Beberapa minggu lalu saya berkesempatan mendampingi kelompok pengajian istri karyawan dari satu perusahaan tertentu yang tinggal di satu komplek perumahan.Â
Di lingkungan perusahaan ini, terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan sehingga akses jalan menuju komplek dan gedung perkantoran sempat ditutup total untuk umum.Â
Kondisi para istri ini sendiri beragam. Ada yang suaminya dinyatakan positif, ada yang tetangga samping rumahnya positif, ada pula yang asisten rumah tangganya dinyatakan positif.
Salah satu istri ada yang mencoba untuk menghubungi saya secara pribadi. Beliau bercerita bahwa salah satu rekan kerja yang satu ruangan dengan suaminya baru saja dinyatakan positif malam sebelumnya. Begitu mendengar kabar itu, ibu ini mengatakan sekujur tubuhnya mendadak kaku.Â
Banyak sekali ketakutan yang muncul di dalam kepalanya. Apakah suaminya tertular? Kalau iya, lalu otomatis dirinya juga tertular karena kontak dekat dengan suaminya.Â
Lalu bagaimana dengan anaknya yang masih balita? Semua pertanyaan tersebut muncul bersamaan. Ketika menunggu hasil swab test sang suami yang sudah dikarantina, beliau mengalami demam tinggi hingga 39°C.Â
Dadanya sesak, kepalanya sakit, seluruh tulang dalam tubuhnya terasa nyeri, dan tidur pun gelisah. Beliau menitipkan anaknya kepada asisten rumah tangga dan tidak membiarkan anaknya mendekat.Â
Saat itu juga, beliau percaya bahwa dirinya telah terjangkit virus ini, namun menolak untuk memeriksakan diri karena takut akan dikarantina. Setelah menunggu selama 2 hari, hasil swab test suami pun muncul dan akhirnya dinyatakan negatif.Â
Setelah mendengar berita tersebut, ibu ini merasa seluruh tubuhnya lemas. Beribu-ribu ucapan syukur ia ucapkan sambil berbaring di atas ranjangnya dan kemudian tertidur hingga 3 jam kemudian.Â
Saat terbangun, suhu tubuhnya turun hingga 37,6°C. Dadanya tidak lagi sesak, tulang dan persendiannya tidak lagi ngilu. Beliau ingat betul bahwa selama 2 hari demam, hanya satu kali beliau meminum obat penurun panas. Asisten rumah tangganya pun heran beliau bisa sembuh dalam hitungan jam setelah suaminya dinyatakan negatif.
Cerita yang sama juga datang di ruang praktik saya. Seorang wanita berusia awal 30-an mengeluhkan dadanya nyeri, berdebar-debar, dan sering muncul keringat dingin. Keluhan ini muncul setelah suaminya memperoleh hasil reaktif dari rapid test yang diadakan oleh kantornya.Â