Tahukah kamu jika Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh World Population Review pada tahun 2022, Indonesia menempati urutan kedelapan sebagai negara dengan jumlah penduduk dengan perokok terbanyak yaitu sebesar 38.2%.
Ironisnya, mayoritas dari mereka yang merokok datang dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Hal ini didukung dengan data yang pernah dikeluarkan oleh Databoks pada tahun 2016. Masyarakat dengan pengeluaran perkapita terendah kedua menduduki peringkat kedua sebagai golongan masyarakat yang paling banyak mengonsumsi rokok yakni sebesar 29.63%.
Angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan masyarakat dengan pengeluaran perkapita lebih tinggi yang hanya sebesar 27.14%.
Melalui fakta ini, kebiasaan merokok pun sering kali dikaitkan dengan kemiskinan, seolah-olah rokok menjadi kambing hitam utama yang menghambat kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.
Untuk hidup sejahtera saja sudah susah, lalu bagaimana mereka bisa menggapai kebahagiaan yang terstandarisasi oleh zaman?
Kebiasaan Merokok dan Kondisi Ekonomi
Fakta tidak bisa dihindari. Kebiasaan merokok masyarakat miskin di Indonesia memang nyata.
Hal ini menimbulkan tanya heran bagi banyak orang, "Bukankah uang yang seharusnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seperti makanan, pendidikan, kesehatan, atau mungkin tabungan, justru habis untuk membeli rokok"
Bukankah hal ini akan memperparah kondisi ekonomi mereka dan membuat mereka semakin sulit keluar dari lingkaran kemiskinan?
Bahkan pada tahun 2022, Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, pernah mengungkapkan jika pengeluaran orang miskin terhadap rokok menempati posisi kedua setelah beras.
Bahagianya Orang Miskin
Apa yang sebenarnya istimewa dari rokok hingga membuat mereka rela membakar uangnya untuk sebatang rokok?
Penulis sendiri berpendapat, jika ini semua berkaitan dengan kenyamanan dan kebahagiaan yang 'murah' dan 'mudah'.
Beberapa dari kita mungkin setuju, jika 'bahagia' ternyata tidak sesederhana kata-kata motivator. Kita terlalu sulit untuk lepas dari standar kebahagiaan yang kita lihat di sosial media.
Dimana standar kebahagiaan ini biasanya menuntut banyak sumber daya yang lebih, terutama dari segi uang. Sebut saja jalan-jalan atau travelling.
Tentu butuh banyak resources untuk bisa jalan-jalan, walaupun mungkin hanya ke tempat wisata di daerah setempat.
Alhasil, bagi masyarakat yang merasa sulit mencapai standar kebahagiaan di zaman sekarang, maka salah satu jalan yang mudah dan murah untuk menggapai kebahagiaan tersebut adalah dengan rokok.
Meskipun belum ada data yang pasti mengenai hal ini, namun jika kita kaitkan dengan masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi, lebih mudah bagi mereka untuk bisa mengakses kebahagiaan yang distandarisasi oleh banyak orang.
Mereka yang memiliki penghasilan tinggi akan memiliki akses yang lebih mudah untuk bisa jalan-jalan, membeli barang-barang tertentu, makan-makanan yang enak, dan masih banyak lagi standarisasi lain yang makin lama mungkin makin tidak masuk akal untuk semua orang.
Sekali lagi, ini hanyalah korelasi bebas penulis, bukan merupakan hal yang pasti. Bagaimana pendapatmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H