Mohon tunggu...
Abahna Gibran
Abahna Gibran Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pembaca

Ingin terus menulis sampai tak mampu lagi menulis (Mahbub Djunaedi Quotes)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Anak Didik, Pendidik, dan Sistem Pendidikan

25 November 2019   19:46 Diperbarui: 25 November 2019   20:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba anak yang disebut tidak bisa membaca itu berlari menerobos hujan. Tanpa pamit, atawa juga mengajak pergi dua temannya itu.

Saya hanya geleng-geleng kepala. Lalu, kami para orang tua pun terlibat obrolan maslah pendidikan di kampung kami.

Kenyataan seperti yang tadi disaksikan memang merupakan salah satu fenomena dalam dunia pendidikan tingkat dasar. Khususnya di pelosok. Bisa jadi di seluruh negeri ini seperti itu juga.

Meskipun anak didik banyak tertinggal pelajarannya, entah karena malas belajar entah disebabkan faktor lain, pihak sekolah, dalam hal ini para guru tetap saja di ahir tahun pelajaran menaikkan anak tersebut ke jenjang kelas selanjutnya.

Sehingga bagaimana jadinya apabila sampai tamat sekolah dasar, dan anak didik tersebut belum juga bisa membaca, namun tetap saja oleh pihak sekolah diberikan ijazah kelulusan?

Selain itu saya pun tidak menutup mata dengan para pendidik sendiri. Misalnya di setiap jelang akhir tahun pelajaran, uang tabungan anak didik yang biasa saban hari dikumpulkan oleh wali kelas masing-masing, biasanya harus dibagikan, atawa dikembalikan kepada masing-masing anak didik.

Namun entah bagaimana, uang tabungan anak didik itu seringkali tidak tepat waktu dibagikannya. Bahkan di antaranya seringkali juga anak didik sudah duduk di bangku SMP, uang tabungan pun baru diberikan kepada yang bersangkutan oleh mantan wali kelasnya.

Tidak jarang pula karena bisa jadi orang tua sangat membutuhkan uang yang ditabungkan anaknya selama enam tahun belajar di sekolah dasar, dengan tujuan untuk biaya melanjutkan pendidikan ke SMP misalnya, tapi karena telat dibagikan oleh pihak sekolah, maka para orang tua itupun ramai-ramai berunjuk rasa.

Pernah terjadi di satu sekolah dasar, karena mungkin sudah merasa jengkel, para orang tua itu selain melabrak ke sekolah, mereka pun sampai berani membongkar rumah wali kelas bersangkutan, dan mengambil setiap barang berharga untuk diuangkan.

Para orang tua anak didik itu dalam omelannya sering terdengar menuding para guru cenderung "gila belanja". Terutama guru wanita yang banyak terlihat berpenampilan berlebihan. Baik itu dalam mengenakan perhiasan, maupun dengan pakaian yang harga bahannya lumayan mahal.

Hal tersebut bukan rahasia lagi memang. Masih banyak guru yang tidak sesuai dengan kata guru yang diartikan dengan patut digugu dan ditiru. Gaya hidup sederhana barangkali sudah dianggap usang oleh mereka. Sebaliknya pamer kekayaan, dan saling bersaing dengan rekan sejawat guru perihal duniawi sudah bukan hal yang tabu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun