Akhirnya mampu juga menetas. Meskipun butuh pasang surut hentakan untuk memecahkan diri dari sebutir telur di genggaman Mbak Aliz.
"Jejak rindu di sepenggal kisah. Dalam irama lagu yang membuncah. Mencipta cinta yang gelisah".
Tiba-tiba menggelinding dari mulut gua peradaban. Terpendam jutaan tahun dan baru dapat diungkit oleh Om Wuri Handoko.
"Saat kau tuang resah yang tak bertepi. Diriku larut dalam sepi. Menikmati percikan patah hati. Kaku. Mencumbui bayanganmu".
Mengalir seperti cerita sebatang kayu kering di tanah nan gersang. Seiring bayangan masa lalu Om Indra Rahardian yang selalu datang menghampiri, di kala sendiri.
"Bintang ingin menyepi. Karena bulan taktahu diri. Pada malam kau katakan. Serahkan semuanya pada hujan".
Hujan, menadah kenangan tak terlupakan. Saat bintang dalam pelukan rembulan yang hanya sesaat. Mampu dilukiskan dengan indah dari negeri Paman Sam oleh Mbak Widz Stoop.
"Jangan tanya pada hujan. Mengapa ia begitu setia dan tabah merahasiakan keresahan. Jangan pernah meminta pada angin. Agar ia  hembuskan nafas rindu hingga sampai pada pelataran hatimu".
Ratu Dapur (Mbak Nazarotin) tiba-taba menelikung tempat terindah Mbak Dini dan Mbak Ayu. Merayu angin yang kadang nakal menyampaikan pesan, dari lubuk hati yang telah dangkal.
"Kini. Rindu terpenggal sebuah kisah semu. Resah pasti ada. Meski tahu senja masih menyimpan rindu".
Dari tepian telaga, Mbak Apriani Dini menabalkan keresahan senja. Tetapi, semua tinggal kenangan, dan hanya sebatas lamunan yang telah lalu.