"Hari rabu lalu," sahutku. Bau wangi lavender kembali merebak ketika tubuh Niken bergerak menepis semut kecil yang merangkak di lengan kirinya.
"Belum lagi seminggu, kamu harus tahu betapa sulitnya proses mereka menyelidiki,"
"Ya, aku mengerti. Besok mungkin ada titik terang karena penyidik akan datang ke rumahku untuk lebih mendalami kasus ini,"
"Bapakmu punya banyak musuh?" tanya Niken cepat. Aku menggeleng.
"Akan sulit menemukannya. Jauh lebih mudah menemukan siapa pembunuh ayahku," gadis itu menatap matahari yang bersembunyi dirindangnya daun Mahoni.
"Kenapa?" kejarku.
"Karena ayahku punya banyak musuh, dan mudah ditelusuri,"
"Jadi ayahmu itu..orang yang..?"
"Rentenir maksudmu?"
"Ooh bukan..maksudku..,"
"Ya, ayahku Rentenir. Begitu orang menyebutnya. Aku satu-satunya orang yang dia miliki setelah ibuku meninggal karena muntah darah yang tak berhenti  lima tahun lalu," urai Niken.