Mohon tunggu...
Arrizal Tegar Al Azhar
Arrizal Tegar Al Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis adalah pintu kemana saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rokok, Kambing Hitam Kebahagiaan Orang Miskin di Zaman yang Menstandarisasi Bahagia

10 Juli 2024   12:12 Diperbarui: 10 Juli 2024   12:19 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan pada tahun 2022, Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI, pernah mengungkapkan jika pengeluaran orang miskin terhadap rokok menempati posisi kedua setelah beras.

Bahagianya Orang Miskin

Apa yang sebenarnya istimewa dari rokok hingga membuat mereka rela membakar uangnya untuk sebatang rokok?

Penulis sendiri berpendapat, jika ini semua berkaitan dengan kenyamanan dan kebahagiaan yang 'murah' dan 'mudah'.

Beberapa dari kita mungkin setuju, jika 'bahagia' ternyata tidak sesederhana kata-kata motivator. Kita terlalu sulit untuk lepas dari standar kebahagiaan yang kita lihat di sosial media.

Dimana standar kebahagiaan ini biasanya menuntut banyak sumber daya yang lebih, terutama dari segi uang. Sebut saja jalan-jalan atau travelling.

Tentu butuh banyak resources untuk bisa jalan-jalan, walaupun mungkin hanya ke tempat wisata di daerah setempat.

Alhasil, bagi masyarakat yang merasa sulit mencapai standar kebahagiaan di zaman sekarang, maka salah satu jalan yang mudah dan murah untuk menggapai kebahagiaan tersebut adalah dengan rokok.

Meskipun belum ada data yang pasti mengenai hal ini, namun jika kita kaitkan dengan masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi, lebih mudah bagi mereka untuk bisa mengakses kebahagiaan yang distandarisasi oleh banyak orang.

Mereka yang memiliki penghasilan tinggi akan memiliki akses yang lebih mudah untuk bisa jalan-jalan, membeli barang-barang tertentu, makan-makanan yang enak, dan masih banyak lagi standarisasi lain yang makin lama mungkin makin tidak masuk akal untuk semua orang.

Sekali lagi, ini hanyalah korelasi bebas penulis, bukan merupakan hal yang pasti. Bagaimana pendapatmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun