Sore basah. Hujan lebat sedari pagi membuat banyak hati gelisah. Tak terkecuali hati Haut. Sendirian di pos ronda Gang Sapi yang melegenda.
"Heh, lagi ngapain?" Jijay sekonyong-konyong nongol dari sebelah utara sembari nepuk pundak Haut agak keras.
Mata Haut melotot hampir lompat. Memandang Jijay yang cengengesan sambil ngemut permen ting-ting jahe.
"Jayyy... Mbok ya kagak usah main tepok segala. Nyapa yang sopan. Kagak bisa, hah?"
"Tanggung! Sudah pembudidayaan dari Engkong. Jadi nular ke aku...hihihi"
"Heh. Kamu ngemut apaan?"
"Ting-ting jahe. Mo mintak?"
"Yaelah! Pakek nawarin."
Gelak tawa haha hihi dari Haut dan Jijay menggema. Mengundang pasukan elit lainnya Gang Sapi untuk merapat.
"Kamu kamu kamu...sore-sore dingin beginian main haha hihi. Ada apaan?" Tanya Idur setengah menggigil. Lantas menginvasi tempat duduk di tengah pos ronda.
"Main sepakbola di mulut." Jawab Haut pendek.
Idur masih belum paham. Ditolehnya Jijay.
"Nih, kalau mau ikut main." Timpal Jijay sembari menggelontorkan beberapa permen ting-ting jahe ke lantai pos ronda.
Karuan Idur, Inot, Iwur, dan Ardni saling jumput. Tak menyisakan lagi tebaran pesona kebajikan Jijay dalam bungkusan ting-ting jahe nan aduhai.
Sejenak suasana hening. Menikmati kehangatan permainan sepakbola mulut seperti Haut.
"Eh. Pertanyaanku belum dijawab Haut." Jijay kembali memecah keheningan.
"Nunggu bakso lewat. Sedari satu jam tadi kagak lewat-lewat." Ujar Haut.
"Oh. Lama banget ya... Biasanya hampir tiap detik berkoar sooo...baksooo...to...sotooo!" Ardni menimpali dengan suara melankolisnya.
"Kali ini kagak akan ada yang lewat." Iwur menimpali.
"Kok bisa?" Tanya Haut.
"Harga daging sapi mahal. Menyentuh 150.000 rupiah per kilogram." Inot menyahut.
"Kok tahu?" Tanya Haut lagi.
"Baca tuh Kompasiana!" Seru Jijay.
Haut garuk-garuk kepalanya yang baru keramas. Masih tercium harum shampo anti ketombe merk Kerastase yang katanya paling mahal di marketplace domestik.
"Daging sapi naik. Tahu tempe tipis. Bright Gas naik. Pedagang dan konsumen hatinya kembali teriris. Pedagang pada mogok. Pembeli pada antri kayak zaman baru merdeka." Ardni mulai beropini.
"Ntar juga daging ayam ngikut naik." Sahut Jijay.
"Wah. Kalau sampai daging ayam naik jugak, kasihan Engkong!" Teriak Inot.
"Kok bisa?" Iwur langsung bertanya.
"Ya jelas kasihan lah, Engkong. Harga semangkuk soto jelas akan naik. Mana cicilan hutang ke Mas Karso belon kelar-kelar. Tahu khan penyebabnya?" Haut lugas bin jelas menjawab.
"Eits. Tunggu dulu. Kagak ada pengaruhnya ke Engkong. Beliau punya cara jitu menghadapi kenaikan dan keturunan harga-harga. Pasti elo elo elo semua mau tahu alasannya...ya khan?" Semprot Jijay.
Ardni, Iwur, Inot, dan Haut mendekat ke Jijay. Berharap cara jitu Engkong dibocorkan Jijay.
"Dalam situasi harga kebutuhan menyangkut perut pada naik, Engkong akan menjelma vegetarian, memasak pakai kayu bakar, minum dari air sumur. Gitu aja kok repot, kata Engkong!" Jijay menutup pertemuan rutin dengan segera pamit.
Bersambung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H