Mohon tunggu...
KKN 51 GEJUGJATI UINSA
KKN 51 GEJUGJATI UINSA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Akun KKN 51 UINSA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kesadaran Bersama Antar Umat Beragama untuk Menjaga Kelestarian lingkungan

15 Desember 2023   20:29 Diperbarui: 15 Desember 2023   20:43 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prinsip serupa juga diajarkan hampir di semua agama. Misalnya, konsep tikkun olam (memperbaiki dunia) dalam Yahudi, konsep Khalifatullah dalam Islam, sacramental universe dalam Katolik, panentheism dalam Hindu, hingga konsep kenetralan dan keseimbangan alam dalam Taoisme dan Confusianisme. Semua prinsip tersebut pada intinya menempatkan alam sebagai bagian integral dan tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Oleh sebab itu pelestariannya juga merupakan bagian dari ibadah dan pengabdian pada Tuhan Sang Pencipta.

Dengan menggali lebih dalam lagi ajaran-ajaran ekologis dalam setiap tradisi agama besar di dunia, maka dapat dirumuskan prinsip-prinsip ekoteologi yang dapat menjadi landasan bersama untuk aksi pelestarian lingkungan hidup. Prinsip-prinsip tersebut diharapkan mampu menjembatani perbedaan keyakinan demi tercapainya cita-cita mulia bersama yakni menjaga keberlanjutan kehidupan di planet bumi tercinta ini.

Agama memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran ekologis karena menyentuh ranah spiritualitas manusia. Seruan dan ajakan para pemimpin agama dipercaya memiliki pengaruh kuat untuk menggerakkan umatnya melakukan perlindungan lingkungan. Kegiatan-kegiatan keagamaan seperti khotbah, pengajian, atau retret spiritual juga dapat dimanfaatkan untuk menyosialisasikan pesan-pesan ekologis. Untuk membangun kesadaran bersama antar umat beragama dibutuhkan peningkatan dialog dan kerja sama lintas iman. Dialog antar pemuka agama dari berbagai keyakinan penting untuk saling belajar tentang nilai-nilai ekologis dalam masing-masing tradisi spiritual mereka. Dialog juga membangun saling pengertian dan menghilangkan prasangka yang kerap menjadi penghalang kerja sama.

Terakhir, pemimpin dan tokoh agama beserta jemaahnya juga disarankan menggencarkan gerakan konsumsi produk-produk ramah lingkungan. Misalnya lewat kampanye menggunakan tas belanja ramah lingkungan ketimbang kantong plastik sekali pakai, atau dengan menggalakkan penggunaan deterjen, sabun dan produk rumah tangga lainnya yang sudah bersertifikat ramah lingkungan. Dengan membudayakan gaya hidup hijau dalam seluruh aktivitas keseharian inilah kesadaran pelestarian lingkungan dapat semakin menguat di tengah masyarakat beragama.

Peran pemimpin agama dalam menggalang kesadaran umatnya untuk ikut serta dalam pelestarian lingkungan

Agama dapat berperan dalam menanggulangi krisis ekologi. Mary Evlyn Tucker dari Bucknel University menyatakan bahwa sains dan teknologi saja tidak cukup untuk mengatasi masalah lingkungan. Agama memiliki lima resep dasar untuk menyelamatkan lingkungan, yaitu Reference, Respect, Restrain, Redistribution, dan Responsibility. Agama adalah keyakinan yang dapat diperoleh dari teks suci dan kepercayaan masing-masing agama. Respect adalah penghargaan terhadap semua makhluk hidup sebagai makhluk Tuhan. Restrain adalah kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sesuatu supaya penggunaannya tidak mubazir. Redistribution adalah kemampuan untuk menyebarkan kekayaan melalui langkah dermawan seperti zakat dan infaq dalam Islam. Responsibility adalah sikap bertanggung jawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam.

Pada tahun 1986, World Wildlife Fund (WWF) mengadakan pertemuan di Assisi, Italia untuk mengumpulkan para pemimpin agama guna menghadapi krisis lingkungan dan konservasi alam yang terjadi di bumi. Pertemuan ini menghasilkan "Deklarasi Assisi" dimana masing-masing agama memberikan pernyataan tentang peran mereka dalam melestarikan alam. Para pemimpin agama menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dari ketidaktaatan, keserakahan, dan ketidakpedulian manusia terhadap karunia besar kehidupan.

Menurut Seyyed Hossein Nasr dalam Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man (London, 1976), krisis ekologi berkorelasi erat dengan krisis spiritual-eksistensial yang menerpa kebanyakan manusia modern. Karena menangnya humanisme-antroposentris yang memutlakkan si manusia, maka bumi, alam dan lingkungan diperkosa atas nama hak-hak manusia. Dan bagi manusia, alam telah menjadi layaknya pelacur (prostitute) yang dimanfaatkan tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya.

Para pemimpin agama menyatakan bahwa mereka melawan segala bentuk eksploitasi yang menyebabkan kerusakan alam yang kemudian mengancam kerusakannya. Mereka juga mendeklarasikan sikap untuk menghentikan kerusakan dan menghidupkan kembali serta menghormati tradisi lama mereka dalam melestarikan alam. Bagi para pemimpin agama, kesadaran terhadap lingkungan bukan merupakan suatu yang baru karena inisiatif pertama kali dilakukan di Assisi pada tahun 1986.

Pentingnya peran agama dalam membendung arus materialisme yang melanda dunia saat ini disoroti dalam teks ini. Namun, pendidikan agama dan pelaksanaan ibadah saat ini cenderung lebih fokus pada pengembangan daya akal dan jasmani, sementara pengembangan daya rasa atau hati nurani tidak mendapat perhatian yang cukup. Ibadah juga sering dilakukan secara formalistis, verbalistis, dan mekanis sehingga tujuan untuk membina hati nurani manusia tidak tercapai secara maksimal.

Pendidikan agama yang bercorak intelektualistis dan pelaksanaan ibadah yang formalistis tidak mampu membina hidup keruhanian dan moral umat. Oleh karena itu, para agamawan harus menekankan kembali pentingnya kehidupan ruhani dan pendidikan moral agama untuk memperkecil bahaya intelektualisme dan materialisme yang merusak lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun