Di sisi lain, ada juga pengenalan jasmani, pengenalan yang bersifat: tidak tetap dan berubah. Pengenalan jenis ini tidak menghasilkan kepastian. Plato menamakannya doxa (Pendapat, opinion). Sudah jelas bahwa pengenalan ini dicapai dengan pancaindra.
C.Ajaran Tentang Jiwa
1.Kebakaan Jiwa
Plato menganggap bahwa jiwa sebagai pusat atau inti sari kepribadian manusia. Dalam anggapannya tentang jiwa, Plato tidak hanya dipengaruhi oleh Sokrates, namun juga dipengaruhi oleh Orfisme dan madzhab pythagorean. Salah satu argumen yang ia pakai adalah terdapat kesamaan antara jiwa dan ide-ide. Dengan itu ia menuruti prinsip yang mempunyai peranan dalam filsafat Yunani sejak Empedokles, yakni "yang sama mengenal yang sama". Plato menganggap bahwa jiwalah yang mengenal ide-ide, maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwa pun mempunyai sifat yang sama seperti pada ide. Lalu pada akhir dialog Gorgias, diterangkan bahwa sesudah kematian semua jiwa akan diadili.
2.Mengenal sama dengan Mengingat
Bagi Plato jiwa bukan saja bersifat baka, melainkan juga bersifat kekal, karena sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum jiwa bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami pra-eksistensi, di mana ia memandang Ide-Ide. Itu mengapa ia menganggap bahwa pengenalan sama dengan pengingatan (anamnesis) akan ide-ide yang sudah dilihat pada waktu pra-eksistensi itu.
3.Bagian-Bagian Jiwa
Dalam Politeia kita dapat membaca bahwa jiwa terdiri dari tiga "bagian", kata "bagian" di sini (Plato memakai kata: mere) harus dipahami sebagai "fungsi". Bagian pertama ialah "bagian rasional" (to logistikon). Bagian kedua "bagian keberanian" (to thymoeides). Dan bagian ketiga "bagian keinginan" (to epithimetikon). Bagian keberanian bisa diartikan sebagai kehendak, sedangkan bagian keinginan sebagai hawa nafsu.
Di sisi lain Plato
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H