Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Catatan untuk Jenderal Andhika Perkasa Perihal Perseteruan TNI Vs Polri yang Masih Sering Terjadi

29 November 2021   15:22 Diperbarui: 29 November 2021   18:03 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenderal TNI Andhika Perkasa dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo (Sumber: cnnindonesia.com)

Baru saja dilantik sebagai Panglima TNI, Jenderal Andhika Perkasa harus dihadapkan dengan berbagai masalah.

Selain masalah gangguan keamanan seperti yang terjadi di Papua maupun di Poso, Sulawesi Tengah yang sejak lama belum juga diselesaikan, konflik perbatasan di perairan laut Natuna yang melibatkan beberapa negara yang juga menjadi pekerjaan rumahnya di kancah regional, baru-baru ini mantan KASAD inipun tak luput dari masalah "sepele" seperti percekcokan yang terjadi antara keluarga dari anggota TNI AD dengan keluarga salah seorang anggota DPR RI.

Yang tidak kalah menyita perhatian masyarakat, adalah insiden yang terjadi di Ambon, Maluku antara anggota TNI AD dengan anggota Polisi lalu lintas, dan - konflik yang terjadi di Mimika Papua antara anggota Kopassus dengan anggota Brimob.

Dua insiden terakhir yang disebutkan di atas tadi, sepertinya memang bukanlah sesuatu yang baru kali ini saja didengar publik. Perseteruan antara TNI dengan Polri boleh dibilang merupakan lagu lama yang terus terulang sejak Republik Indonesia ini berdiri hingga sekarang ini.

Adu jotos personal TNI dengan anggota Polisi lalu lintas di Ambon, maupun bentrokan anggota Kopassus dengan anggota Brimob di Mimika, Papua, memang seolah ucapan selamat datang kepada Panglima TNI yang baru, dan di belakangnya memberi pesan kuat agar konflik, bentrokan, perseteruan atau apalah namanya, yang sering terjadi antara aparat keamanan dan pertahanan kedaulatan negara ini, segera diselesaikan, dan jangan, sekali lagi: jangan terulang lagi di masa depan.

Memang benar. Sekilas bentrokan, atau konflik itu pemicunya adalah masalah yang dianggap sepele.

Sebagaimana yang terjadi di Ambon misalnya, lantaran anggota TNI yang tidak menerima sepeda motor keluarganya ditilang polisi yang sedang bertugas. 

Demikian juga dengan bentrokan anggota Kopassus dengan anggota Brimob di Mimika Papua, pemicunya adalah hanya karena harga rokok yang dianggap kemahalan.

Apakah memang benar hanya karena masalah "sepele" seperti itu saja hingga menimbulkan perselisihan, layaknya Tom dan Jerry saja hingga adu jotos dan bentrokan?

Apabila kembali menengok ke belakang, bisa jadi hal tersebut berpangkal dari ego dan gengsi kedua matra, tentara dan polisi juga. Betapa tidak, ketika di jaman Orla, atau orde lama, di bawah rezim pemerintahan Soekarno, kepolisian dianggap "anak emas", dari pengawal dan ajudan Bung Karno, ketika itu.

Akan tetapi kemudian pada rezim orde baru, di bawah pemerintahan Soeharto, TNI AD dengan pasukan elitnya RPKAD, yang saat ini bernama Kopassus, mengambil alih posisi sebagai Matra yang paling terkemuka. Hal itu karena kiprahnya dalam peristiwa G30S/PKI.

Selain hal itu, bisa jadi pemicu terjadinya perseteruan TNI dengan Polri pun disebabkan oleh faktor kecemburuan kesejahteraan yang dianggap timpang. Kesejahteraan anggota Polri dianggap lebih besar dari anggota TNI. Sehingga hal ini patut menjadi perhatian.

Sementara yang terakhir, tapi jangan diabaikan urgensinya, adalah  TAP MPR RI nomor 7 tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri sebagai aparat pertahanan dan keamanan.

Dalam ketetapan MPR itu termaktub aturan tersebut memerintahkan TNI agar tunduk pada peradilan umum, tapi dalam kenyataannya pemerintah dipandang abai lantaran  belum ada aturan konkret sehingga TNI tidak tunduk pada aturan peradilan umum. 

Bahkan sebaliknya, sebagaimana dikutip dari kompas.com, sekarang publik justru dihebohkan dengan telegram Panglima TNI mengenai prosedur pemanggilan prajurit TNI oleh aparat penegak hukum yang mengharuskan melalui izin komandannya. 

Publik menyoroti aturan ini karena dianggap memberikan keistimewaan bagi prajurit TNI.

Sebab, aturan ini membuat Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan aparat penegak hukum lainnya kini tak bisa dengan bebas memanggil prajurit TNI guna melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara.

Barangkali poin-poin di atas bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh Panglima TNI, Kapolri, dan pemerintah untuk menciptakan sinergi antara TNI dan Polri sehingga tidak ada lagi sebutan Tom dan Jerry, dan bukan cuma berupa jargon kekompakan TNI dan Polri, sebagaimana yang sering terlihat di mana-mana. Dari spanduk di tepi jalan hingga baliho mal.

Melainkan dari tingkat Jenderal sampai tamtama, antara TNI dan Polri dapat bergandengan tangan, dan sungguh-sungguh menciptakan harmoni keamanan, ketertiban, dan kenyamanan bagi seluruh bangsa Indonesia ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun