilih untuk berjalan sendiri, baik karena prinsip, tujuan hidup, maupun untuk menemukan kedamaian.

Menyendiri atau mengasingkan diri juga kita temukan dalam konsep ideologi atau pandangan filosofis lain yang menggunakan kesndirian sebagai medium reflektifnya, seperti konsep Individualisme, Hermitisme, dan lainya. Namun konsep solitarius lupus/lone wolf berbeda. Ini lebih mencerminkan gaya hidup atau kepribadian, bukan ideologi. Orang dengan sifat ini cenderung menghindari keterikatan sosial tetapi tidak selalu menolak nilai atau peran masyarakat.

Di tengah arus besar masyarakat yang sering kali memaksakan konformitas, menjadi "serigala soliter" adalah simbol keberanian untuk keluar dari norma demi menjalani hidup yang sejati. Banyak orang merasa terjebak dalam ekspektasi kolektif yang sering kali mengorbankan individualitas. Mereka lupa bahwa setiap individu memiliki perjalanan unik yang tidak selalu dapat disesuaikan dengan standar umum.

Konsep ini juga mengajarkan kita tentang kekuatan introspeksi. Dalam kesendirian, ada ruang untuk merenung, mengevaluasi diri, dan mengenali potensi sejati. Dunia modern cenderung mengalihkan perhatian kita dengan kebisingan eksternal---media sosial, tekanan kerja, atau standar sukses yang seragam.

Kesendirian bagi lone wolf bukanlah sekadar keterasingan, tetapi sebuah pilihan sadar untuk meresapi makna hidup tanpa distraksi dunia luar. Ia adalah proses menyatu dengan diri sendiri, menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial, dan mempersiapkan diri menghadapi dunia dengan kedewasaan. Penantian, bagi mereka, bukanlah sekadar menunggu, melainkan sebuah perjalanan aktif dalam mencari pemahaman dan kedamaian.

Dalam konteks penantian, lone wolf menyiratkan sebuah perjalanan batin yang sunyi. Penantian adalah sebuah ruang waktu yang menguji ketahanan jiwa. Dalam kesendirian, seorang individu seperti serigala penyendiri harus bergulat dengan perasaan hampa, ketidakpastian, dan harapan yang kadang memudar. Namun, justru dalam ruang sunyi itu, lahirlah refleksi dan kekuatan untuk bertahan. Seperti serigala yang menjelajahi wilayahnya tanpa kawanan, manusia juga perlu momen sunyi untuk memahami arah hidupnya sendiri.

Lebih jauh, solitarius lupus adalah simbol keberanian untuk berjalan sendiri melawan arus. Banyak tokoh besar dalam sejarah__dari para filsuf, seniman, hingga ilmuwan__adalah "serigala soliter" yang berani mempertahankan ide mereka meski ditentang oleh dunia. Keberanian ini sering kali menjadi landasan perubahan besar dalam masyarakat.

Namun, menjadi "serigala soliter" tidak berarti menolak koneksi sosial secara total. Justru, hal ini adalah tentang menemukan keseimbangan antara kesendirian yang produktif dan hubungan yang bermakna. Seperti serigala yang kadang kembali ke kawanan setelah pengembaraannya, manusia juga dapat kembali dengan perspektif baru untuk memperkaya komunitasnya.
Solitarius lupus juga relevan dalam konteks pencarian identitas diri. Dalam dunia yang sering kali menyuguhkan identitas instan__baik melalui tren, budaya populer, atau pandangan kolektif__kesendirian memberikan ruang untuk bertanya: Siapa aku sebenarnya? Apa tujuan hidupku?

Pertanyaan-pertanyaan ini sulit dijawab di tengah hiruk-pikuk sosial, tetapi justru menemukan jawabannya membutuhkan keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan menghadapi keheningan batin.
Dalam hidup, kita semua adalah solitarius lupus pada titik tertentu. Ada saat-saat ketika kita harus melangkah sendirian, menghadapi ketakutan, atau mencari kebenaran di luar kebisingan dunia. Tetapi, justru dalam keberanian untuk sendiri, kita menemukan kekuatan sejati untuk menjalani hidup dengan makna yang mendalam.
Selain itu, konsep ini juga dapat diterapkan dalam pengambilan keputusan. Ada kalanya kita harus membuat pilihan yang tidak populer, yang mungkin membuat kita terasing dari kelompok, keluarga, atau lingkungan. Namun, keputusan yang lahir dari refleksi pribadi sering kali memiliki dampak yang lebih besar dan bertahan lama. Seperti serigala soliter yang memilih jalannya sendiri, keputusan yang diambil dengan keberanian dan keyakinan pribadi adalah bentuk otentikasi diri.
Dalam dunia profesional, solitarius lupus menjadi cerminan individu yang mampu berdiri teguh di tengah kompetisi atau bekerja secara mandiri untuk mencapai visi tertentu. Banyak inovator dan pemimpin besar, dari Steve Jobs hingga Nikola Tesla, pernah berada di posisi ini: memilih jalan yang tidak biasa, menentang arus, dan bahkan dianggap "aneh" oleh masyarakat pada masanya. Namun, kesendirian itu justru menjadi ruang kreatif untuk menghasilkan karya yang mengubah dunia.

Di sisi lain, menjadi "serigala soliter" juga melatih ketangguhan mental. Hidup dalam kesendirian, meski sementara, membantu seseorang mengembangkan kepercayaan diri dan daya tahan terhadap tekanan eksternal. Dalam proses ini, kita belajar untuk menjadi lebih kuat, mandiri, dan tidak bergantung sepenuhnya pada validasi orang lain.
Solitarius lupus juga memberi kita pelajaran penting tentang keseimbangan antara keindividuan dan kebersamaan. Dalam masyarakat modern, kita sering kali dihadapkan pada dilema: menjadi bagian dari arus besar sosial demi rasa aman dan penerimaan, atau memilih jalur sendiri yang penuh ketidakpastian. Serigala soliter mengajarkan bahwa kedua hal ini bukanlah kontradiksi, melainkan siklus yang saling melengkapi.


Ketika seseorang berani mengambil jalur soliter, ia belajar menghargai dirinya sendiri__menerima kelebihan dan kekurangan, serta mengenali batas-batas pribadinya. Dalam kesendirian yang produktif, kita diberi kesempatan untuk mengevaluasi apa yang benar-benar penting dalam hidup. Apakah kita mengejar sesuatu karena itu berasal dari hasrat sejati kita, ataukah hanya sekadar mengikuti harapan orang lain? Pertanyaan-pertanyaan ini jarang muncul di tengah kebisingan sosial, tetapi sangat jelas terdengar ketika kita berada dalam keheningan.


Namun, setelah menemukan jawaban dalam kesendirian, manusia adalah makhluk sosial yang pada akhirnya akan kembali ke lingkungannya. Solitarius lupus tidak mengajarkan isolasi total, tetapi membentuk seseorang untuk menjadi lebih kuat dan mandiri sehingga ketika ia kembali ke komunitasnya, ia dapat memberikan kontribusi yang lebih besar. Kesendirian memberikan perspektif, tetapi kebersamaan memberikan makna melalui hubungan antar individu.

Dalam dimensi spiritual, solitarius lupus juga selaras dengan banyak ajaran filsafat dan agama yang menekankan pentingnya merenung, bermeditasi, atau berpuasa dalam kesendirian untuk mendekatkan diri pada Yang Mahakuasa. Kesendirian sering kali menjadi medium untuk mengalami pencerahan, kebijaksanaan, dan kedamaian yang tidak dapat ditemukan dalam keramaian.

Selain itu, konsep ini memiliki relevansi besar di era digital saat ini. Media sosial telah menciptakan ilusi koneksi yang sering kali dangkal, di mana validasi dari orang lain menjadi mata uang emosional. Di tengah arus ini, memilih untuk menjadi "serigala soliter" bisa menjadi tindakan revolusioner. Ini adalah bentuk perlawanan terhadap kebutuhan akan pengakuan eksternal, menggantinya dengan penghargaan terhadap nilai diri sendiri. Solitarius Lupus mengingatkan kita bahwa kesendirian bukanlah kelemahan, melainkan ruang untuk tumbuh, bertransformasi, dan menemukan keberanian untuk menjadi diri sendiri. Sebagaimana serigala soliter tetap tangguh dalam perjalanannya, demikian pula kita sebagai manusia dalam menghadapi tantangan hidup.

PARADOKSIKAL SOLITARIUS LUPUS
Namun, seiring dengan itu, solitarius lupus juga menyodorkan paradoks yang menarik. Ketika seseorang memilih menjadi serigala soliter demi mengejar makna hidupnya, ia sering kali menjadi pribadi yang begitu kuat, autentik, dan penuh wawasan hingga dunia mulai mendekat kepadanya. Ironisnya, kesendirian yang tadinya dipilih untuk menghindari hiruk-pikuk justru dapat membuatnya menjadi pusat perhatian. Maka, apakah kesendirian benar-benar bisa bertahan, ataukah pada akhirnya, dunia selalu menuntut kita untuk kembali, meskipun dengan cara yang berbeda?

Lalu, di tengah gelombang masyarakat yang gemar menghakimi mereka yang memilih jalannya sendiri, pertanyaan satire pun muncul: Apakah menjadi solitarius lupus adalah keberanian sejati, atau sekadar cara lain untuk tetap relevan di dunia yang terus mencari sosok unik untuk dikagumi---agar mereka yang hidup dalam konformitas dapat berkata, "Setidaknya kami punya tokoh pemberontak untuk dipuja"?

Menjawab pertanyaan tersebut, ada dua sisi yang perlu kita lihat. Di satu sisi, menjadi solitarius lupus memang membutuhkan keberanian sejati. Ini adalah keputusan yang penuh risiko---kehilangan penerimaan sosial, menghadapi isolasi, dan berhadapan dengan tantangan tanpa dukungan langsung dari orang lain. Namun, keberanian ini lahir dari kebutuhan untuk setia pada diri sendiri, bukan dari keinginan untuk menjadi sorotan. Serigala soliter tidak memilih jalannya untuk dipuja; ia memilihnya karena itu adalah cara terbaik untuk bertahan hidup dan berkembang sesuai kodratnya.

Di sisi lain, dunia yang gemar meromantisasi individualitas sering kali menjadikan mereka yang berbeda sebagai ikon budaya. Fenomena ini menciptakan ironi: sosok solitarius lupus yang sejati sering kali tidak peduli dengan pengakuan, tetapi justru diangkat oleh masyarakat yang mendambakan sesuatu yang otentik di tengah konformitas. Mereka dijadikan panutan, simbol pemberontakan, atau bahkan komoditas, sering kali bertentangan dengan tujuan awal mereka.
Maka, apakah keberanian ini murni, atau hanya cara lain untuk tetap relevan? Jawabannya terletak pada motivasi di balik pilihan itu. Jika seseorang memilih menjadi serigala soliter untuk menemukan makna sejati dan hidup sesuai prinsipnya, maka keberanian itu autentik. Namun, jika pilihan itu didorong oleh ambisi untuk menonjol, maka mungkin ia hanya terjebak dalam ilusi lain dari dunia yang sama: menjadi unik demi pengakuan.

Solitarius lupus adalah mereka yang tidak peduli apakah dunia mengakui keberadaan mereka atau tidak.

Dunia membutuhkan individu yang berani berbeda, meskipun mereka yang berbeda tidak selalu membutuhkan dunia.


Mereka berjalan sendiri bukan untuk menginspirasi, tetapi karena itu adalah jalan yang sesuai dengan hati nurani mereka. Jadi, pertanyaannya kembali kepada kita: Apakah kita benar-benar berani hidup untuk diri sendiri, ataukah kita diam-diam berharap menjadi unik agar dunia memperhatikan kita?
__________
Pada Akhirnya, penting untuk menekankan bahwa menjadi solitarius lupus bukanlah tujuan akhir, melainkan fase dalam perjalanan hidup. Seperti siklus alam, ada saat untuk menyendiri dan ada saat untuk kembali ke kawanan. Kesendirian adalah alat untuk memperbaiki diri, tetapi hubungan manusia tetap penting sebagai bentuk berbagi makna dan pengalaman.

Pada akhirnya, konsep solitarius lupus mengingatkan kita untuk tidak takut melangkah sendiri ketika diperlukan. Kesendirian yang dipilih dengan sadar adalah bentuk keberanian, bukan kesepian. Dalam kesendirian itu, kita bisa menemukan kebenaran, membangun kekuatan, dan kembali ke dunia dengan versi terbaik dari diri kita sendiri---siap untuk memberi dampak yang lebih besar.

Sebagai penutup, solitarius lupus adalah lebih dari sekadar metafora; ia adalah panduan hidup bagi mereka yang ingin menemukan kebebasan sejati. Hidup ini penuh tantangan dan persimpangan jalan, dan terkadang langkah terbaik adalah yang kita ambil sendiri. Dalam kesendirian, kita menemukan kekuatan untuk melawan arus, kejelasan untuk memahami tujuan kita, dan keberanian untuk menjadi otentik.

Solitarius lupus adalah pengingat bahwa terkadang, jalan yang paling sunyi justru membawa kita menuju puncak yang paling tinggi.

Billahitaufiqwalhidayah

Penulis:

ARYANDA PUTRA

(Sekretaris Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswaa Islam Sumatera Barat)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun