Relakan sajalah
Sesaat akan retak pula hatiku
Memandang adinda cantik nan jelita
Â
Â
Â
Tekad Pelatih Kuda Menari
Penulis berjumpa dengan I Sulu, seorang pelatih kuda penari di kampung itu, tepatnya di Dusun Massanra, Desa Bonne, Kecamatan Mapilli, Polman: "Iyya tu'u sayyang pattunduk, dipacoa pai ada'ada'na", tutur I Suluq. Lelaki langka itu, bertekad merawat warisan budaya lokal yang nyaris punah. Tempo ritmik sang kuda penari itu, telah dilatihkan, di kesunyian malam, di tempat khusus pula. Inilah magnet inspirasi bagiku, untuk menuliskannya di Kompasiana ini. Miracle! Kuda menari itu, dimantra-mantra, dielus-elus tujuh kali, dibacakan doa-doa keselamatan dan kelembutan agar gerakannya menawan. Telapak tangan memukul-mukul ringan kaki-kaki sang kuda untuk bergerak.
Bila di tanah kelahiranku itu, orang-orang tertentu memilih pekerjaan dan jualan jasa semisal panjat kelapa berbayar, mengupas kelapa pun berbayar, bercocok tanam padi bergaji, menyiangi pohon di perkebunan, jualan atap rumbia dan seterusnya, semuanya berbayar demi mempertahankan hidup. Namun, bagi I Suluq, ia memilih pekerjaan unik-langka-kurang peminta! Yakni; memelihara kuda penari sekaligus bertekad merawat budaya etnik Mandar yang menurutnya, termaktub nilai-nilai kehidupan dan spiritual di balik atraksi kuda penari. Dipersembahkan pada saban upacara tradisional menunggang kuda cantik. Tentunya!
Saat penulis mencoba ajukan pertanyaan soal berapa bayaran yang diterima saat melayani permintaan warga untuk sebuah prosesi adat dengan menggunakan jasa kuda penarinya, I Suluq menjawab: "Alhamdulillah, andiani upikkirri sa'apa nabeiyaq. Sukkur sannlaq mua diang to tamma mangngaji. Apa ite'e dzi'e maiddin nanaeke andiang masiri muwaq andiani tammaq mangngaji". (Alhamdulillah, saya tiada memikirkan berapa upah. Saya bersyukur bila ada anak-anak tamat mengaji sebab jaman sekarang banyak anak-anak tidak malu kalau tidak tahu baca Al Qur'an).