Sementara di sekolah aku melihat banyak temanku yang mengendarai sepeda motor. Seketika tebersit pikiranku seumpama Ayah membelikanku sepeda motor, aku tidak usah kost lagi. Jarak dari rumah ke sekolah hanya sekitar 20 kilometer. Mungkin dengan sepeda motor paling lama dapat ditempuh dalam waktu setengah jam. Apalagi kalau mengendarainya dengan kecepatan penuh bisa lebih kurang dari itu. Karena itu pula aku bisa kembali mengurus kuda kesayanganku. Selain itu, aku akan bisa membonceng gadis idamanku yang juga teman satu sekolah saban hari... Hehehe...
Kuutarakan keinginanku (tapi yang terakhir itu tidak kukatakan, tentu saja) kepada Ayah saat aku pulang, dan di saat waktu yang tepat. Maksudku saat melihat Ayah sedang duduk santai. Mendengar niat dan keinginanku, sesaat Ayah menatapku tajam. Tetapi tak lama tampaknya sorot matanya meredup.
“Tapi itu artinya Si Lilis pun tidak lagi kamu pelihara. Yang diurus tinggal Si Manis saja,” kata ayah.
“Maksud Ayah?”
“Kalau kamu ingin sepeda motor, apa boleh buat Si Lilis harus dijual.”
Apa boleh buat, pada akhirnya dorongan untuk memiliki sepeda motor, dan keinginan untuk bisa selalu dekat dengan gadis idaman ternyata lebih kuat daripada memelihara Si Lilis yang selama ini kusayangi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H