Mohon tunggu...
Muhammad Armand
Muhammad Armand Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Sultan Hasanuddin

Penyuka Puisi-Kompasianer of The Year 2015

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Trik Menulis Opini, Kompasianer Wajib Baca Ini

6 April 2014   15:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:00 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berikut beberapa hal yang harus menjadi perhatian Kompasianer yang gemar menulis opini:

Spesialisasi

Apa keahlian Anda? Topik apa yang Anda paling kuasai dari berbagai jenis menulis yang Anda suka? Tilikan psikologik, telah dipaparkan bahwa setiap penulis memiliki kesukaan lebih dari satu jenis menulis. Kompasianer pun demikian, bisa ber-opini soal medis, mampu menulis soal pendidikan, sanggup layangkan artikel bertema politik. pun mumpuni menyebarkan gagasan soal kuliner, sosial budaya, kesenian, fiksi, humor, remaja, dan perkara asmara. Kukatakan saja, Kompasianer itu serba bisa, multi talenta. Itulah yang disebut TREND alias kecenderungan. Anda wajib percaya kepadaku bahwa dari puluhan jenis rubrik yang kita sukai, maka hanya satu jenis tulisan yang paling Anda kuasai.

***

Opini itu mirip tulisan ilmiah, tatakan bahasa saja yang sedikit berbeda, sebab tulisan ilmiah rada-rada berat dipahami, istilahnya -umumnya- sophisticated. Kenapa bisa begitu? Jawabnya: segmen pembacanya homogen. Beda dengan opini di media massa atau di blog Kompasiana, pembacanya teramat variatif. Di sini dibutuhkan kejelian dalam berkomunikasi, memerlukan skill penggunaan bahasa, karena kelewat tinggi bahasanya, akan susah dijangkau oleh pembaca yang watak dasarnya pengen santai membaca, pengen relaksasi, dan tak perlu jidat berkerut-kerut.

Di sisi lain, bahasanya kelewat 'rendah' mengesankan penulis opini ini 'ngasal', sehingga pembaca yang pernah membaca artikel 'ngasal' menjadi trauma kecil untuk bertandang kembali atas tulisan baru kita. Artikel ringan tentu beda dengan tulisan 'ngasal'. Artikel ringan itu identik dengan kesederhanaan bahasa, soal topiknya hard atau soft, di situ bukan masalahnya. Masalahnya, sanggupkah kita menyederhanakannya dalam deretan paragraf yang komunikatif? Mampukah kita ungkapkan bahasa yang mudah dicerna, gampang dimengerti dan cepat dipahami pembaca?

Riset

Riset (research) artinya penelitian, melihat kembali, mencermati ulang, seksama. Opini itu, kita memberi gagasan-gagasan terhadap peristiwa, pendapat orang lain, kejadian faktual. Opini penulis, menghadirkan kesetujuan dan ketidaksetujuan atas suatu fakta atau berita. Tarulah kita membaca berita soal TKI di Indonesia, Menteri A berkata bahwa TKI itu skillnya rendah dengan beragam bukti yang disodorkan sang menteri. Kita boleh tidak setuju dengan pendapat Menteri A itu, bantahlah pendapatnya dengan argumentasi yang kuat, seperti: "Keterampilan TKI tidak rendah, sebab mereka telah diberi training, lagipula pelatihan-pelatihan itu telah diberikan di tanah air dan disesuaikan negara mana yang dituju. Bila Menteri A mengeluarkan pernyataan seperti itu, maka itu blundernya pemerintah, mengapa mengirim TKI yang nyata-nyata sudah dinyatakan keterampilannya rendah, yang loloskan mereka siapa? Tentu pemerintah kita juga. Karena tidak melakukan penyaringan yang ketat, istilahnya asal kirim"

Begitupun di artikel medis, soal mengkonsumsi air 8 liter sehari, ada yang setuju, pun ada yang tak setuju. Soal pemberian vaksin, ada yang yang setuju, pun ada yang menolaknya. Karena kita masing-masing memiliki hak berpendapat, memberi apresiasi, mendeskripsikan pikiran dan menyalurkan gagasan.

***

Pandangan kita ini, juga bisa didebat oleh pembaca, sebab jika ada artikel opini yang bebas bantahan dari pembaca/orang lain, maka yakinlah, itu bukan opini tetapi itu 'Kitab Suci'. Maksud saya, 'opini' Tuhan tak dapat dibantah oleh manusia. Wahyu Tuhan dapat dipertanyakan namun tak diizinkan untuk dibantah. Tuhan itu absolut. Tetapi selama itu opini manusia, maka manusia lain dapat mendebatnya, membantahnya, sebab manusia itu sederajat, boleh saling meluruskan, saling bertukar pendapat dan saling memerkayakan pendapat dengan beragam sudut pandang dan medan perseptual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun