Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menebak Siapa Jawara Pilkada DKI Jakarta di Putaran Kedua

9 Maret 2017   09:03 Diperbarui: 10 Maret 2017   00:00 1984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dan anies (Sumber: Pepnews.id)

Sejak jauh hari hingga kini, banyak orang bertanya-tanya. Apakah pasangan calon Ahok-Djarot, atawa Anies-Sandi yang bakal menang?

Begitu menarik, dan sekaligus menggoda untuk tidak membicarakannya memang. Magnet Pilkada DKI Jakarta seakan lebih menyita perhatian dari Pilkada di daerah lainnya yang dilaksanakan secara serentak sejak Februari kemarin dulu.

Bisa jadi yang menjadi daya tariknya selain dianggap sebagai barometer politik nasional, ditambah pula dengan mencuatnya isu sektarian, atawa dengan kata lain sebut saja: SARA, dan primordialisme yang dihembuskan demikian kencang, sampai-sempai rasanya seakan begitu menyesakkan ruang kehidupan warga Jakarta, bahkan juga di hampir seantero Indonesia.  

Akan kurang seru pula bila tidak mengintip kesibukan masing-masing kubu dalam menghadapi ‘perang Kurusetra’ perebutan singgasana Balai kota DKI Jakarta jelang memasuki putaran kedua.

Kita sudah membaca, dan mendengar, bagaimana dua kubu yang hendak bertarung masing-masing  sudah sesumbar memang, dan mengklaim pihaknya yang akan menduduki singgasana di Balai Kota untuk lima tahun ke depan.

Dalam sebuah wawancara di salah satu televisi tadi pagi (9/3), juru tim pemenangan Anies-Sandi, Aryo Djojohadikusumo  berkeyakinan akan bisa mengantarkan jagonya ke kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI periode 2017-2022.

Bahkan keponakan Prabowo Subianto, itu sedikit bernostalgia manakala digelar Pilkada DKI Jakarta 2012  lalu. Partai Gerindra  yang mengusung pasangan Jokowi-Ahok, mampu melibas pasangan calon pertahana, Foke-Nara di putaran dua.

Sehingga kali ini pun dengan penuh percaya diri, kader Partai Gerindra, yang menjagokan pasangan calon Anies-Sandi merasa mampu untuk mengulang kembali kemenangan yang pernah diraih saat itu.

Sebelumnya pun Aryo pun dengan penuh percaya diri pernah bilang, “Lihat saja nanti kami yang bakal memenangkan putaran kedua karena perolehan suara Ahok sudah tak bisa bertambah lagi kecuali dari golput.”

Demikian juga halnya dengan yang pernah diungkapkan anggota Tim Pemenangan Ahok-Djarot Bidang Data dan Informasi,  Eva Kusuma Sundari, yang juga politikus PDIP, bahwa pemilih di DKI itu yang emosional dan rasional sama kuatnya, jadi pihaknya sangat optimistis bisa memenangkan Ahok dan Djarot.  

Sesungguhnyalah sesumbar masing-masing pihak tersebut tidak ada salahnya, dan boleh-boleh saja memang. Karena siapa sih orangnya yang berharap jagoannya akan terkapar kalah seperti yang dialami pasangan calon nomor urut satu, AHY-Silvy, di putaran pertama tempo hari.

Hanya saja kalau dilihat secara objektif, sebenarnya begitu sulit untuk diprediksi, meski oleh pengamat sekaliber Siti Zuhro dari LIPI, atawa juga berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan belakangan ini oleh beberapa lembaga survey sekalipun, tidak bisa dijadikan sebagai pegangan. Bahkan setelah mereka umumkan hasil surveynya, selalu diembel-embeli dengan ungkapan, “Kalau  Pilkada dilaksanakan pada saat survey dilakukan.”

Pasalnya disebabkan dengan melihat hasil real count KPU DKI Jakarta pada putaran pertama, hasil ahirnya yang beda tipis antara pasangan Ahok-Djarot dengan Anies-Sandi, merupakan salah satu faktor penyebabnya.

Dalam penghitungan tersebut, Agus-Sylvi hanya mendapat suara sebanyak 936.609 (17,07 persen), Ahok-Djarot 2.357.637 (42,96 persen), dan Anies-Sandi sebesar 2.193.636 (39,97 persen). Adapun jumlah golput 1.655.037 atau mencapai 23 persen.

Sehingga kedua pasangan calon yang maju di putaran dua mendatang, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi harus bekerja lebih keras lagi untuk berebut suara pendukung AHY-Silvy agar berpindah ke pihaknya.

Belum lagi dengan bagaimana cara menghadapi kategori pemilih yang dalam istilah kerennya sebagai Undecided Voter, yakni pemilih yang kritis dan rasional ketika akan menentukan pilihan. Mereka secara matang mempertimbangkan latar belakang partai, rekam jejak, hingga karakter personel sebagai indikator menentukan sikap dalam gelaran pesta demokrasi tersebut.

 Memang kubu Anies-Sandi mengklaim bahwa sudah banyak parpol dan relawan paslon nomor urut satu bermigrasi ke kubunya. Namun hal itu pun nampaknya baru sebagian dari psy-war saja pihaknya. Karena dalam kenyataannya tak sedikit pula yang malah balik mendukung Ahok-Djarot. Bahkan hingga sekarang Partai Demokrat belum menentukan sikap.

Akan tetapi bukannya tidak boleh sesekali mengesampingkan peran dukungan partai politik dalam menghadapi hajat demokrasi di DKI Jakarta ini. Terlepas dari  melihat banyaknya parpol pendukung AHY-Silvy, seperti partai Demokrat, PAN, PPP kubu Romahurmuzy, dan PKB, yang notabene berbasis partai Islam, dalam kenyataannya tetap saja terkesan tidaklah efektif sebagaimana yang diharapkan. Jagoannya pun terjungkal di putaran awal.

Bagaimana pun paling tidak peran parpol akan menjadi penentu syarat sahnya pencalonan sebagaimana ditentukan Undang-undang.

Jadi strategi dan taktik yang harus lebih dikedepankan adalah penajaman program masing-masing memang. Sudah barang tentu program yang bisa diterima oleh warga DKI Jakarta, dan program yang masuk akal - tentu saja.

Akan tetapi yang paling menarik dalam pelaksanaan Pilkada di DKI Jakarta kali ini, ternyata mayoritas warganya masih tetap bersikap rasional. Salah satu contoh paling nyata adalah dukungan terhadap pasangan pertahana  Ahok-Djarot.

Meskipun Ahok sebelumnya terus-menerus diserang dengan isu primordial dan sektarian, bahkan sampai menjadi terdakwa penodaan agama, tetapi tetap saja dukungan suara terhadap pasangan nomor urut dua itu berhasil mengungguli lawan-lawannya. Artinya rasionalitas pemilih di Jakarta cenderung melihat hasil kerja, ketimbang isu semacam itu, maupun janji-janji yang belum tentu terbukti.

Hal itu adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi.

Jangan dilupakan juga, entah karena ada main mata, entah karena memang tidak profesional, pihak penyelenggara hajatan pesta demokrasi, KPU DKI Jakarta, mesti terus diingatkan, jangan sampai kejadian pada putaran pertama kembali terulang. Banyak warga DKI Jakarta ketika itu, ternyata tidak bisa memilih jagoannya karena tidak memiliki surat undangan pemungutan suara.

Oleh karena itu, menjadi catatan untuk terus mengawasi kinerja penyelenggara, apakah masih seperti pada putaran pertama, atawa akan mampu memperbaiki untuk bersikap profesional.

Sehingga untuk menjawab siapa yang nanti bakal tampil sebagai pemenangnya, sebaiknya tunggu saja setelah selesai penghitungan suara pada putaran kedua 19 April 2017 mendatang.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun