Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Gara-gara Vasektomi, Malah Jadi Takut Istrinya Kawin Lari

2 Februari 2020   21:02 Diperbarui: 2 Februari 2020   21:04 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: grid.id)

Kang Emen pusing tujuh keliling. Untungnya nggak sampai jatuh terguling. Belakangan ini usahanya sebagai bandar jengkol dan petai jadi mandeg. Bukan lantaran petai dan jengkolnya nggak ada, tapi lima bulan lalu modalnya habis dipakai biaya melahirkan anak kelimanya.  Koq bisa?

Ya iyalah. Soalnya sewaktu hendak melahirkan, bidan desa yang membantu persalinan anak pertama sampai yang keempat, kali ini angkat tangan. bayi dalam kandungan Ceu Tati,  istrinya, susah dikeluarkan. Bidan pun merujuknya agar dibawa ke rumah sakit. Untuk dioperasi. 

Entah bagaimana, usai dioperasi yang berlangsung lancar, Ceu Tati malah menderita komplikasi. Sehingga harus dirawat cukup lama. Sehingga menghabiskan biaya yang cukup besar, tentu saja. Sampai modal usahanya pun terkuras habis bis!

Setelah istrinya dinyatakan sehat oleh dokter yang merawatnya, Kang Emen malah semakin bertambah pusing saja. 

Ketika pamitan, dokter dan perawat menganjurkan Kang Emen dan Ceu Tati supaya ikut program Keluarga Berencana (KB). Demikian juga bidan desa yang datang menengok Ceu Tati ketika sudah tiba di rumah idem ditto dengan dokter dan perawat di rumah sakit. 

"Agar Ceu Tati  dan bayinya sehat. Juga jangan sampai hampir saban tahun harus punya bayi terus," kata bidan desa saat itu.

Memang benar. Selama tujuh tahun usia rumah tangga Kang Emen dan Ceu Tati sudah menghasilkan lima orang anak.  Suatu prestasi yang hebat bukan? 

Prinsip mumpung masih muda, memang masih berjaya di kalangan warga desa. Hanya saja tokh terbukti efek sampingnya sekarang ini dialami oleh Kang Emen dan Ceu Tati.  Selain mengalami komplikasi, modal usaha pun ludes dipakai biaya perawatan. 

Kang Emen pun mengajak bicara pada istrinya. Agar mengikuti saran dokter dan bidan desa. Tapi lagi-lagi Kang emen dibuat pusing oleh jawaban Ceu Tati. 

Ketika suaminya menyodorkan pilihan program KB dengan pil, yang memang  dianggap mudah, Ceu Tati langsung menolaknya

Karena menurunya, kalau mencegah kehamilan dengan pil itu malah akan membuat siklus haid jadi tidak teratur.

"Ceu Emeh saja sejak setahun ini mengalaminya. Kadang tiga bulan gak mens sama sekali, kadang malah dalam sebulan bisa mens sampai dua kali. Nggak ah. Saya mah nggak mau di KB pakai pil," katanya sambil langsung cemberut.

" Bagaimana atuh kalau suntik?" Mang Emen memberi alternatif.

"Suntik??? Apalagi dengan cara itu, saya mah mending minta cerai saja, Kang!"

"Memangnya kenapa?" Mang Emen keheranan.

"Akang tahu Ceu Limah? Iya, Ceu Limah istrinya Kang Ocad itu?"

"Ya iyalah tahu atuh. Kang Ocad 'kan teman akang. Memangnya kenapa dengan istrinya itu?"

"Dua tahun lalu, Ceu Linah badannya langsing 'kan, tapi sekarang akang tahu sendiri dia jadi gendut seperti drum. Hayo apa sebabnya?"

"Sebabnya? Ya mungkin karena hidupnya sudah senang. Tidak melarat lagi seperti dulu. Sepeda motornya saja sudah punya tiga."

"Salah! Bukan, bukan lantaran hidupnya sudah berlinpah harta. Tapi karena disuntki KB kata Ceu Limahnya juga. Pinggang  jàdi mèlar. Wajah jadi tembem kayak bakpao. Kaki seperti kaki gajah. Saban hari jadinya cuma pakai daster. Nggak bisa lagi memakai baju-baju yang modis!"

Kang Emen geleng-geleng kepala.

"Bagaimana kalau dipasang ayudi (maksudnya IUD)?"

"O, yang dipasang di dalam anunya perempuan?  Akang mungkin sudah lupa sama kata Mang Winata. Saban melakukan begituan dengan almarhum Bi Onah, istrinya, 'kan katanya seperti selalu saja ada yang menusuk-nusuk di ujung 'pistol'nya. Lalu setahun kemudian, Bi Onah sakit karena ada pendarahan di rahimnya.  Ahirnya tak tertolong lagi 'kan. Bi Onah meninggal. Dan sampai sekarang Mang Winata jadi duda. Ogah ah. Apalagi dipasang IUD saya mah takut seperti Bi Onah."

Kang Emen terdiam. Ceu Tati melanjutkan lagi memarut kelapa yang akan dijadikan santan.

Tak lama kemudian, wajah Kang emen berseri lagi. "Bagaimana kalau dipasang implan? Sepertinya tidak akan ada masalah dengan cara itu. Kata orang memasangnya juga gampang. Tinggal ditanam di pangkal lengan."

Cwu Tati mengangkat wajahnya. Matanya menatap tajam pada Kang Emen. Lalu buka suara.

"Kayak yang dipasang susuk itu?" katanya. Kang Emen Mengangguk. Hatinya berbunga-bunga. Siapa tahu istrinya akan bersedia dengan alat kontrasepsi itu.

Akan tetapi ternyata Ceu Tati tetap menolaknya. Alasan yang dikemukakannya, cukup telak. "Takut kebawa ke alam kubur kalau nanti mati," jawabnya. "Kata Ajengan haram hukumnya orang mati membawa benda lain, selain kain kafan."

Kang emen pun semakin pusing saja dibuatnya. Ia pun langsung angkat kaki. Pergi meninggalkan istrinya.

Saat berjalan-jalan di halaman rumahnya, seseorang menegurnya. Ternyata Mang ujang,  tetangga sebelah rumah. Seperti biasa Mang Ujang memanggil Kang Emen untuk ngobrol-ngobrol di beranda rumahnya. Kang Emen pun langsung menghampiri.

"Mukamu koq kusut seperti itu, Kang. Ada apa lagi?" tegur Mang Ujang setelah Kang Emen menghempaskan pantatnya di atas kursi.

"Saya 'kan cuma mengikuti saran dokter dan bu bidan, supaya ibunya anak-anak ikut program KB. Tapi ternyata dia menolaknya. Jadi saya pusing dibuatnya/ Disuruh pasang ini nggak mau. disuruh pasang alat itu nggak mau..." keluhnya.

Mang Ujang malah tergelak. 

"Kamu koq nyuruh-nyuruh yang nggak mau. Kalau begitu, sudah saja kamu sendiri yang dipasang alat kontrasepsinya?"

"Memangnya ada alat KB buat lelaki?" tanya Kang emen.

"Kamu tahu kondom?" Kang Emen mengangguk. Tapi mukanya malah jadi kembali cemberut.

"Pernah saya beberapa kali memakainya. Tapi istri saya bilang jadi nggak enak. Terlalu licin katanya," sahutnya.

Mang Ujang tertawa ngakak usai mendengar pengakuan Kang Emen tadi. 

"Bagaimana kalau divasektomi?" kata Mang Ujang kemudian.

 "Vasektomi? Apa itu?" Kang Emen mengernyitkan dahinya.

"Kamu waktu itu nggak hadir di balai desa sih waktu ada penyuluhan KB dari kecamatan. Jadi nggak tahu. Kata penyuluh waktu itu, vasektomi adalah operasi kecil yang dilakukan untuk mencegah transportasi sperma pada testis dan penis. Jadi sperma itu tidak disemburkan ke rahim istri. Mau nggak?"

"Kalau mau punya anak lagi, apa vasektominya bisa dibuka lagi, atawa tidak?" Kang Emen balik bertanya.

"Menurut penyuluh sih vasektomi itu sifatnya permanen," sahut Mang Ujang.

"Aduh, Kalau begitu bakalan nggak bisa bikin anak lagi dong?"

Mang Ujang Mengangguk. "Pastilah."

Kang Emen terdiam. Dalam hatinya berkecamuk bermacam-macam pikiran yang bukan-bukan. Seperti orang dikebiri saja, bisik hatinya. Ia membayangkan, sperma tak lagi disemburkan ke rahim istrinya. Apa tidak akan mengurangi keninkmatan sanggama kalau demikian? Jangan-jangan kalau terkjadi seperti itu, Ceu Tati akan lari mencari lelaki lain, dan dirinya ditinggalkan begitu saja.

"Siap nggak divasektomi?" Mang Ujang membuyarkan lamunannya.

"Nanti saya akan bicara dulu dengan ibunya anak-anak di rumah."

"Memang sebaiknya begitu. Bicarakan dulu dengan istri kita." ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun