Mohon tunggu...
Arry Azhar
Arry Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Pembelajar dari Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sangsakaku

6 Oktober 2020   08:05 Diperbarui: 6 Oktober 2020   08:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Part 1

Namaku Tangguh Saputra, aku paling tidak suka mengikuti upacara bendera setiap hari Senin. Bagiku upacara tiap hari Senin itu, buang – buang waktu saja dan tidak jelas, namun itu dahulu. Setelah peristiwa itu, pandangannku berubah tentang upacara bendera. Inilah kisah ku.

***

Hari Senin itu seperti biasa, sekolahku mengadakan upacara bendera seperti hari – hari Senin sebelumnya, terlebih sekolah menengah atas negeri tempat aku bersekolah ini, menjadi unggulan di kotaku. Seperti biasa, Aldi ketua OSIS beserta Ricko pengurus paskibraka sekolah mondar – mandir menyiapkan segalanya, di sekolah ini siswa itu diminta agar aktif, terutama saat pelaksanaan upacara bendera seiap hari Senin, Sebagian guru laki – laki berdiri di belakang barisan siswa untuk berjaga – jaga jika terjadi hal yang tidak diinginkan atau yang dilarang, karena hal itu katanya membuat upacara bendera menjadi tidak hikmat.

Entah mengapa, sejak kelas sepuluh dahulu aku kurang suka saat acara upacara bendera setiap hari Senin, menurutku itu buang – buang waktu dan membosankan.

Hari itu pak Bandi berdiri mengawasi siswa kelas sebelas, ia berdiri tepat di barisan kelas ku, kelas sebelas ipa dua.

“Ayo Tangguh, yang benar posisi sikapnya, upacara akan segera dimulai,” ucap pak Bandi.

“Siap pak,” jawabku sambil cengar cengir.

Upacara pun dimulai, yang menjadi Pembina upacaranya, wakil kepala sekolah ibu Sari, pak Ujang, kepala sekolah berhalalangan hadir karena beliau upacara dengan unsur dinas di dinas Pendidikan.

Entah mengapa hari Senin itu, sikapku tenang bahkan saat bendera di kibarkan oleh teman – teman paskibra sekolah aku masih tenang. Ketika sambutan, aku mengobrol dengan temanku, aku pun langsung ditegur oleh pak Bandi.

“ Tangguh, tidak bisakah menungu sampai upacara berakhir,” seru pak Bani.

Aku pun terdiam disusul dengan bunyi tertawa kecil teman – teman yang mendengar perkataan pak Bandi tersebut.

Acara sambutanpun selesai, acara terus bergulir hingga pembacaan doa. Saat pembacaan doa, aku mengobro kembali dan tertawa kecil dengan temanku, aril. Tiba – tiba lenganku ada yang menarik kebelakang, rupanya pak Bandi pelakunya.

“Kamu ini, sudah berdiri di belakang sama saya,” ucap pak Bandi sambil menarik lengan bajuku dan mengajakku untuk berdiri bersamanya.

Akupun berdiri di belakang dan ini bukan yang pertama aku berdiri dibelakang saat upacara bendera, satu sekolah sudah mengetahui tentang hal ini. Dan mereka dan aku pun tahu, setelah upacara bendera selesai aku pasti akan dibawa ke ruang Bimbingan Konseling.

***

“Kamuuuu, lagi. Bisakah kamu tenang dalam upacara bendera?” seru bu Emil, guru Bimbingan konseling yang setiap Senin pasti bertemu dengan ku dengan masalah yang sama.

“Guh, kamu itu sering banget loh menjadi tamu ruang BK setiap senin,” ucap bu Emil menambahkan.

“Memang kamu tidak malu ?, sebenarnya kami seudah bosan dengan masalah ini, panggil orang tua pun sudah, tetapi sepertinya kamu tidak ada harapan,” sambung bu Emil.

Memang kejadian ini sudah sering terjadi, seperti yang ibu Emil katakana semua hukuman sudah aku hadapi, tetapi entahlah akupun bingung aku selalu melakukan hal yang sama di saat upacara bendera.

“Saya mohon maaf bu, saya siap menangung hukumannya,” jawabku kepada bu Emil sambil menundukan kepala.

“Hmmm…..ibu pun bingung Guh. Hukuman apa yang bisa membuat kamu mengerti bahwa upacara bendera itu penting dan kamu dapat berubah,” jawab bu Emil.

“Ya sudah kamu, ke kelas dulu, nanti hukumannya menyusul,” sambil tersenyum pasrah bu Emil mengijinkannku kembali ke kelas.

“Susah ya bu, anak itu diberitahunya,” ucap pak Bandi

“ Ya pak, padahal dari sisi akademis anak itu juara kelas, bahkan di tingkat kota ia menjuarai beberapa mata pelajaran, tetapi saat upacara bendera ia menjadi selalu seperti itu,” jawab bu Emil.

“ Betul bu, kita pun tidak dapat memberikan hukuman, kalau hukuman itu tidak mebuat ia tidak akan melakukannya lagi. Terlebih semua cara sudah ibu dan tim BK lakukan,” seru pak Bandi.

***

Kegiatan belajar mengajar pun berjalan seperti biasa. Di sekolahku ada dua waktu istirahat, yaitu pukul 10 dan pukul 12. Ketika istirahat pertama pada pukul 10 Ricko ketua Paskribra Sekolah terlihat sedang berbicara dengan pak Bandi dan bu Emil di ruang BK.

“Apa yang kamu ingin sampaikan nak, sepertinya penting dan mendesak, sehingga kamu meminta waktu kepada kami berdua,” tanya pak Bandi menelisik kepada Ricko.

“Mohon maaf pak, bu. Tadi pagi saya tidak sengaja mendengar bembicaraan ibu dan bapak kepada Tangguh dan saya menawarkan ide untuk masalah tersebut,” jawab Ricko malu – malu.

Pak Bandi dan bu Emil terdiam, mereka bertatapan seperti kaget dengan hal yang baru saja Ricko sampaikan.

“Kamu punya solusinya nak?” tanya pak Bandi sambil menatap Ricko tajam.

“Iya pak, ini hanya usul saja. Kalau tidak diterima, tidak apa apa,” jawab Ricko.

“Loh, kamu ini bagaimana toh Rick. Seperti ini pak, anak muda jaman sekarang kalau punya ide dan gagasan, sudah taku ditolak dulu. Padahal belum tentu, bisa saja ide nya bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang pelik,” tambah bu Emil menyemangati.

Ricko pun mulai mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui pak Bandi dan bu Emil, ia memakarkan idenya walaupun dengan kurang percaya diri. Pak Bandi dan bu Emil mendengarkan dengan penuh hikmat, walau terkadang mata pak Bandi menatap tajam Ricko ketua Paskibra sekolah.

“Apa, kamu serius. Ini tidak bercandakan,” tanya pak Bandi dengan keheranan.

“Kamu tahukan, siapa itu Tangguh Saputra lalu kamu tahu juga kan bagaimana ia selalu bersikap buruk saat upacara bendera ?” telisik pak Bandi, seperti seorang polisi yang sedang membuat BAP.

“Iya pak, saya kenal Tangguh. Maka saya punya ide demikian, untuk membrikan ia amanah untuk mengibarkan bendera merah putih di hari Senin. Mungkin dengan cara ini ia akan lebih menghargai upacara bendera,” jawab Ricko dengan mantab.

“Rick, kama sadar apa yang kamu bicarakan ? Tim Paskibra sekolah kita yang terbaik loh, tim kamu itu bukan tim sembarangan, kamu yakin dengan rencanamu ini, kamu sama saja mempertaruhkan nama besar paskriba sekolah loh Rick, tim kamu,” tanya bu Emil menelisik.

“Saya sadar bu, mudah mudahan dengan cara ini, Tangguh berubah, menjadi lebih menghargai dan menghanyati upacara bendera,” jawab Ricko.

“Tim kamu bagaimana, mereka setuju ? atau kamu belum menyampaikan kemereka ?” telisik pak Bandi.

“Sudah pak, walau ada yang setuju dan tidak setuju. Namun resiko itu tetap saya ambil,” jawab Ricko dengan yakin.

Pak Bandi dan bu Emil saling bertatapan, mereka antara percaya dan tidak dengan ide yang disampaikan oleh Ricko ini.

“Ya sudah, ibu dan bapak mengijinkan kamu melakukan ide ini, walaupun kami ragu, tetapi usahamu untuk merubah adik kelasmu itu kami ijinkan dan semoga berhasil,” seru bu Emil dengan perasaan yaris tidak percaya.

Bel pun berbunyi, menandakan berakhirnya istirahat pertama. Ricko pun berjalan dengan cepat menuju kelasnya, menjadi ketua Paskibra sekolah favorit memang tidak mudah terlebih paskibranya telah memiliki prestasi hingga level nasional.

***

Bel berbunyi kembali, kali ini menandakan istirahat ke dua. Saat istirahat kedua ini memang agak panjang, karena digunakan untuk sholat zuhur bagi yang muslim dan makan siang. Selepas sholat zuhur, aku selalu berkumpul dengan teman – teman di warung bu Inah, hampir teman – teman kelas sebelas IPA berkumpul disana, mulai dari IPA satu hingga tiga. Lain lagi dengan teman – temanku kelas IPS, mereka lebih memilih berkumpul di warung milik kepala sekolah, disana memang lebih nyaman selain ada dekat dengan fasilitas wifi sekolah disana pun dilengkapi dengan lantunan musik. Akan tetapi tidak semua anak anak IPS disana, banyak juga yang bergabung di warung bu Inah, hal ini disebabkan karena ada anak bu Inah yang membantu ibunya melayani pembeli, sebelum ia berangkat kesekolah di siang hari. Kalau kelas sepuluh dan kaka kelas kelas dua belas, mereka tersebar dimana mana, tidak seperti kelas sebelas yang masih suka bergerombol dengan gerombolan besar.

Tiba – tiba yusuf salah satu anggota paskibra sekolah menepak pundakku, sambil menyampaikan sesuatu.

“Guh, nanti jangan pulang sekolah dulu. Bang Ricko ingin bertemu,” seru Yusuf kepadaku.

Aku kaget bukan kepalang, siapa yang tidak mengenal Ricko ketua Paskibra sekolah yang terkenal itu. Siswa yang paling menawan, selain memiliki paras yang tampan ia pun memiliki prestasi yang luar biasa, sukses membawa paskibra melalui lomba – lomba baris berbaris sampai ke tingkat nasional dan ia selalu menjadi juara kelas, ia siswa teladan dari kelas dua belas IPS 2.

Selepas kegiatan pembelajaran, aku pun menghampiri ruang OSIS. Ruang OSIS yang digunakan oleh hampir seluruh pengurus ekstra kulikuler, Paskibra sekolah pun bernaung disana. Kak Ricko sudah menunggu rupanya, walaupun yang lain memanggilnya dengan sebutan kakak, aku lebih memilih memanggilnya abang.

“ Assalamualikum bang,” sapa ku kepada bang Ricko.

“Walaikumsalam, masuk. Ricko,” jawab bang Ricko sambil menjulurkan tangannya.

“Tangguh, bang,” dengan sungkan saya menyambut uluran tangan bang Ricko.

Kami terdiam, tetapi mata bang Ricko menatapku dengan tajam seolah olah sedang mengetahui lebih dalam diriku.

“Ooo…ini yang namanya Tangguh Saputra dari XI IPA dua, sang juara itu,” seru bang Ricko menyambut.

Aku pun salah tingkah tersipu malu disebut sebagai juara, justru bang Ricko lah sang juara yang mengharumkan nama sekolah. Dalam ruangan OSIS itu bang Ricko tidak sendirian, ia ditemani dua orang anggota paskibra lainnya yaitu Soleh dan Fitri, mereka berdua adalah kelas XI, hanya saja Soleh IPA 1 dan Fitri IPS 2.

“Mohon maaf Guh, waktu pulang nya tertunda sebentar. Ada yang ingin kami sampaikan,” seru bang Ricko.

“ Tidak apa apa bang, kebetulan saya tidak ada kegiatan,” jawabku sungkan.

“Tangguh tahu saya kan, maksudnya saya siapa ?” bang Ricko bertanya sambil tersenyum simpul.

“Tahu bang, siapa disekolah ini yang tidak mengenal bang Ricko ketua paskibra sekolah yang mengharumkan nama sekolah ke tingkat nasional, saya bangga dapat berkenalan langsung dengan abang,” jawabku dengan perasaan senang.

“Ha…ha… bisa saja kamu, saya hanya menjalankan tugas, tidak lebih,” ucap bang Ricko santai.

“Begini guh, Tangguh terpilih dari kelas XI IPA 2 untuk menjadi petugas upacara bendera minggu depan, oleh sebab itu Tangguh saya harapkan mulai berlatih besok sore dengan Soleh dan Fitri, tentu saja dengan siswa kelas XI yang lain yang sama sama menjadi petugas dalam upacara bendera minggu depan,” bang Ricko menjelaskan mengapa ia memanggilku.

Aku terdiam, speechless, bingung lebih tepatnya. Seperti mendengar petir di siang bolong, aku masih terdiam hingga bang Ricko menepuk pundakku.

“Halo, guh. Bisakan ?” bang Ricko bertanya

“Eh…bi..bi..sa. Bang, insya Allah,” aku menjawab dengan terbatah batah.

Sebenarnya kalimatku belum selesai, bang Ricko langsung berbicara kembali.

“Bagus, oke itu saya yang ingin saya sampaikan. Besok pukul 16 sudah ada dilapangan, kita biasanya berlatih setelah sholat asar, jangan terlambat dan jangan menjilat ludah sendiri,” bang Ricko berbicara seolah – olah penegasan, dan aku pun terdiam.

“Sip, kami pergi dulu ya guh. Sampai bertemu besok dilapangan,” bang Ricko, Soleh dan Fitri meninggalkan ku di ruang OSIS, akupun masih terdiam, seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

***

Keesokan harinya, setelah kegiatan belajar mengajar selesai aku menemui bang Ricko di lapangan. Jujur, aku sebenarnya tidak suka menjadi petugas upacara, tetapi siapa yang bisa menolak bang Ricko, selain ia ketua Paskibra sekolah ia pun sang juara di kegiatan akademik.

“Sore bang,” sapa ku kepada bang Ricko.

“Eh…Tangguh. Alhamdulilah,” silakan bergabung.

Aku pun langsung bergabung bersama teman teman Paskibra lainnya, yang sebagian besar aku mengenalnya. Bang Ricko terlihat sedang berbicara dengan temannya, Malik.

“Lo yakin mau menugaskan Tangguh menjadi pengibar bendera di hari Senin depan, “ tanya Malik kepada bang Ricko.

“Yakin dong, lo kan tahu guwa lik,” jawab bang Ricko.

“Yah..guwa berharap, keyakinan lo benar. Mulia memang, kalau kita berhasil merubah paradigmanya, tetapi ini terlalu cepat,” sambut Malik.

“Kita harus optimis lik, guwa paham resikonya seperti apa, tetapi harus kita coba. Bismillah,” jawab bang Ricko kembali.

Mereka berdua berjalan menghampiri kami yang sudah dibariskan dengan rapih oleh fajar. Malik memberi tahukan kepada semua nya tentang tugas dan peran kami semua dalam upacara bendera senin depan, aku diberi tugas sebagai pengibar bendera.

Latihan persiapan upacara bendera diawali dengan baris berbaris, lalu aku melakukan Langkah untuk menuju tiang bendera. Fajar mengingatkan ku berkali kali tentang posisi ikatan bendera agar bendera tidak terbalik, aku grogi, tanganku berkeringat namun aku terus fokus agar tidak sampai terjadi insiden terbaliknya bendera.

Setiap hari, kami berlatih selepas sholat Asar, mengulang ulang apa yang telah dilakukan mulai dari hari pertama kami berlatih. Di hari Sabtu dan Minggu pun kami berlatih, walau setiap hari kami berlatih, tetap rasa cemas dan grogiku pun masih tetap ada dan semakin kuat menuju hari Senin.

***

Hari itu pun tiba, Senin dimana upacara bendera setiap minggunya diadakan. Setiap hari Senin, aku selalu tidak perduli dan kadang datang pas waktu, kali ini aku datang satu jam lebih dulu, perasaanku campur aduk, tetapi aku terus mencoba menenangkan diri agar tugas ini dapat kulakukan dengan baik. Senin itu aku bangun lebih pagi dari pada hari Senin – senin yang lain, menjadi petugas upacara bendera membuatku tidak bisa tenang. Ketidak tenanganku ternyata merupakan firasat, upacara bendera pada hari senin itu menjadi upacara bendera yang tidak dapat dilupakan oleh diriku, bang Ricko bahkan satu sekolah.

Bersambung…..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun