Begitu mendengar senandung suaranya, burung-burung berhenti dari terbangnya di antara lapisan langit, dan senyum pun menjelma eukaliptus senja di bibirku.Â
Ya... aku terlalu senang kembali bertukar sapa dengannya dan bercakap tentang rindu yang lama menetap di ruang jiwaku. Aku bahagia ketika kutahu dirinya baik-baik saja.
Aku selalu berharap rindu yang sama di hatinya. Sungguh, yang kuharap hanya kepastian bagi waktu untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi antara diriku dan dirinya.
Al, masih belum cukupkah waktumu untuk diam dan membiarkanku terlunta dalam cinta yang seharusnya kekal? Aku masih belum bisa membaca dan memahami karaktermu seutuhnya. Aku butuh banyak waktu untuk mempelajarinya dan membuatmu sadar bahwa aku membutuhkanmu, Al.
Dari yang tak terungkapkan, aku ingin terbang bersama sekawanan burung di langit sana. Lalu pada gumpalan awan putih, pada kabut yang mengepungku, akan kutemui dirimu dan berharap kau menyambutku penuh arti. Akan kusadur tiap kata yang terucap pada kasidah yang kunamakan diam agar setitik demi setitik ragu tersingkap dari wajahmu yang papah.
Kira Alfaet, catatlah ini :
Seperti bunga-bunga yang tertunduk,
Daun-daun yang menguning oleh usia.
Demikianlah kutempatkan diriku sesepi ini.
Kulihat semburat awan yang abu-abu
Langit retak sementara karena keluguan.