Mohon tunggu...
Arrizal Tegar Al Azhar
Arrizal Tegar Al Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis adalah pintu kemana saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying: Bukti Kegagalan Pendidikan Karakter di Indonesia

4 Juli 2024   10:59 Diperbarui: 4 Juli 2024   11:08 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bullying di sekolah (freepik via freepik.com)

Pendidikan karakter merupakan salah satu pilar utama dalam sistem pendidikan Indonesia yang bertujuan untuk membentuk individu yang berakhlak mulia, berintegritas, dan berkepribadian baik.

Namun, kenyataannya, kasus-kasus perundungan (bullying) di sekolah-sekolah masih sering terjadi dan menjadi bukti nyata bahwa implementasi pendidikan karakter masih jauh dari harapan.

Melalui artikel ini, penulis akan menyoroti beberapa alasan mengapa pendidikan karakter di Indonesia belum berhasil terutama kaitannya dengan bullying, serta menyajikan bukti kasus-kasunya.

Minimnya Kesadaran dan Pemahaman Guru terhadap Pendidikan Karakter

Salah satu faktor utama yang menghambat keberhasilan pendidikan karakter di Indonesia adalah minimnya kesadaran dan pemahaman guru mengenai pentingnya pendidikan karakter.

Banyak guru yang masih fokus pada pencapaian akademis siswa dan mengabaikan aspek karakter. Padahal, peran guru sangat vital dalam membentuk karakter siswa.

Belum lama ini, sebuah kasus perundungan terjadi di salah satu SMK di Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, dimana korban menderita hingga meninggal dunia.

Dan menurut laporan yang diberikan, ternyata perundungan tersebut diduga telah dialami korban selama 3 tahun.

Dalam kasus tersebut, pihak sekolah mengaku bahwa mereka tidak pernah mendapatkan laporan adanya perundungan baik dari korban mau pun dari pihak orang tua.

Kasus ini menjadi bukti kesekian kalinya bahwa pendidikan karakter belum menjadi prioritas utama dalam pengajaran sehari-hari di banyak sekolah.

Kurangnya Pendekatan Holistik dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sering kali hanya dianggap sebagai tambahan atau pelengkap dalam kurikulum, bukan sebagai bagian integral dari proses belajar-mengajar.

Pendekatan yang holistik, yang melibatkan semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat, sangat diperlukan agar pendidikan karakter dapat diimplementasikan dengan efektif.

Tidak jarang kasus perundungan yang terjadi berujung pada trauma yang membuat korban menjadi enggan untuk bersekolah kembali, bahkan bersosialisasi.

Seperti yang dialami korban kelas 5 SD di SDN Kalisari 0, Jakarta Timur pada tahun 2022 lalu. Korban mengalami trauma yang cukup berat hingga belum berani kembali ke sekolah dan terus mengikuti terapi psikologi.

Orang tua korban bahkan telah berusaha mencari keadilan atas anaknya ini hingga ke pos pengaduan masyarakat di kantor Balai Kota DKI Jakarta.

Meskipun telah melakukan banyak upaya, mereka merasa belum merasa yakin bahwa anaknya akan aman jika kembali lagi bersekolah.

Kasus ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang hanya dilakukan di sekolah tanpa melibatkan orang tua dan lingkungan sekitar tidak akan efektif.

Dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan karakter siswa.

Pengawasan dan Penegakan Aturan yang Lemah

Lemahnya pengawasan dan penegakan aturan juga menjadi kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter.

Banyak sekolah yang tidak memiliki mekanisme yang jelas untuk menangani kasus perundungan, sehingga kasus-kasus tersebut sering kali tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan serius.

Tidak jarang kasus-kasus perundungan ini terjadi dan dialami korban dalam waktu yang lama hingga bertahun-tahun, tanpa ada tindakan tegas dari pihak sekolah.

Setelah viral, baru kasus tersebut terungkap dan mendapat perhatian dari pihak sekolah.

Hal-hal seperti ini menunjukkan bahwa tanpa adanya pengawasan dan penegakan aturan yang ketat, pendidikan karakter tidak akan berhasil mengatasi masalah perundungan.

Kasus-kasus perundungan yang masih marak terjadi di sekolah-sekolah Indonesia menjadi cerminan kegagalan implementasi pendidikan karakter.

Minimnya kesadaran dan pemahaman guru, kurangnya pendekatan holistik, serta lemahnya pengawasan dan penegakan aturan menjadi faktor utama yang menghambat keberhasilan pendidikan karakter.

Untuk menciptakan generasi yang berkarakter kuat dan mampu menghormati sesama, dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari di sekolah dan di rumah.

Tanpa komitmen tersebut, upaya membangun karakter yang baik pada generasi muda Indonesia akan tetap menjadi tantangan besar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun