Sebagaimana juga halnya dengan Ahok dan Haji Abraham Lunggana ini.Â
Suatu ketika di hadapan masyarakat Ibukota, Ahok menyatakan, Haji Lulung adalah salah satu temannya. Hal itu diungkapkan mantan Bupati Belitung Timur tersebut dalam acara Lebaran Betawi yang dihadiri banyak Ormas Betawi. Lulung sendiri hadir sebagai Wakil Ketua Umum Bamus Betawi.
Ahok menyampaikan, tidak selamanya ia dan Lulung berbeda paham. Bahkan dianggapnya Haji Lulung sebagai "sparring partner" ketika membangun DKI Jakarta, dalam posisi dan hubungannya sebagai Gubernur dengan wakil rakyatnya.
Bahkan ketika kemarin, politikus PPP itu meninggal dunia, Basuki Tjahaja Purnama mengirimkan ucapan belasungkawa, juga sebuah karangan bunga kepada keluarga mendiang Haji Abraham Lunggana.
Hal itu pertanda perseteruan antara keduanya merupakan bias di panggung politik semata. Tidak ada kebencian dan dendam yang melekat di dalam dadanya.
Sementara itu, kita sebagai masyarakat awam, ketika menyaksikan perseteruan antara elit politik, masih saja terbawa emosi.
Seringkali terjadi lantaran hal itu, menimbulkan permusuhan yang berkepanjangan. Sebagaimana ekses dari Pemilukada DKI Jakarta, Pilpres 2014, dan juga Pilpres 2019. Sampai saat ini masih saja tercium aromanya.Â
Sebutan "Cebong" dan "Kadrun" masih juga terdengar, atau juga ditemukan di dalam linimasa suatu media sosial misalnya.
Padahal apa sih untungnya buat kita? Jangankan jadi anggota dewan, apa lagi jadi Bupati, Walikota, Gubernur, bahkan Presiden.
Paling banter dapat jatah nasi bungkus, atau kaos oblong murahan bergambar mereka, yang haus kekuasaan belaka. Sesudah terpilih, pernahkah pejabat itu datang menyapa dan menyambangi rumah kita?
 Oleh karena itu, sudahlah. Hentikan perseteruan itu. Tirulah Ahok dan mendiang Haji Abraham Lunggana...***