Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Missedcall Dari Orang yang Sudah Tujuh Hari Meninggal

6 April 2017   20:45 Diperbarui: 7 April 2017   04:30 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar cerita yang pernah dialami seorang tetangga ini, pada awalnya saya tidak begitu menanggapi. Apakah ini hanyalah hoax, isapan jempol, atawa sekedar ilusi tetangga saya itu sendiri, atawa juga hanya untuk ‘bumbu’ obrolan ngalor-ngidul saat minum kopi, saya sendiri tidak tahu pasti.

Hanya saja yang jelas sepertinya dia sendiri mengetahui kalau saya tidak mempercayai yang telah disampaikannya tadi. Kemudian dia merogoh kantong celananya. Telepon genggam miliknya dikeluarkan, dan untuk beberapa saat dia memencet-mencet  tombol keypad-nya.

“Nah, ini dia nomornya pun sampai sekarang masih saya simpan,” ujarnya sambil menyodorkan telepon genggamnya pada saya. Sekilas saya melihatnya. Kemudian mengangguk, sambil mengalihan pandangan ke arah jalanan yang tampak basah dan sepi.

“Kalau Akang belum percaya, besok saya siap mengantar Akang untuk menemui istrinya,” katanya lagi seolah memaksa saya untuk mempercayai ceritanya tersebut.

Sungguh. Pengalaman tetangga saya ini, yang diceritakannya tadi, sama sekali tidak dapat  diterima oleh nalar. Masa orang yang sudah tujuh hari meninggal, dan sudah dikubur dalam liang lahat, serta sudah ditimbun tanah, masih bisa memegang handphone yang ada di rumahnya?

“Omong kosong macam apa ini, tega-teganya orang yang satu ini membual seperti itu. Memangnya saya ini anak kecil?” gerutu saya dalam hati sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

Sementara yang keluar dari mulut malah,”Awal mula cerita mendapat panggilan telpon dari orang yang sudah tujuh hari mati itu bagaimana?” tanya saya dengan memberikan tekanan pada kata ‘meninggal’.

Sebagai pedagang kain keliling,  memang jarang sekali saya dapat lama bercengkerama dengan tetangga yang satu ini. Saya hanya bertegur sapa seperlunya saja ketika saban pagi dia lewat di depan rumah untuk berkeliling dari kampung yang satu ke kampung lain untuk menjajakan dagangannya.

Dalam seminggu paling hanya sekali saja saya bisa kongkow bareng dengannya. Karena saban hari Jum’at dia tidak berjualan, maka Jum’at malamnya iapun ikut nimbrung di warung kopi langganan kami.

Entah karena habis turun hujan yang lumayan lebatnya, entah karena memang siangnya ada seorang warga yang meninggal dunia, pengunjung warung kopi pun malam Sabtu itu tidak sampai genap lima jari.

Selain saya dan tetangga yang berprofesi sebagai pedagang kain keliling itu, ditambah oleh seorang anak bujang yang baru saja turun dari ojek yang mengantarnya dari kota kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun