Tapi lupakanlah!
Dunia kita telah pergi menemui sesepuhnya.
Di sini aku akan mengaji asing dan sunyi
Setelah mengkaji kesabaran berulang-ulang.
Sementara di sini ku begitu, aku selalu berdoa di sana kau serupa daun yang setiap pagi mendapat ucapan "selamat pagi" dari embun dan menerima salam darinya bahwa bunga di singgasana sedang merindukanmu. Itu aku, Al!.
***
Aku tak pernah memaknai ini diam. Aku hanya ingin menghargai dirimu yang selalu diam tiap kali ku bertanya padamu, apakah kau pernah mencintai seseorang?.Â
Aku tahu apa yang kau rasakan begitu mulia. Rasa ini terlalu sempurna. Mungkin aku naif, jika aku memungkirinya. Namun ini bukan rasaku, bukan sesuatu yang kucari dari dirimu.Â
Kesyahduan dan keindahan selalu fana, namun bagiku kau sederhana. Kau adalah bahasa tubuh yang bersahaja, disusun dari huruf-huruf hanacaraka hujan dan kemarau. Aku selalu memuji tiap kata yang kau ucap dengan ketulusan.Â
Namun sampai saat ini yang kutahu kau adalah seorang pendiam. Maka jangan salahkan aku bila kau menilai akulah yang membiarkanmu resah dalam diam yang kau cipta sendiri.
Sekali lagi... maafkan aku, Ra.