Sebagai salah satu anggota G-20, Indonesia bisa mendapat manfaat dari akses awal berbagai informasi dan pengetahuan tentang perkembangan ekonomi global dan potensi risiko yang dapat ditimbulkan oleh negara lain, khususnya negara maju. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, kedepan Indonesia dapat mengembangkan kebijakan ekonomi terbaik dan paling tepat sesegera mungkin, termasuk mengembangkan forum negara berkembang lainnya. Perjuangan kepentingan nasional Indonesia lewat forum ini dinilai cukup kredibel untuk membuahkan hasil, terbukti dengan adanya pengakuan dari berbagai organisasi dan forum internasional.
 Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, perekonomian global mengalami penurunan, baik negara maju maupun negara berkembang. Akibatnya, Sri Lanka effect yang merupakan fenomena ketidakberdayaan di negara berkembang yang menghadapi debt default, juga dapat terjadi di negara berkembang lainnya yang stabilitas dan pemulihan ekonominya masih terhambat. Lalu, bagaimana cara negara berkembang agar terhindar dari Sri Lanka effect?
 Maka itu, harus menjadi salah satu kekuatan strategis yang harus dibangun dan dipelihara untuk menjamin kelangsungan hubungan antara negara maju dan negara berkembang, sesuai dengan semangat kerjasama internasional. Dukungan negara maju kepada negara berkembang berupa kebijakan penangguhan utang luar negeri kepada negara berkembang menjadi contohnya. Di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, G.20 telah membantu negara berkembang dengan menunda pembayaran utang luar negeri dan merestrukturisasi utang luar negeri kepada negara miskin dan berkembang guna meningkatkan kapasitas dalam menghadapi pandemi sekaligus meningkatkan pengelolaan utang. kapasitas untuk mendukung pemulihan ekonomi jangka panjang.[5]
Lembaga keuangan internasional memberi dukungan inisiatif tersebut dengan memfasilitasi penyediaan dana perwalian untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang. Forum akan terus mempromosikan hasil nyata dan transparan. Pemerintah Indonesia dalam hal mendorong negara-negara miskin dan berkembang untuk melunasi utang mereka melalui penerapan kerangka kerja bersama.
Sejalan dengan itu, pandemi COVID-19 tidak berdampak pada perdagangan internasional atau rantai pasok keuangan. Untuk mengatasi hal ini, presidensi G20 Indonesia akan membahas multi-mata uang dalam perdagangan dan pembiayaan, dengan manfaat dan biaya yang seimbang. G20 juga akan berkomitmen untuk memperkuat Jaring Pengaman Keuangan Global untuk membantu negara-negara menyelesaikan persoalan gejolak ekonomi global.
Menurut Laporan Keuangan Global 2021, Indonesia merupakan negara berkembang yang paling berhutang ke-6 di dunia (daftar tanpa China). Indonesia, khususnya, memiliki utang yang tumbuh setiap tahun. Berdasarkan tabel laporan, Indonesia memiliki utang luar negeri sebesar USD 179,4 miliar pada tahun 2009. Pada tahun 2015, jumlah tersebut meningkat sebesar USD 307,74 miliar. Jumlah tersebut kemudian meningkat menjadi USD 318,94 miliar pada 2016. Utang Indonesia meningkat dari USD 353,56 miliar pada 2017 menjadi USD 379,58 miliar pada 2018, dan USD 402,08 miliar pada 2019.
Utang jangka panjang menjadi pemasok utang terbanyak pada 2019, dengan jumlah total nilai USD354,5 miliar, tertinggi sejak 2009. Sedangkan utang jangka pendek berjumlah total nilai USD 44,799 miliar pada 2019. Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki adalah lima negara dengan utang luar negeri paling tinggi, diikuti oleh Indonesia. Berikut posisi utang sepuluh negara rendah-menengah dengan utang tertinggi, di luar China:
Brasil USD 569,39 miliar
Â
India USD 560,03 miliar
Â