Mohon tunggu...
arvindaisnaini putri
arvindaisnaini putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswi Universitas Airlangga semester 1 dengan prodi D3 Perpajakan fakultas vokasi. Kesibukan saya selain seorang mahasiswi aktif saya juga bekerja sebagai guru pada sebuah bimbingan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Kesadaran akan Dampak Buruk Seksualitas dan Perlunya Pendidikan Seksual pada Sekolah di Indonesia

1 Desember 2024   21:55 Diperbarui: 1 Desember 2024   22:17 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut KBBI, seks adalah berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks yang dimaksud, seksualitas ini berkaitan dengan kedua organ reproduksi dan alat kelamin manusia.

Perkembangan teknologi informasi mengantarkan media sosial yang menawarkan banyak kemudahan para remaja untuk menghabiskan waktu yang cukup lama di dalam dunia maya. Secara global, pada Januari 2018 dari 4 milyar orang yang menggunakan internet, pengguna aktif sosial media berjumlah 3,2 milyar (Kemp, 2018). Media sosial seharusnya menjadi sarana dalam memperluas pertemanan juga mencari informasi mengenai hal-hal yang disukai. Akan tetapi, terdapat beberapa oknum tidak bertanggung jawab yang justru menjadikan media sosial sebagai sarana untuk melampiaskan hasrat seksualnya(Aprillia, 2017).

Seksualitas ini sekarang tidak hanya terjadi pada dua pasangan yang sudah menjalankan sebuah pernikahan. Namun, seksualitas ini sudah banyak terjadi pada remaja bahkan anak dibawah umur. Hal ini merupakan faktor dari pentingnya Pendidikan seksualitas pada bangku sekolah. Banyaknya kasus kasus seksual yang tidak hanya terjadi secara langsung, namun bisa saja seksual ini berupa seksual online. Seksual online mengacu pada aktivitas atau interaksi seksual yang terjadi di dunia digital. Walaupun seksual ini terjadi secara tidak langsung, namun hal ini juga menimbulkan dampak negatif bagi seseorang yang terlibat kedepannya. Terdapat bentuk bentuk seksual online, seperti:

  • Pengiriman pesan teks yang tidak diinginkan, foto, atau video berisi konten seksual secara pribadi melalui aplikasi pesan atau media sosial
  • Interaksi seksual yang terjadi di dunia maya, seperti video call, chat room dan aplikasi streaming
  • Akses konten seksual melalui website atau platform streaming.

Namun, terdapat juga istilah Bintang film porno. Hal ini menimbulkan dampak negatif bagi penonton, seperti menyebabkan kecanduan pornografi dan bahkan menirukan kegiatan tersebut pada dunia nyata. Melalui hal tersebut, perlunya memilah situs situs yang berdampak negatif dan konten ilegal.

Dalam pasal 4 ayat (2) UU Pornografi mengatur bahwa setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi, seperti :

  1. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
  1. menyajikan secara eksplisit alat kelamin
  1. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual
  1. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pornografi dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 250 juta dan paling banyak Rp. 3 miliar.

Jenis Seksualitas:

1. Heteroseksual(lawan jenis) dan Homoseksual(satu jenis)

Homoseksual ini dianggap lebih berbahaya, karena secara agama maupun negara, homoseksual ini tidak diperbolehkan kalaupun sudah melakukan jenjang pernikahan.

2. Biseksual(orientasi seksual yang menggambarkan ketertarikan seseorang terhadap 2 jenis kelamin atau lebih)

Seksualitas pada usia muda disebabkan oleh kurangnya pengawasan terhadap penggunaan teknologi yang ada. Misalnya, banyak siswa sekolah dasar yang sudah mengetahui dan bahkan mengunjungi situs-situs pornografi. Selain itu, siswa sekolah dasar mungkin menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku yang berusia lebih tua. Misalnya saja korban dipaksa mengirimkan foto atau video tanpa busana, jika korban tidak memberikan apa yang diinginkan pelaku maka korban akan diancam, dan jika korban adalah seorang siswa SD maka bisa dikatakan masih memiliki pikiran yang tidak bersalah.

Selain masalah yang melibatkan anak SD tersebut ada juga anak yang dibawah umur namun sudah menginjak tahap remaja. Hal ini dimulai dengan gaya berpacaran mereka dengan kekasihnya yang sudah terlalu cinta hingga mau melakukan hal hal yang mendekati seksual.

Usia 18 tahun keatas yang mayoritas peraturan di Indonesia menyebut bahwa memasuki usia dewasa, seksual ini juga tetap tidak diperbolehkan selagi belum menjalankan hubungan pernikahan. Namun, banyak kalangan muda yang melanggar aturan tersebut yang menyebabkan jumlah persentase pernikahan dini di Indonesia masih tergolong banyak. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo melakukan hubungan seks pada remaja. Ia menyebutkan bahwa hubungan seks remaja di usia 15-19 tahun mengalami peningkatan. Ia menyebut bahwa persentase perempuan usia 15-19 tahun yang melakukan hubungan seksual ada di 59 persen, sedangkan pada laki-laki berada di angka 74 persen.

Selain melanggar norma agama, terdapat juga dampak dari perilaku seksual, yaitu:

  • Penyakit kelamin seperti sipilis, HIV, gonore, dan klamida
  • Konsekuensi psikologis
  • Depresi dan OCD (Obsessive-compulsive disorder)

Mengenai hal tersebut, Pendidikan mengenai seksualitas ini sangat diperlukan. Selain melalui jenjang sekolah, pendidikan dan pengawasan secara pribadi dengan orang tua juga sangat diperlukan. Contoh penerapan Pendidikan seksual pada jenjang sekolah:

  • Memberikan edukasi tentang seksual
  • Menjelaskan dampak apabila melakukan seksual
  • Melakukan kampanye

Contoh yang dapat dilakukan oleh orang tua mengenai Pendidikan dan pengawasan tentang seksual:

  • Mengajarkan pentingnya privasi dan persetujuan dalam interaksi sehari-hari
  • Mengajarkan perbedaan sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk
  • Orang tua harus bersikap terbuka dan jujur
  • Mengajarkan Anak tentang keamanan di dunia digital dan memantau aktivitas online mereka
  • Menjelaskan tentang Menstruasi dan perubahan fisik lainnya
  • Mengajarkan tentang Kesehatan Reproduksi

Dalam hal ini, orang tua sangat berpengaruh terhadap masalah seksualitas pada anak, karena orang tua bertanggung jawab besar atas pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun