Apakah ini nyata? Ataukah ia masih terperangkap dalam batas tipis antara hidup dan mati...?
Damar ingin menjawab pertanyaan perawat itu, ingin mengatakan sesuatu, tetapi dadanya tiba-tiba terasa berat. Napasnya mulai tersengal, seolah udara di dalam ruangan mendadak menghilang.
Ia mencoba menarik napas dalam-dalam, tetapi sesuatu menekan dadanya. Ketat. Dingin. Menyesakkan.
Damar mencengkeram selimut dengan jemari gemetar. Paru-parunya terasa seolah diremas oleh tangan tak terlihat, memaksanya berjuang hanya untuk menarik satu hembusan napas kecil.
"Ukh... ukh..." Damar terbatuk keras, tenggorokannya kering seperti dipenuhi debu. Ia ingin berteriak, meminta tolong, tetapi yang keluar dari mulutnya hanyalah suara serak yang nyaris tak terdengar.
Perawat itu melangkah cepat ke arahnya. "Damar! Tenang, Nak! Coba tarik napas pelan..." katanya panik, tangannya buru-buru mengecek selang infus yang terhubung ke tubuh Damar.
Namun, Damar tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Kepalanya mulai berdengung. Pandangannya kabur, dunia seakan berguncang hebat. Bayangan di sudut ruangan masih ada di sana---tetap diam, tetap mengawasinya.
Semakin Damar berjuang untuk bernapas, semakin kuat tekanan di dadanya. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Jantungnya berdetak kencang, tapi di saat yang sama, tubuhnya mulai terasa mati rasa.
Ini bukan asma. Ini bukan penyakit. Ini sesuatu yang lain...
Damar mencakar dadanya sendiri, mencoba melepaskan cengkeraman tak kasat mata yang menghimpitnya. Matanya membelalak, melihat langit-langit ruangan yang perlahan berubah... gelap... semakin gelap...
Lalu, ia melihatnya.