"Eh?" respon pendek itu mulai membuatnya ragu apakah Sherr sanggup membantunya. "Sudahlah." Kembali loyo.
"Heeii.. Aku cuma bercanda.. Coba katakan apa cita-citamu." Menggugah-gugah bahu Dann.
"Aku pengen jadi manajer investasi, Sherr."
"Hmm.. Bagus-bagus.. Terus, kok loyo?"
"Itu masalahnya. Rasanya, impian itu biasa-biasa aja. Nggak ada yang asik darinya." Terus mengeluh bak orang yang baru di-PHK.
Sherr yang sering membaca buku motivasi ini langsung berpikir sambil membongkar memorinya seputar impian. "Hmm.."
Menoleh ke arah Sherr. "Hmm?" sekali lagi ia bingung dengan respon pendeknya.
"Cita-cita tuh menurutku harus dibuat semenarik mungkin, Dann." Menjelaskan perlahan dibarengi dengan senyuman yang manis. Ia tahu kalau ia pasti akan diperhatikan oleh Dann kalau memasang wajah ceria. "Hahaha. Aku inget waktu dulu sepertimu, Dann." Bercerita sambil menikmati pemandangan taman kota yang dihiasi lampu kelap-kelip dari dalam bus.
"Semenarik mungkin.." mencoba memahami kata-kata bijak barusan.
"Aku nggak akan beritahu apa cita-citaku. Tapi yang jelas, impian tuh harus semenarik dan semenantang mungkin. Harus ada frame yang membuat semua waktu, tenaga, dan pikiran terkonsentrasi ke satu titik." Menjelaskan dengan gestur yang meyakinkan.
"Mmm.." berpikir dua kali lebih keras sambil mengernyitkan dahinya untuk memahami penjelasan Sherr yang sedikit berbelit. "Ngg.."