Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kembali Menggenggam Pena

18 Mei 2016   02:36 Diperbarui: 18 Mei 2016   02:55 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Kreasi Pribadi

Pemuda yang menanggalkan seragam abu-abu

Memandang langit hitam, dihias bintang-bintang emas dikedip-kedipkan

Pada kasur pasir lututnya ditekuk, tangannya menyilang

Masih dipandangnya langit hitam dan bintang-bintang emas dikedip-kedipkan

Melukis salah satu kampus ternama dan menulis angan

Mungkinkah pena akan ia genggam?

diharap masih pada angan

Segepok uang dibawanya pulang, meski tak seberapa

Meninggalkan kasur pasir dan teman sekopnya

Setiba di kampung halaman, do’a orang tua

melepas ia untuk kembali mengembara

Sementara penghuni gedongan, menggunjing dan memicing

Ia tetaplah melangkah, menatap ke depan, dan hanya ke depan

Bersama do’a, meninggalkan gunjing dan picing

Pada saatnya takdir dan ikhtiar menentukan

Diantara ribuan nama yang terpampang di koran

Seumur hidup sampai detik lembar koran yang ditanda  

Namanya ada

Pemuda tak lagi sekedar melukis dan menulis angan

Di depan nyata dipijak

Kampus idaman mengajak berteman dan berjuang

Pada tangan yang masih sisa kasar gurat kehidupan

Pena di dada kiri dan sepeda butut tanpa mesin pada genggaman

Dikayuhnya ke depan merangkai dan mewujud angan

Ia tak canggung dan tak menunduk, melangkah dan berlari

Hari dan waktu yang berat dijalani

Tidaklah pendek pun jua panjang

Dalam keterbatasan, akal dikedepankan

Pinggang disabuknya erat, agar beban tak terlalu berat

Pada siang….

Warung pinggir jalan cukuplah sebagai pemuas nafsu makan

Pada malam….

Cukuplah diganjal dengan sebungkus nasi bantingan

Dipaksa dijejalkan

Melakoni drama kehidupan, angan dikedepankan

Pemuda tak menyerah, meski keadaan menghimpitnya

Di sela waktu melepas bangku dan pena

Ia tak segan, berteman sepeda butut

Mengetuk pintu-pintu sekitar kampus

Dua buntalan plastik besar barang dagangan

Ditawarkannya, pada si cantik dan si tampan berpena

Sama seperti dia

Meski keuntungan tak seberapa

Cukuplah menambal kebutuhan

Hingga akhirnya….

Waktu yang ia impikan datang jua

Bukan lagi mimpi, tapi nyata

Lima tahun lalu yang dikenang

Meninggalkan kasur pasir berteman sekop

Cukup sebagai kenangan

Kini ia berdiri di depan ribuan yang hadir

Mewakili yang cantik-cantik dan tampan-tampan

Menyampaikan pesan dan kesan

Ijazah kini didekapnya

Mengantar ia tuk tetap menggenggam pena

Pada saat negara memanggil

Ia berdiri di depan generasi-generasi penerus bangsa

Agar tak hanya melukis dan menulis angan

Berkasur pasir berteman sekop

Menjemur wajah dan memanggang punggung

Pada surya yang membara, pun jua….

Agar rambut mereka tak menggimbal

Seperti yang pernah ia rasakan

NKRI, 18 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun