Apakah ia masih hidup?
Namun, pikirannya kacau. Bayangan terakhir yang ia ingat adalah hujan deras, tubuhnya yang membeku, dan ibunya yang muncul di tengah kegelapan. Tapi sekarang, ia ada di tempat asing, dengan suara mesin berbunyi seperti dentang kematian yang menunggu giliran.
Damar ingin bangun, tapi tubuhnya terlalu lemah. Jantungnya berdetak lebih cepat ketika ia menyadari bahwa ia sendirian. Tidak ada ibunya. Tidak ada siapa pun.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar dari luar ruangan. Derapannya teratur, tapi ada sesuatu yang membuat bulu kuduknya berdiri. Suara itu semakin mendekat, dan jantung Damar berdegup semakin kencang.
Siapa itu?
Pintu terbuka perlahan, engselnya berderit lirih seperti jeritan tertahan. Bayangan seseorang masuk ke dalam ruangan, siluetnya samar di bawah lampu redup. Damar menelan ludah, ingin berteriak, tapi tenggorokannya terasa tercekat.
Sosok itu berdiri di ambang pintu, diam tanpa suara. Damar bisa merasakan keberadaannya, tetapi wajahnya tertutup bayangan.
Tubuhnya gemetar. Ia ingin bergerak, ingin bersembunyi, tetapi tubuhnya masih terjebak dalam kelemahan.
"Damar..."
Suara itu terdengar aneh. Dalam, serak, dan hampir tidak seperti suara manusia.
Damar membeku. Jantungnya berdebar begitu kencang, seolah akan meledak. Ia ingin menjerit, tetapi sesuatu dalam dirinya menahan.