Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

16 Tahun Kompasiana dan Personal Selling Kompasianer Anarkis Plus Narsis!

18 Oktober 2024   09:26 Diperbarui: 18 Oktober 2024   09:33 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi narsis. Sumber: Olcay Ertem on pixabay.com

Sumprit! Membaca artikel berjudul "Menulis di Kompasiana Sampai Mati" membuatku terpingkan-pingkan. Sampai-sampai bibir ndower ke samping kiri dan kanan.

Artikel anggitan sosok Kompasianer anarkis plus narsis karuan menyodok dan nangkring di kategori populer. 

Kategori yang sering diburu mpok-mpok saat ngetik sembari nguleg sambal terasi rasa Korea, bahasa iklannya Korean flavored shrimp paste chili sauce.

Berbicara dan membicarakan Kompasianer anarkis plus narsis, banyak orang yang belum tahu bahwa sebenarnya pada dirinya melekat personal selling ekor landak berbulu bunglon. 

Kelekatan ini cukup beralasan sebab melalui penegasan istilah pseudo, namanya bisa mewujud Felix Tani, Poltak, hingga Engkong (Ketua MPR Gang Sapi) dan penghunus Golok She Tan.

Anehnya, sosok yang mengaku memiliki ciri fisik perut buncit, pendek, dan pecicilan ini pernah mengaku bernama Lazarus Dina saat ikut membrojoli novel "Kapak Algojo dan Perawan Vestal". Bih, bisa dibayangkan narsisnya, jelas kebangetan!.

Kehadiran sosok anarkis plus narsis ini sering membuat ribut dan ribet di jagat media keroyokan Kompasiana. Baginya menulis dan menulis adalah kebebasan. Bebas berekspresi dan ngompori siapapun yang tiba-tiba muncul di pucuk mancung hidungnya (katanya, sih!).

Jangankan Kompasianer tengil seangkatan Om Acekkk dan Om Firdaus van Lebakwana, Admin Kompasianapun akan ia semprot dan rontokkan gigi-giginya jika berani unjuk debat dengannya.

Seluas dan selebar kolom komentar di Kompasiana, hanya ada empat sosok yang bisa mendinginkan panasnya api unggun di ubun-ubunnya yakni Pak Tjip, Bunda Rose, Bu Prih, dan Om Budi.

Kembali ke artikel yang ia anggit berjudul "Menulis di Kompasiana Sampai Mati", sebenarnya berbagi tips ringan tentang menulis yaitu "menulis itu sebenarnya berbicara, atau dibalik, berbicara itu sebenarnya menulis".

Kalaupun dikaitkan dengan tips berat menulis, jelas koridor yang beliau sodorkan harus memenuhi satu is dan dua tis, yaitu logis, etis, dan estetis.

Lantas, bagaimana dengan perspektif sosiologi yang juga beliau sodorkan? Jangan tanya kompetensinya, sebab beliau seorang sosiolog yang sering menyembunyikan kepakarannya. 

Maka, tak heranlah anggitan artikelnya tentang unsur geologi, biologi, dan sosiologi di Kompasiana sering diganjar sebagai Artikel Utama.

Maka lagi, kehadiran sosok anarkis dan narsis di Kompasiana ini selalu dinanti dan dirindukan. Mulai dari Gang Sapi hingga Gang Buntu. Apa sebab? Sebab ada cinta di tiap ia bicara.

Eh, ngomomg-ngomong, mohon diri sudahi pembicaraan ini. Sudah mendapat di tiga ratus kata lebih. Dan, ngomong-ngomong lagi, artikel berjudul "Menulis di Kompasiana Sampai Mati" pasti ada apa-apanya, bukan sekedar apa adanya. 

Penasaran? Silahkan berbicaralah di kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun