Mohon tunggu...
Arvyno Limahardja
Arvyno Limahardja Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - arvyn

bocil petualang

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Atheis atau Beriman, Komunisme atau Keagamaan?

1 Oktober 2021   21:33 Diperbarui: 1 Oktober 2021   21:35 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pada tanggal 6 Maret 1911 di Garut, Achdiat K. Mihardja dilahirkan ke dalam sebuah keluarga yang hobi mengoleksi buku. Bacaan-bacaan karya Dostojewski, Dumas, dan Multatuli dilahapnya sejak dini. Tak banyak orang yang tahu bahwa Achdiat adalah salah satu pendiri Lekra, organisasi penulis Indonesia yang erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Meski dirinya mengaku tak lagi berafiliasi ketika tahu bahwa teman-teman pendiri mengatasnamakan Lekra sebagai cabang PKI. Dirinya juga disebut-disebut tergabung dalam Partai Sosialis Indonesia. Meski demikian, dirinya secara vokal menentang atheisme dan sekularisme melalui tulisan-tulisannya. 

Buku dengan tebal 250 halaman ini, menceritakan pengalaman seorang pemuda bernama Hasan yang sedari kecil dekat sekali dengan ajaran dan nuansa keagamaan, kehilangan pondasinya akan ketuhanan dan mulai beralih menjadi kafir. 

Keberalihan Hasan ini bukanlah tanpa alasan, pengaruh lingkungan menjadi sebabnya. Hidup di jaman penjajahan era Jepang, memicu kaum pemuda saat itu untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa, serta pemikiran. 

Di saat-saat itu, bangsa kita sedang hebat-hebatnya digempur dengan banyaknya macam ideologi, salah satunya adalah komunisme, yang secara khusus dianut oleh sahabat dekat Hasan, Rusli. Ruslilah yang kemudian memperkenalkan pemikiran ini kepada Hasan. 

Tak cukup dengan Rusli seorang, muncul tokoh-tokoh dari lingkup pertemanan Rusli, seperti Kartini dan Anwar yang ikut memperagakan prinsip-prinsip itu secara rutin di hadapan Hasan. Menciptakan kegoyahan dalam diri Hasan.  

Gaya hidup yang diadaptasi oleh Rusli dan Kartini mengherankan Hasan. Bebas, terbuka, politis, dan atheis. Ya, atheis, atau dalam bahasa sederhananya, orang yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan. 

Awalnya, Hasan sempat bimbang, apakah dirinya perlu mengislamkan teman-temannya ini atau sekadar mendoakan setiap dari mereka supaya segera diberikan hidayah oleh Allah. 

Usut demi usut, Hasan tidak berhasil melaksanakan kedua jalan yang sebelumnya itu, melainkan Hasan lah yang kemudian dikomuniskan oleh Rusli. 

Hasan yang tadinya berniat untuk memberikan nasihat-nasihat sebagai upaya untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang muslim, balik dinasihati oleh Rusli. Dengan kepintaran Rusli dalam merangkai cerita maupun mempertanyakan hal, rupanya malah nasihat-nasihat Rusli yang justru tertanam halus dalam benak Hasan. Bertemulah pula Hasan dengan Anwar, seorang anarkis yang merasa bahwa dirinya sebagai Tuhan, disertai sikap suka main perempuan. 

Hari demi hari, Rusli semakin meragukan kepercayaannya kepada Tuhan dan perlahan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan hidup beragama. Mulai belajar mengenai pandangan-pandangan politik, menonton film di bioskop, bahkan menikahi Kartini tanpa mengikuti syariat Islam. Mulanya, Rusli menikmati hidup barunya ini, hingga suatu hari kembalilah dirinya menemui keluarganya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun