Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaki Siapa di Bawah Ranjang?

16 Februari 2020   11:14 Diperbarui: 16 Februari 2020   11:25 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Kompas.com

Pergunjingan itu seperti virus corona yang saat ini menjadi momok dunia saja laiknya. Dalam penyebarannya - tentu saja.

Bermula muncul di kota Wuhan, RRT. Dari satu orang yang kena virus penyakit yang mematikan itu, hanya dalam waktu singkat menular pada banyak orang. Sehingga ratusan nyawa pun meregang, menjadi korban keganasan jenis wabah penyakit yang mematikan tersebut.

Begitu juga dengan gunjingan itu. Bermula dari bisik-bisik tetangga sekitar. Dalam tempo sebentar saja ternyata sudah menyebar jauh sampai ke luar kampung.

Hampir setiap malam, tetangga yang rumahnya berdekatan melihat Teh Euis (Bukan nama sebenarnya) berduaan dengan seorang pria di rumahnya. Padahal mereka tahu pasti, pria itu bukan suami Teh Euis sendiri. Soalnya Kang Pardi (bukan nama sebenarnya), suami Teh Euis, hanya dua bulan sekali saja pulang kampung dari mencari nafkah di kota S. 

Memang pernah suatu ketika seorang tetangga dekatnya ada yang langsung menanyakan pria tersebut. Teh Euis mengatakan bahwa itu adalah tunangan si Santi, anak gadisnya. 

Meskipun selama ini si Santi tidak ada di rumah, karena bekerja sebagai baby sitter di kota B, diakuinya tunangannya yang bernama si Opik, suka menemani Teh Euis, karena di rumah hanya ada dirinya bersama anak-anaknya yang masih kecil saja. 

"Kalau ada pria dewasa, jadi merasa tenang juga,"  dalih Teh Euis kepada tetangganya.

Akan tetapi alasan yang dikemukakan Teh Euis itu tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Salah seorang tetangga yang kebetulan rumahnya di sebelah barat rumah Teh Euis, dan kamar kedua tetangga itu kebetulan memiliki jendela kaca yang berhadapan, tanpa sengaja pernah beberapa kali tetangga Teh Euis itu melihat antara Teh Euis dengan si Opik sedang berhubungan layaknya suami-isteri.

Maka tak ayal lagi, "kesaksian" tetangga yang bersebelahan rumahnya itu langsung menyebar luas bak virus corona. Tidak hanya di kampung kami saja  saja hal itu menjadi gunjingan setiap orang, melainkan bikin heboh hingga ke kampung lain juga.

Oleh karena itulah Ketua RW berembug dengan jajarannya, termasuk kepala keamanan kampung, dan juga ketua pemuda. Kemudian diputuskan bahwa persoalan yang telah membuat aib bagi warga satu kampung itu harus segera diselesaikan. 

Untuk langkah pertama, Pak RW memerintahkan kepala keamanan kampung untuk melakukan penyelidikan yang mendalam. Intinya jangan sampai pergunjingan tersebut semakin meluas, tanpa bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara jelas. 

"Agar mendapat bukti yang lebih otentik, rekam saja bila nanti menemukan hal yang mencurigakan," kata Pak RW sambil menyerahkan telpon pintarnya, pembagian dari Gubernur Ridwan Kamil untuk setiap Ketua RW di Jawa Barat itu.

Dengan meniru gaya ala seorang detektif, kepala keamanan kampung kami malam itu juga menuju target operasinya.  Dengan cara mengendap-endap, tentunya. Agar tugas yang diembannya tidak diketahui siapapun juga.

Kebetulan malam Minggu itu suasananya sangat mendukung tugas kepala keamanan kampung. Sejak sore hingga lewat waktu magrib, hujan turun seperti dicurahkan dari langit. Kemudian saat memasuki waktu isya hingga malam hujan deras mereda, berganti dengan gerimis rintik- rintik saja. 

Susana seperti demikian membuat setiap orang enggan keluar rumah. Mereka lebih memilih untuk segera berangkat tidur. 

Tak syak lagi kampung pun begitu lengang sepi-saupi. Sehingga kepala keamanan kampung  merasa sedikit leluasa dalam menjalankan misinya.

Setibanya di tkp, iya tempat kegiatan penyelidikan, dia langsung mencari posisi yang dikiranya lumayan aman. Dan pilihannya adalah di bawah jendela kamar yang letaknya di samping rumah Teh Euis.

Jarum jam pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan kepala keamanan saat itu telah menunjuk pada angja sembilan lewat sedikit.  Saat mengntip  lewat celah gordyn jendela kamar, tampaknya di dalam cuma diterangi lampu yang temaram. Sehingga penglihatan yang bersangkutan pun tidaklah begitu jelas. alias rada-rada suram.

Untunglah pendengarannya masih lumayan normal. Suara bisik-bisik berselang dengan erangan yang tertahan, rupanya masih mampu didengarnya. 

Memang benar. Pergunjingan itu bukan sekedar gosip murahan saja. Di dalam kamar memang ada sepasang anak manusia yang sedang memadu berahi dengan begitu penuh gelora. 

 Kepala keamanan kampung pun langsung balik kanan. Dengan langkah pejuang '45 lansung menuju rumah ketua RW. Untuk menyampaikan laporan hasil penyelidikannya, tentu saja.

Begitu menerima laporan, ketua RW pun lansung nengumpulkan para petugas hansip, dan tak lupa para pemuda pun diajak serta.

Tujuannya tiada lain untuk mengadakan penggerebekan.  Karena masalah semacam itu, agar ada kepastian harus dapat tertangkap basah .

Pak RW dengan diiringi anak buahnya dan para pemuda langsung menuju tekape, iya tempat kejadian perkara. Dan setibanya di lokasi langsung memberi perintah, agar rumah yang menjadi sasaran dikepung dari segala penjuru. Sementara Pak RW  senduri, diiringi oleh kepala keamanan dan ktua pemuda, menggedor pintu depan seraya mengucap salam.

Tapi untuk sesaat, jangankan ada yang membukakan pintu, orang yang membalas salam pun tak terdengar dari dalam.

Baru setelah selang beberapa saat, terdengar ada langkah kaki yang tergesa menuju ke arah pintu.  Tak lama pintu pun terbuka. Kepala Teh Euis melongok dari dalam dengan wajah yang tampak cemas dan rambutnya yang berantakan

"Eh, Pak RW, saya kira siapa. Ada apa, pak, malam-malam?" kata Teh Euis dengan suara bergetar.

"Ada perlu sama kamu, boleh saya masuk?" tanya pak RW seraya menata tajam.

"Mari, silahkan masuk," kata Teh Euis sedikit tergopoh, sambil membuka daun pintu lebih lebar lagi.

Setelah duduk berhadap-hadapan, pak RW langsung menuju pada pokok permasalahan.

"Suamimu ada?" 

"Baru saja sebulan lalu pulang, Pak. Ya sekarang mah masih di kota. Sebulan kemudian baru pulang kembali, seperti biasanya."

"Lalu sekarang kamu di rumah sama siapa saja?"

"Ya, sama tiga adikya si Santi saja, Pak. Menangnya kenapa, Pak?" Teh Euis balik bertanya sambil merapikan rambutnya.

"Yang benar, tadi saya lihat ada lelaki dewasa. Siapa dia?" pak RW mencoba langsung menjebaknya.

Teh Euis tampak gelagapan. Wajahnya memucat. Tapi, "Tidak ada, Pak. Tidak ada siapa-siapa selain adiknya si Santi yang kelas enam SD," katanya berkilah.

"Jangan bohong kamu. Mata saya belum kena katarak kok. Masih normal.. Kepala keamanan pun melihatnya juga. Iya 'kan Ri?" ketua RW kepada kepala keamanan seolah minta dukungan.

Kepala keamanan kampung pun langsung ikut nimbrung.

"Kamu jangan coba-coba bohong. Saya juga tadi melihat dengan mata sendiri. Kamu sedang berduaan di kamar sama si Opik!"

"Sumpah, Pak. Tidak ada si Opik sejak tadi juga. Lagi pula kalau ada juga tidak pernah menginap. Paling kalau ke sini juga hanya sebentar," kelitnya.

"Boleh saya periksa?" tanya kepala keamanan seperti sudah tak sabar lagi.

"Silahkan saja," Teh Euis seperti menantang.

Ketua RW pun sepertinya setuju. 

Lalu Ketua RW, kepala keamanan, dan ketua pemuda masuk ke ruang tengah. diikuti Teh Euis sebagai tuan rumah. 

Setiap penjuru rumah diperiksa oleh mereka bertiga. Demikian juga kamar tidur Teh Euis yang diduga merupakan tempat kejadian, tak luput diperiksanya juga. Dibarengi oleh Teh Euis - tentu saja. 

Dan ketiganya sama sekali tidak menemukan yang dicarinya.

Teh Euis pun seperti memperoleh kemenangan. Sementara mereka bertiga kebingungan. Dan mata ketua RW menatap tajam pada kepala keamanan.

Wajah kepala keamanan pun langsung tertunduk.

"Betul 'kan, Pak. Tidak ada siapa-siapa? Teh Euis bertanaya memecah kesunyian. Pak RW gelagapan.

Tapi tiba-tiba kepala keamanan berseru, "Lalu kaki siapa itu?" katanya sambil menunjuk ke bawah kolong ranjang.

Teh Euis langsung pucat. Sedangkan kepala keamanan langsung menyeret kaki yang hanya tampak kedua telapaknya itu agar keluar dari persembunyian.

Teh Euis pun langsung tidak berkutik. Si Opik tertangkap basah bersembunyidi bawah ranjang dengan keadaan telanjang.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun