Latar Belakang
Akuntansi dapat diartikan sebagai suatu teknik pencatatan, klasifikasi, dan peringkasan, dan hasil akhirnya adalah informasi tentang seluruh aktivitas keuangan perusahaan (Ismail, 2010). Hasil akhir dari proses akuntansi adalah laporan keuangan. Ini termasuk laporan laba rugi, laporan perubahan modal, neraca, dan laporan arus kas. Tujuan akuntansi  dalam laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi pihak-pihak tertentu, yang menjadi dasar pengambilan keputusan bisnis. Namun, staf yang tepat juga diperlukan saat memilih dan membuat keputusan bisnis. Karyawan merupakan sumber daya perusahaan yang  harus digunakan secara efektif, efisien, dan manusiawi.
Akuntansi dalam dunia bisnis dapat diartikan sebagai bahasa bisnis. Ini mengacu pada kegiatan bisnis di dunia baik individu maupun perusahaan besar, menggunakan akuntansi hampir secara eksklusif untuk membuat perhitungan dan keputusan terkait dengan bisnis yang mereka lakukan.
Akuntansi juga dapat diartikan sebagai seni, catatan transaksi keuangan. Ini mencakup kegiatan atau proses untuk mengidentifikasi, mencatat, mengklasifikasikan, memproses, dan menyajikan data yang terkait dengan keuangan atau transaksi, dengan tujuan agar mudah digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat. .. Buat itu bisa dimengerti.
Identifikasi Masalah
Akuntansi adalah suatu teknik yang mencatat transaksi keuangan dan melakukan kegiatan atau proses yang mengidentifikasi, mencatat, mengklasifikasikan, mengolah, dan menyajikan data yang berkaitan dengan keuangan atau transaksi, sehingga mudah dipahami untuk mengambil keputusan yang tepat. Akuntansi dalam dunia bisnis disebut sebagai bahasa bisnis karena hampir semua kegiatan bisnis di dunia, baik individu maupun perusahaan besar, menggunakan akuntansi untuk membuat perhitungan dan keputusan yang berkaitan dengan bisnis yang sedang berjalan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah  di atas, saya merasa  menarik untuk membahas bagaimana akuntansi adalah sebuah seni. Oleh karena itu, pertanyaan dalam esai ini adalah bagaimana menggunakan metode penelitian interpretif dan semiotik untuk menggali makna akuntansi sebagai seni.
Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu
Seni adalah keterampilan yang membutuhkan emosi, intuisi, pengalaman, bakat, dan penalaran, yang bersama-sama membentuk kebijaksanaan. Akuntansi sebagai Seni Akuntansi adalah seni pencatatan transaksi keuangan, khususnya dalam akuntansi, seni ini terlihat seperti ini: Suatu bentuk keahlian dan pengalaman untuk memilih perlakuan atau kebijakan terbaik untuk mencapai  tujuan akuntansi (di tingkat perusahaan atau pemerintah) dengan mempertimbangkan faktor nilai (moral, ekonomi, sosial).
Akuntansi adalah seni yang merupakan bidang pengetahuan, keterampilan, keahlian dan kerajinan yang bertumpu pada penguasaan pengetahuan dan praktik.
Akuntansi juga merupakan teknik untuk mencatat, mengklasifikasikan, dan meringkas transaksi dan peristiwa yang bersifat keuangan dan menafsirkan hasilnya dengan cara tertentu, dalam  satuan mata uang. Lantas mengapa akuntansi disebut seni karena bisa dilihat dari cara penerapannya?
Ada banyak cara untuk mencatat transaksi keuangan  dalam akuntansi. Yaitu, pencatatan perdagangan dalam jurnal umum,  pencatatan transaksi dalam jurnal pembelian  dan pengeluaran, dan banyak contoh teknik pencatatan transaksi keuangan lainnya. Seni transaksi keuangan dapat diartikan sebagai siklus akuntansi keuangan, tetapi mengapa diartikan sebagai seni pencatatan transaksi keuangan? Karena siklus akuntansi adalah  proses pembuatan laporan keuangan akuntansi, siklus akuntansi keuangan dapat diartikan sebagai bagian dari teknik perakitan dan pencatatan semua transaksi keuangan yang terdapat dalam pembukuan. Hal ini dikarenakan siklus akuntansi memiliki tahapan untuk mencatat transaksi dalam jurnal, dan  siklus akuntansi memiliki tahapan yang lebih banyak. Akuntansi sebagai teknik pencatatan transaksi keuangan sangat banyak digunakan dalam dunia bisnis dan industri. Peran akuntansi juga dapat diterapkan pada bidang pemerintahan, politik, masalah sosial, budaya dan organisasi lainnya.
Desain dan Metode Penelitian
penggunaan kata"hermeneutika"merupakan bentuk singular dari bahasa Inggris, hermeneutics dengan huruf "s", dalam transliterasi Indonesia disertakan huruf "a" sehingga menjadi "hermeneutika". Dengan memilih istilah "hermeneutika", menurut Palmer (2003), memiliki keuntungan antara lain: dapat menunjuk kepada bidang hermeneutika secara umum, dan membedakan spesifikasi. Misalnya, Hermeneutik HansGeorg Gadamer membedakannya dengan bentuk adjektif "Hermeneutik"(hermeneutic tanpa hurup "s") atau "henneneutis" (hermeneutical). Oleh sebab itu,"hermeneutik" cenderung terdengar sebagai adjektif, kecuali disertai "the". Kata "hermeneutika" (hermeneutics) merupakan kata benda (noun).Kata ini mengandung tiga arti : (1) ilmu penafsiran, (2) ilmu untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam katakata dan ungkapan penulis, dan (3) penafsiran yang secara khusus menunjuk kepada penafsiran kitab suci (Faiz, 2003:21). Tapi F Menurut Budi Hardiman, kata "hermeneutika" dapat didefinisikan dalam tiga pengertian: (1) Ekspresikan pemikiran Anda dalam kata-kata, terjemahkan, dan bertindak sebagai juru bahasa. (2) Upaya pengalihan dari  bahasa asing yang  tidak masuk akal ke  bahasa lain yang dapat dipahami oleh pembaca. (3) Peralihan ekspresi pikiran yang tidak jelas diubah menjadi ekspresi yang jelas (Faiz, 2003: 22). Oleh karena itu, "hermeneutika" dalam kegiatan penafsirannya selalu mengacu pada tiga unsur: (1) tanda, pesan, atau teks yang menjadi sumber atau sumber interpretasi yang terkait dengan pesan yang dibawa oleh Herms. (2) Interpreter atau juru bahasa (Hermes); (3) Penyampaian pesan  oleh  perantara agar penerima dapat mengerti dan  menerima (Faiz, 2003: 21).
Hermeneutika pada awal perkembangannya lebih cenderung sebagai gerakan eksegesis di kalangan gereja, kemudian berkembang menjadi "filsafat penafsiran" yang dikembangkan oleh F.D.E. Schleiermacher. Ia dianggap sebagai "Bapak Hermeneutika Modem" sebab membakukan hermeneutika menjadi metode umum 11 interpretasi yang tidak terbatas pada kitab suci dan sastra. Kemudian, Wilhelm Dilthey mengembangkan hermeneutika sebagai landasan bagi ilmu kemanusiaan (Geisteswissenschaften). Setelah itu, HansGeorg Gadamer mengembangkan hermeneutika menjadi metode filsafat, terutama di dalam bukunya yang terkenal Truthand Method. Selanjutnya, hermeneutika lebih jauh dikembangkan oleh para filosof, seperti Paul Ricoeur, Jurgen Habermas, dan Jacques Derrida. Perkembangan hermeneutika ini merambah ke berbagai kajian keilmuan. Ilmu yang terkait erat dengan kajian hermeneutika adalah ilmu sejarah, filsafat, hukum, kesusastraan, dan ilmu pengetahuan tentang kemanusiaan. Sekalipun hermeneutika mengalami perkembangan pesat sebagai "alat menafsirkan" berbagai kajian keilmuan, namun demikian jasanya yang paling besar ialah dalam bidang ilmu sejarah dan kritiks teks, khususnya kitab suci (Faiz, 2003). Dalam perkembangannya, hermeneutika mengalami perubahanperubahan. Gambaran kronologis perkembangan pengertian dan pendefinisian Hermeneutika dengan lengkap diungkapkan oleh Richard E. Palmer ditampilkan dalam bukunya "Theory of Hermeneutics by Schlermacher, Dilthey, Heidegger and Gadamer" (1969). Buku ini diterjemahkan oleh Musnur Hery menjadi The New Hermeneutic Theory of Interpretation (2003). Di dalam buku, Palmer (2003:33) membagi perkembangan hermeneutika menjadi enam kategori, yakni sebagai berikut.
(1) Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci
(2) Hermeneutika sebagai metode filologi
(3) Hermeneutika sebagai pemahaman linguistik,
(4) Hermeneutika sebagai fondasi dari ilmu kemanusiaan
(5) Hermeneutika sebagai fenomenologi desain
(6) Hermeneutika sebagai sistem interpretasi.
Pembahasan
1. Akuntansi sebagai seni model Hermeneutika
Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti akuntansi seharusnya menggunakan metode penelitian yang berakar pada sosiologi atau antropologi, bukan positivis. Para peneliti awal mulai memperkenalkan studi akuntansi dengan menggunakan metode etnografi berdasarkan perspektif interaksi simbolik yang berakar pada filosofi interpretasi (Triyuwono, 2000). Dengan menerapkan metode ini, peneliti akuntansi diharapkan memiliki pemahaman yang jelas tentang realitas  antara akuntansi, lingkungan dan budaya organisasi.
Perkembangan ini sangat penting untuk dicermati dalam konteks penelitian akuntansi di Indonesia. Di Indonesia,  untuk mengungkapkan secara mendalam realitas dan fenomena yang sedang terjadi, Indonesia menampilkan berbagai adat, suku, budaya, dan agama. Untuk itu, peneliti akuntansi  Indonesia diharapkan membuka pintu bagi metode penelitian yang dikembangkan di bidang sosiologi dan antropologi. Tulisan ini berusaha memberikan penjelasan yang jelas dan rinci tentang metodologi hermeneutik dalam paradigma interpretasi penelitian akuntansi.
Hermeneutika yang terperinci dapat memberikan kerangka metodologis untuk memandu pelaksanaan analisis budaya dalam konteks pemahaman. Selain itu, dalam analisis ideologis yang dikemukakan Thompson, ia juga memperhatikan bentuk-bentuk simbol yang berkaitan dengan konteks sosial historis. Oleh karena itu, analisis metodologis ideologi  dapat dikatakan sebagai bentuk khusus dari hermeneutika yang mendalam. Tapi kami memperhatikan keterkaitan makna dan kekuatan. Cara simbol digunakan untuk membangun dan memelihara hubungan dominasi,  analisis ideologis membayangkan sesuatu yang lain yang penting secara pribadi. Ini menimbulkan pertanyaan baru tentang penggunaan  dan interpretasi bentuk simbolik, hubungan antara introspeksi dan kritik.
Sebuah kajian rinci dan pengantar hermeneutika, namun sebuah pernyataan mendasar: Subjek utama penelitian kami adalah ranah interpretasi, mengenali bagaimana sebuah  subjek yang terdiri dari ranah subjek dan ranah memaknai penanda. . Dengan kata lain, hermeneutika kehidupan sehari-hari merupakan titik tolak dan tidak dapat dihindari dengan pendekatan hermeneutika yang mendalam.
2. Akuntansi sebagai seni Model Semiotika
Ada dua tokoh penting dalam semiotika: Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Semiotika sendiri sebenarnya lebih awal dari itu, namun keduanya dianggap sebagai  dasar dari konsep semiotika. Selain itu, banyak simbolis telah mengembangkan metode analisis simbolik ini berdasarkan apa yang diusulkan oleh Saussure dan Pierce.
Saussure mengajukan dua konsep semiotika: signifikan dan signifikan. Keduanya adalah fitur dari "tanda". Oleh karena itu, setiap "karakter" memiliki elemen "pengidentifikasi" dan "pengidentifikasi". Signifikan adalah konsep akustik atau nada suara. Signifian adalah konsep spiritual. Contoh: Citra spiritual suatu entitas dengan ciri-ciri sebagai berikut: berkaki empat, berbulu, setia, berlimpah di rumah, tidak berkaki, dianggap najis dalam agama tertentu. Istilah spiritual menyatu dengan istilah akustik "anjing". Artinya, ada tanda-tanda menggabungkan konsep akustik "anjing" dengan konsep mental makhluk tertentu.
Pierce, sedikit berbeda dengan Saussure. Ia mendefinisikan semiotik sebagai
"...action, or influence, which is, or involves, a cooperation of three subjects, such as a sign, its object, and its interpretant, this tri-relative influence not being in any way resolvable into actions between pairs."
Oleh karena itu, ketika Saussure menjelaskan bahwa tanda memiliki penanda dan unsur penanda, Pierce justru berpendapat bahwa semiotika memiliki tiga hal penting  yang dapat dijelaskan dari segi penanda, objek, dan interpretasi. Sebuah tanda yang mirip dengan apa yang digambarkan Saussure dalam representasi simbolik. Dengan kata lain, kata "anjing" adalah tanda. Subjeknya adalah anjing itu sendiri, yang bisa hidup, berjalan dan mengunyah. Penerjemah, di sisi lain, mirip dengan konsep spiritual Saussure.
Semiotika. Itu tergantung pada kekuatan untuk menghubungkan satu sama lain. Misalnya, Tarot bergantung pada sinkronisitas dan karena itu bekerja  pada prinsip-prinsip semiotika. Baik sinkronisasi antara simbol pada peta dan simbol arkais, maupun antara wacana dan klien. Kenyataannya, ini sering digambarkan oleh Vincent dan Leo sebagai kerangka ilmiah untuk "prediksi". Padahal, aspek sinkronis dan diakronis semiotika memiliki banyak kesamaan dengan hukum validitas dan reliabilitas dalam sains, sehingga apa yang dilakukan dapat ditempatkan dalam konteks ilmiah.
Semiotika juga membutuhkan beberapa kemahiran untuk mencapai akurasi. Mereka yang baru belajar sebagian akan kesulitan menerapkan metode ini. Semiotika membutuhkan pembelajaran yang ekstensif. Itulah sebabnya  psikologi tidak cocok dengan metode semiotika ini, karena mengecualikan yang lain sebagai hal-hal yang tidak perlu diperdalam, seperti filsafat dan sosiologi. Semiotika membutuhkan pemahaman tentang tanda dan tanda itu sendiri serta mempelajari akar dari mengamalkannya dalam kehidupan, sehingga tidak ada cara lain selain mempelajari manusia. Juga, sayangnya, kita perlu mencoba memahami filosofi dan budaya masyarakat di luar sains. psikologi.
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed Riahi, 2007. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat Jakarta
Gaffikin, M.J.R, 1991. Redefining Accounting Theory. Proceeding of The Second South East Asia University Accounting Teachers Conference di Jakarta 21-23 Januari.
Grady, Paul, 1965. Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises. Accounting Research Study No. 7, New York: AICPA, pp 2-5
Thompson, J.B. Hermeneutics & The Human Sciences. New York: Cambridge University Press.
Triyuwono, Iwan. 2000. Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Metodologi Penelitian. Malang: Universitas Brawijaya.
http://disastermanagement-wahid.blogspot.com/2013/04/hermeneutika-dan-semiotika.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H