Misalnya saja ketika Pemerintah DKI Jakarta berencana menata Pasar Tanah Abang. Sementara Haji Lulung memang dikenal sebagai pengusaha yang menguasai lahan parkir di kawasan pasar yang disebut terbesar di kawasan Asia Tenggara itu.
Lulung murka ketika Ahok diberitakan sempat berujar bahwa sulitnya penertiban Tanah Abang disebabkan adanya preman yang menjadi beking para pedagang liar di sana.
Belakangan Ahok membantah pernah merilis pernyataan macam itu.Â
Tapi apapun penjelasan Ahok, sebagai penguasa informal di Tenabang, Lulung merasa disindir.Â
Apalagi ketika Ahok menuding Lulung tak pantas jadi anggota DPRD jika tak paham Peraturan Daerah Ketertiban Umum yang dirancang dan disahkannya sendiri.
Akibat perseteruannya dengan Ahok itu pula, ketika menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, Haji Lulung bahkan pernah berkonflik dengan PPP terkait arah dukungan pada saat Pilgub DKI Jakarta beberapa tahun lalu.
Seperti diketahui, DPP PPP kubu Djan Faridz saat itu berencana akan memecat Lulung dan sejumlah kader PPP lainnya karena membelot mendukung Anies-Sandi.
Sikap itu dipandang bertentangan dengan keputusan DPP PPP kubu Djan yang secara konsisten mendukung pasangan Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat di Pilkada DKI Jakarta.
Perseteruan Itu Tidak Ada yang Abadi
Memang benar. Apa lagi di dalam dunia politik. Permusuhan dan pertemanan sepertinya tidak ada yang abadi. Dan yang menjadi tujuan utama adalah kepentingan. Entah kepentingan pribadi, golongan, maupun bangsa itu sendiri.