Mohon tunggu...
Artani Hapsari
Artani Hapsari Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Berpraktik sehari-hari di Lembaga Psikologi Insania Indonesia Gresik. Tertarik pada bidang ilmu psikologi, terutama psikologi remaja dan dewasa awal. Semoga tulisan yang saya bagikan dapat bermanfaat :)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Khawatir Sakit di Masa Pandemi, Wajarkah?

11 Oktober 2020   12:10 Diperbarui: 11 Oktober 2020   12:29 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu lalu saya berkesempatan mendampingi kelompok pengajian istri karyawan dari satu perusahaan tertentu yang tinggal di satu komplek perumahan. 

Di lingkungan perusahaan ini, terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan sehingga akses jalan menuju komplek dan gedung perkantoran sempat ditutup total untuk umum. 

Kondisi para istri ini sendiri beragam. Ada yang suaminya dinyatakan positif, ada yang tetangga samping rumahnya positif, ada pula yang asisten rumah tangganya dinyatakan positif.

Salah satu istri ada yang mencoba untuk menghubungi saya secara pribadi. Beliau bercerita bahwa salah satu rekan kerja yang satu ruangan dengan suaminya baru saja dinyatakan positif malam sebelumnya. Begitu mendengar kabar itu, ibu ini mengatakan sekujur tubuhnya mendadak kaku. 

Banyak sekali ketakutan yang muncul di dalam kepalanya. Apakah suaminya tertular? Kalau iya, lalu otomatis dirinya juga tertular karena kontak dekat dengan suaminya. 

Lalu bagaimana dengan anaknya yang masih balita? Semua pertanyaan tersebut muncul bersamaan. Ketika menunggu hasil swab test sang suami yang sudah dikarantina, beliau mengalami demam tinggi hingga 39°C. 

Dadanya sesak, kepalanya sakit, seluruh tulang dalam tubuhnya terasa nyeri, dan tidur pun gelisah. Beliau menitipkan anaknya kepada asisten rumah tangga dan tidak membiarkan anaknya mendekat. 

Saat itu juga, beliau percaya bahwa dirinya telah terjangkit virus ini, namun menolak untuk memeriksakan diri karena takut akan dikarantina. Setelah menunggu selama 2 hari, hasil swab test suami pun muncul dan akhirnya dinyatakan negatif. 

Setelah mendengar berita tersebut, ibu ini merasa seluruh tubuhnya lemas. Beribu-ribu ucapan syukur ia ucapkan sambil berbaring di atas ranjangnya dan kemudian tertidur hingga 3 jam kemudian. 

Saat terbangun, suhu tubuhnya turun hingga 37,6°C. Dadanya tidak lagi sesak, tulang dan persendiannya tidak lagi ngilu. Beliau ingat betul bahwa selama 2 hari demam, hanya satu kali beliau meminum obat penurun panas. Asisten rumah tangganya pun heran beliau bisa sembuh dalam hitungan jam setelah suaminya dinyatakan negatif.

Cerita yang sama juga datang di ruang praktik saya. Seorang wanita berusia awal 30-an mengeluhkan dadanya nyeri, berdebar-debar, dan sering muncul keringat dingin. Keluhan ini muncul setelah suaminya memperoleh hasil reaktif dari rapid test yang diadakan oleh kantornya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun