Ibu Saras malam itu bukan lagi seorang guru yang biasa bertampang dingin dan judes. Kepalanya disandarkan di bahuku. Â Sedangkan tangannya memeluk pinggangku.
Ketika itu ia pun kembali mengulang pertanyaan yang tadi diungkapkannya.
"Mungkinkah aku telah jatuh hati padamu? Salahkah kalau aku mencintaimu?"
"Tidak. Tidak ada yang salah. Juga mungkin saja tidak ada yang tidak mungkin..." sahutku sekenanya.
"Jadi?"
Tanpa sungkan lagi aku pun berterus terang.
"Sebenarnya saya pun sejak di kelas dua sudah menaruh hati. Tapi ketika itu saya berpikir. Adalah suatu yang mustahil seorang murid mencintai gurunya dalam tanda kutip."Â
"Tapi bagaimana dengan rekan-rekan Ibu, juga dengan teman-teman saya?"
"Sebaiknya untuk sementara kita harus berusaha jangan sampai diketahui oleh mereka. Di depan mereka kita harus bisa menyembunyikan yang terjadi antara kita," ujarnya.
Begitulah. Di Yogyakarta hati kami bertaut. Seorang murid telah menaklukkan hati gurunya yang sebelumnya dikenal sebagai ibu guru "Killer", dan langsung jatuh ke pelukan.
***