Pemuda yang menanggalkan seragam abu-abu
Memandang langit hitam, dihias bintang-bintang emas dikedip-kedipkan
Pada kasur pasir lututnya ditekuk, tangannya menyilang
Masih dipandangnya langit hitam dan bintang-bintang emas dikedip-kedipkan
Melukis salah satu kampus ternama dan menulis angan
Mungkinkah pena akan ia genggam?
diharap masih pada angan
Segepok uang dibawanya pulang, meski tak seberapa
Meninggalkan kasur pasir dan teman sekopnya
Setiba di kampung halaman, do’a orang tua
melepas ia untuk kembali mengembara
Sementara penghuni gedongan, menggunjing dan memicing
Ia tetaplah melangkah, menatap ke depan, dan hanya ke depan
Bersama do’a, meninggalkan gunjing dan picing
Pada saatnya takdir dan ikhtiar menentukan
Diantara ribuan nama yang terpampang di koran
Seumur hidup sampai detik lembar koran yang ditanda Â
Namanya ada
Pemuda tak lagi sekedar melukis dan menulis angan
Di depan nyata dipijak
Kampus idaman mengajak berteman dan berjuang
Pada tangan yang masih sisa kasar gurat kehidupan
Pena di dada kiri dan sepeda butut tanpa mesin pada genggaman
Dikayuhnya ke depan merangkai dan mewujud angan
Ia tak canggung dan tak menunduk, melangkah dan berlari
Hari dan waktu yang berat dijalani
Tidaklah pendek pun jua panjang
Dalam keterbatasan, akal dikedepankan
Pinggang disabuknya erat, agar beban tak terlalu berat
Pada siang….
Warung pinggir jalan cukuplah sebagai pemuas nafsu makan
Pada malam….
Cukuplah diganjal dengan sebungkus nasi bantingan
Dipaksa dijejalkan
Melakoni drama kehidupan, angan dikedepankan
Pemuda tak menyerah, meski keadaan menghimpitnya
Di sela waktu melepas bangku dan pena
Ia tak segan, berteman sepeda butut
Mengetuk pintu-pintu sekitar kampus
Dua buntalan plastik besar barang dagangan
Ditawarkannya, pada si cantik dan si tampan berpena
Sama seperti dia
Meski keuntungan tak seberapa
Cukuplah menambal kebutuhan
Hingga akhirnya….
Waktu yang ia impikan datang jua
Bukan lagi mimpi, tapi nyata
Lima tahun lalu yang dikenang
Meninggalkan kasur pasir berteman sekop
Cukup sebagai kenangan
Kini ia berdiri di depan ribuan yang hadir
Mewakili yang cantik-cantik dan tampan-tampan
Menyampaikan pesan dan kesan
Ijazah kini didekapnya
Mengantar ia tuk tetap menggenggam pena
Pada saat negara memanggil
Ia berdiri di depan generasi-generasi penerus bangsa
Agar tak hanya melukis dan menulis angan
Berkasur pasir berteman sekop
Menjemur wajah dan memanggang punggung
Pada surya yang membara, pun jua….
Agar rambut mereka tak menggimbal
Seperti yang pernah ia rasakan
NKRI, 18 Mei 2016