Pendekatan yang holistik, yang melibatkan semua pihak, termasuk guru, orang tua, dan masyarakat, sangat diperlukan agar pendidikan karakter dapat diimplementasikan dengan efektif.
Tidak jarang kasus perundungan yang terjadi berujung pada trauma yang membuat korban menjadi enggan untuk bersekolah kembali, bahkan bersosialisasi.
Seperti yang dialami korban kelas 5 SD di SDN Kalisari 0, Jakarta Timur pada tahun 2022 lalu. Korban mengalami trauma yang cukup berat hingga belum berani kembali ke sekolah dan terus mengikuti terapi psikologi.
Orang tua korban bahkan telah berusaha mencari keadilan atas anaknya ini hingga ke pos pengaduan masyarakat di kantor Balai Kota DKI Jakarta.
Meskipun telah melakukan banyak upaya, mereka merasa belum merasa yakin bahwa anaknya akan aman jika kembali lagi bersekolah.
Kasus ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang hanya dilakukan di sekolah tanpa melibatkan orang tua dan lingkungan sekitar tidak akan efektif.
Dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan karakter siswa.
Pengawasan dan Penegakan Aturan yang Lemah
Lemahnya pengawasan dan penegakan aturan juga menjadi kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
Banyak sekolah yang tidak memiliki mekanisme yang jelas untuk menangani kasus perundungan, sehingga kasus-kasus tersebut sering kali tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan serius.
Tidak jarang kasus-kasus perundungan ini terjadi dan dialami korban dalam waktu yang lama hingga bertahun-tahun, tanpa ada tindakan tegas dari pihak sekolah.
Setelah viral, baru kasus tersebut terungkap dan mendapat perhatian dari pihak sekolah.