"Lihatlah asmaraku. Betapa kejam inginmu mendulang rindu. Yang kau titipkan bersama sendu. Mengecup ucap ragu pada rintih hujan warna kelabu".
Mbak Ayu Diahastuti. Wanita yang mengaku bukan siapa-siapa (Ordinary People), melepas cinta tulusnya pada kisah hujan. Dan hanya hujan yang mau memahami makna rindu di hatinya.
"Namun, perlu diingat, cinta bukan sekadar luapan rasa. Tapi juga harus bisa saling membaca hati. Agar dalam meniti hari, rindu tak mudah berpaling. Hilang dan pergi".
Ayah Tuah. Kebijakan melekat pada namanya. Selalu mengingatkan hitam putih kehidupan. Menimbang dan meletakkan makna cinta sesuai porsinya.
"Lenyapnya rindu beserta angin buritan. Membawa kabar baik. Engkau hadir. Ketika senja merayap".
Senja, selalu membelah sisi berbeda bagi Mbak Esterina Purba. Melukis indahnya kebersamaan, dalam pelukan cinta yang sesungguhnya.
"Aku tidak perlu omong kosong tentang rindu. Dan tidak ingin terlalu  lama menunggu. Hanya ingin memelukmu. Sehingga takada yang melukaimu".
"Aku pun takingin omong kosong tentang  cinta. Cintaku bukan kata-kata. Tetapi menjagamu dalam segala rasa dan masa".
Bagi Om Katedrarajawen. Rindu adalah penegasan tentang makna cinta. Bukan sebatas omong kosong. Baginya, cinta janganlah saling melukai dan abadi sepanjang masa.
Bukankah begitu?...
Jangan dijawab dulu. Masih ada Om Rudy Gunawan di depan pintu. Sepertinya sekedar ingin bertanya,"Di mana Engkong berada?".