Buku dengan judul Judul "Ketika Sejarah Berseragam : Membongkar Ideologi dalam Menyusun Sejarah Indonesia" yang ditulis oleh Katharine E. McGregor terbit tahun 2008 oleh Syarikat Yogyakarta dengan jumlah 6 bagian dan halaman 459. Â Buku ini awalnya terbit berbahasa Inggris oleh National University of Singapore Press (NUS Press) pada tahun 2007.Â
Lalu setelah setahun kemudian diterbitkan di Indonesia buku yang terbit di Indonesia diterjemahkan oleh DJohana Oka dan disunting oleh Rumekso Setiadi Bentuk buku ini adalah buku karya bukan fiksi dan target membacanya adalah umum buku karya McGregor ini merupakan sebuah buku yang menceritakan tentang kemiliteran Indonesia di masa orde Baru
Katharine mempelajari historiografi Indonesia untuk lebih memahami ideologi militernya dan analisis yang digunakan untuk menyusun sejarahnya. Ini membantunya memahami berbagai jalan yang telah ditempuh Indonesia dalam sejarahnya, dan bagaimana hal ini mempengaruhi bidang militer. Buku ini menganalisis bagaimana institusi militer ABRI berusaha membangun citra baik bagi dirinya dan masyarakat luas.
Indonesia pada masa Orde Baru diperintah oleh kontrol militer di hampir setiap aspek kehidupannya. Hal ini disebabkan militer kepemilikan perang negara. Dwifungsi militer membantu memasukkan anggota militer ke dalam pos-pos pemerintahan yang penting, dan pengaruh ini digunakan untuk membangun sejarah melalui proyek-proyek pusat sejarah ABRI.Â
Militer menggunakan sejarah untuk menjustifikasi peran politik yang telah dijalankan, dalam hal ini sejarah memiliki fungsi sebagai gambaran masa lalu sehingga institusi militer melakukan pelembagaan "official memory".
Sejarah resmi membuat orang percaya bahwa pemimpin nasional yang baik berasal dari militer, hal ini dapat dilihat dalam pemilihan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden Republik Indonesia dimana beberapa tahun sebelumnya rakyat sangat ingin melepaskan pengaruh militer dalam politik negara, tetapi mereka tetap memilih kelompok militer sebagai kandidat yang paling mungkin.Â
Hal ini menimbulkan dugaan bias dalam sejarah resmi dan distorsi sejarah Indonesia. Sejak kepemimpinannya, menulis historiografi kritis merupakan bidang yang masih muda. Karena Indonesia masih merupakan negara yang sedang naik daun, maka masih tergolong negara baru.
Sejak Indonesia merdeka, ada sejarah penggunaan sejarah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Pada masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama dan Orde Baru, sejarah digunakan sebagai alat untuk menyatukan ideologi dan visi bersama masa lalu secara nasional.Â
Di Museum Nasional, terlihat Orde Lama melestarikan masa lalu yang gemilang. Orde Baru menekankan tradisi panjang kepemimpinan militer dan ancaman terhadap bangsa.Â
Orde Baru juga memperkecil kontribusi Presiden Soekarno terhadap sejarah. Orde Baru mampu menunjukkan kemiripan dengan rezim sebelumnya, serta rezim otoriter lainnya di dunia. Sejarawan di Indonesia menggunakan sejarah untuk menciptakan rasa identitas yang kuat bagi bangsa. Nugroho Notosusanto adalah salah satu orang yang ikut mendukung penulisan sejarah pada masa pemerintahan Orde Baru.
Kisah hidup Nugroho dimulai dengan keluarganya pindah dari rumah mereka di provinsi Jember Indonesia ke sebuah kota kecil di wilayah pulau Sulawesi pada awal 1800-an. Di sana, Nugroho dan keluarganya belajar bertani dan beternak. Ia juga belajar membaca dan menulis.Â
Nugroho bertugas di militer Indonesia selama tahun 1800-an, dan pada tahun 1903 ia ditugaskan di Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata yang baru dibentuk di Jakarta. Di sana, ia mengerjakan proyek penelitian dan mengajar sejarah kepada siswa.Â
Nugroho adalah kepala Pusat Sejarah ABRI. Ia adalah Kepala Pusat Sejarah ABRI, dan sedang mengerjakan proyek berupa penulisan sejarah "Pemberontakan G30S/PKI". Penulisan ini hanya memakan waktu 3 bulan dengan judul "Sejarah Singkat Perjuangan Bersenjata Bangsa Indonesia".
Pada Bab 3, bagian ini membahas upaya-upaya pada masa Orde Baru untuk melegitimasi kekuasaan dengan mendirikan Pusat Sejarah ABRI. Kisah ini diterbitkan dalam versi bahasa Inggris baru dan digunakan untuk melegitimasi kekuasaan Orde Baru.Â
Pemerintah Orde Baru juga berupaya menanamkan antikomunisme di masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada pembuatan Monumen Lubang Buaya dan peringatan peristiwa gerakan setiap tahun. Penulisan sejarah selalu menjadi pelaku utama peristiwa tragis.Â
Beberapa orang mungkin bertanya tentang kebenaran sejarah bangsa mereka di masa lalu. Terlepas dari kekurangan cerita tersebut, publik pun tetap setia pada versi cerita yang diterbitkan oleh Pusat Sejarah ABRI. Anti-komunisme secara efektif ditanamkan ke dalam masyarakat Indonesia oleh Orde Baru setelah era Soeharto berakhir. Kisah kudeta yang dihadirkan berfokus pada kisah Orde Baru, bukan pada kudeta itu sendiri yang sebenarnya menjadi topik utama.
Dalam bab-bab selanjutnya membahas dalam sejarah, ada banyak gambar yang secara tidak akurat terhubung dengan legitimasi. Militer Indonesia bekerja keras untuk menciptakan rasa kesatuan dan konsistensi militer selama dekade pertama Orde Baru.Â
Perusahaan memiliki produk baru yang berbeda dengan produk lama. Para pemimpin militer di awal 1970-an juga memikirkan dampak penyerahan kekuasaan kepada generasi muda yang belum berpengalaman dan/atau tidak ikut serta dalam perang kemerdekaan.
Pada tahun 1972, interpretasi baru dari nilai-nilai 1945 diperkenalkan. UUD 1945 dan Pancasila memiliki seperangkat nilai inti, sedangkan Tentara Negara Indonesia menampilkan nilai-nilai khusus yang berkaitan dengan pertahanan, etika militer, pengorbanan, dan ketaatan.Â
Seminar ini difokuskan untuk mempromosikan nilai-nilai 1945. Seminar ini menginspirasi proyek-proyek sejarah lainnya dengan tujuan memperkenalkan militer dan dwifungsi. Untuk mempromosikan militer dan fungsi ganda dalam masyarakat sipil, penting untuk memahami perbedaan antara militer dan masyarakat sipil.
Masyarakat militer, atau kompleks industri militer, adalah sistem di mana militer memainkan peran utama dalam ekonomi dan masyarakat. Masyarakat sipil, atau kompleks sipil-militer, adalah sebuah sistem di mana militer dan masyarakat sipil terlibat secara bersama-sama.Â
Seminar tahun 1972 bertujuan untuk menciptakan rasa hormat terhadap militer Indonesia dengan menekankan pentingnya nilai-nilai 1945. Memoar militer, menonton film tentang revolusi Indonesia, serta membaca buku-buku yang telah disetujui oleh militer, telah menjadi alat media agar bangsa Indonesia dapat memperoleh nilai-nilai 1945 dan peran militer yang diagungkan dalam kehidupan nasional. masa lalu.
Dalam bab terakhir ini, kita akan melihat berbagai tradisi militer dan musuh negara. Sepeninggal Nugroho Notosusanto, Pusat Sejarah ABRI tidak lagi membahas topik-topik yang berkaitan dengan TNI angkatan 1945. Studi ini melihat dampak upaya militer terhadap generasi yang akan mewarisi militer.Â
Proyek pertama yang dilakukan adalah Museum Prajurit Nasional, yang berfokus pada sejarah tentara sebelum gerakan kemerdekaan dan perlawanan. Museum ini menekankan tradisi keprajuritan Indonesia, sumber alternatif untuk melanjutkan dominasi militer dalam politik dan pembangunan, dan pentingnya keprajuritan dalam sejarah Indonesia.
Sebagai penutup review buku ini, menurut saya buku ini sangat menarik dan ditulis dengan baik. Saya menemukan itu menjadi sumber yang sangat membantu bagi mereka yang tertarik untuk membahas sejarah militer dan berbagai aspeknya. Buku ini memaparkan bagaimana historiografi Indonesia pada masa Orde Baru.Â
Buku ini menunjukkan bahwa pemenang selalu memiliki sejarah, dan penguasa juga memiliki sejarah. Sejarah digunakan untuk melegitimasi pemenang dan penguasa. Buku ini menggunakan sejarah untuk menjaga kekuatan militer di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H