Mohon tunggu...
Arrizal Tegar Al Azhar
Arrizal Tegar Al Azhar Mohon Tunggu... Mahasiswa

menulis adalah pintu kemana saja

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mahasiswa Bertopeng ChatGPT: Pengaruh ChatGPT Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Literasi Sosial Mahasiswa

11 Juni 2024   16:22 Diperbarui: 23 Juni 2024   10:47 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kecerdasan buatan atau AI merupakan kemampuan kecerdasan digital yang dimiliki dan sepenuhnya dikendalikan oleh komputer untuk menyelesaikan perintah-perintah tertentu (Copeland, B.J, 2024). 

Awalnya, tujuan adanya AI ini adalah supaya komputer, mesin, atau alat digital tertentu dapat memiliki kemampuan berpikir selayaknya manusia. 

Contohnya, mampu memahami apa yang diperintahkan, memiliki kemampuan berpikir, analisis, dan mampu membuat keputusan, serta memprediksi suatu keadaan (Xu, Y. dkk, 2021).

Sejauh ini salah satu bentuk AI yang paling sering kita jumpai dan juga digunakan oleh banyak orang adalah chatbot, seperti ChatGPT, Gemini, atau Bing AI. 

Beragam orang memanfaatkan chatbot ini untuk berbagai keperluan, seperti untuk mencari informasi, menyelesaikan persoalan eksakta, hingga ke teman mengobrol. Ini menunjukkan chatbot AI telah memasuki berbagai bidang kehidupan manusia. 

Salah satu bidang krusial yang terpengaruh oleh kehadiran chatbot ini adalah bidang pendidikan, khususnya pada mahasiswa di perguruan tinggi.

Dominasi Chatbot AI

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Niyu. dkk (2024), mereka melakukan penelitian untuk melihat seberapa banyak mahasiswa yang sadar akan kehadiran ChatGPT dan seberapa banyak yang telah menggunakannya. 

Sebanyak 311 responden mahasiswa dari 56 perguruan tinggi berbeda, menunjukkan bahwa terdapat 89% mahasiswa pernah mendengar tentang ChatGPT dan 57.5% pernah menggunakan. Alasan menggunakannya pun beragam, salah satunya untuk kebutuhan akademis.

Penggunaan chatbot AI untuk kebutuhan akademis di kalangan mahasiswa telah menjadi fenomena yang semakin umum. 

Dengan chatbot AI, mereka dapat dengan mudah menemukan informasi-informasi yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah. 

Meskipun pada awalnya bertujuan untuk mempermudah akses terhadap informasi, penggunaan chatbot ini seringkali disalahgunakan yang tanpa disadari dapat berdampak pada perkembangan kemampuan berpikir kritis mereka.

Hilangnya Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

Dampak negatif tersebut dapat terlihat dari kecenderungan mahasiswa untuk mengandalkan chatbot sebagai sumber utama informasi, tanpa melakukan verifikasi atau penelaahan lebih lanjut terhadap kebenaran informasi yang diberikan chatbot. 

Hal ini menyebabkan mereka kehilangan kemampuan untuk menganalisis informasi secara kritis. 

Sebagai contoh, dalam menjawab pertanyaan dosen atau dalam menyusun presentasi, mahasiswa cenderung lebih memilih untuk langsung menggunakan chatbot daripada melakukan riset yang lebih mendalam melalui artikel-artikel jurnal atau sumber-sumber lain yang lebih kredibel. 

Bahkan untuk hal yang lebih sederhana, seperti menjawab pertanyaan teman ketika presentasi, mereka menggunakan ChatGPT untuk menjawabnya. 

Selain mengindikasikan mereka tidak memahami materi yang dibawakan, ini juga pertanda mental instan dalam berpikir. 

Terlebih, mahasiswa seperti itu cenderung tidak melakukan cross check terhadap informasi yang diberikan oleh chatbot. 

Hal ini dapat mengakibatkan penyebaran informasi yang salah dan pada akhirnya dapat merugikan proses pembelajaran dan pengembangan pengetahuan mahasiswa. 

Sebab chatbot sendiri terkadang tidak menyertakan sumber informasi yang benar. Ini dikarenakan chatbot berbasis AI masih memiliki keterbatasan data atau algoritma, atau jika mereka tidak dilatih atau diperbarui dengan benar (Nalini, C. dkk, 2021).

Sehingga dapat dikatakan, mahasiswa cenderung telah kehilangan kemampuan untuk memahami informasi yang mereka cari. Sebab mereka lebih fokus pada kemudahan dan kecepatan dalam mendapatkan informasi daripada pemahaman yang mendalam. 

Menurunnya kemampuan dalam berpikir kritis ini juga berdampak pada kemampuan mereka dalam berliterasi sosial.

Pudarnya Kemampuan Literasi Sosial Mahasiswa 

Literasi sosial sendiri merupakan serangkaian proses belajar dan pengembangan terhadap pengetahuan sosial untuk memahami dan menafsirkan berbagai permasalahan sosial dalam kehidupan (Arthur & Davison, 2000). 

Ini berkaitan dengan bagaimana seorang mahasiswa dapat melihat dan menginterpretasikan permasalahan yang ada di masyarakat serta memberikan solusi.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Adhitiya Prasta di Kota Surabaya pada tahun 2023, menunjukkan bahwa hanya ada sekitar 40% mahasiswa yang memiliki literasi sosial yang kuat. 

Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak memiliki pemahaman yang mendalam terhadap konteks sosial, budaya, dan politik di sekitarnya. Ini menghambat mereka dalam mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di masyarakat dan mencari solusi yang relevan. 

Padahal, pemahaman yang baik terhadap permasalahan sosial adalah langkah awal dalam merancang kebijakan atau program yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya akan membawa perubahan baik sebagai proses menuju Indonesia Emas 2045.

Akselerator Indonesia Emas 2045

Menurunnya kemampuan berpikir kritis dan literasi sosial di kalangan mahasiswa memiliki implikasi serius terhadap peran mereka sebagai akselerator Indonesia Emas 2045. 

Mahasiswa adalah agen perubahan yang diharapkan dapat membawa inovasi dan solusi kreatif untuk berbagai tantangan yang dihadapi bangsa. Namun, jika mereka tidak mampu berpikir kritis dan kurang memiliki literasi sosial, maka peran strategis ini bisa terganggu.

Tanpa kemampuan ini, mahasiswa cenderung hanya menerima informasi apa adanya tanpa mengajukan pertanyaan atau mencari alternatif lain. Hal ini mengurangi potensi mereka untuk menciptakan ide-ide baru yang bisa membawa perubahan positif bagi masyarakat. 

Ketergantungan pada chatbot AI seperti ChatGPT cenderung mengurangi interaksi mereka dengan sumber-sumber pembelajaran yang kredibel dan berkualitas. 

Penelitian akademis membutuhkan ketelitian dan verifikasi yang sering kali tidak dapat dipenuhi hanya dengan mengandalkan chatbot. 

Kualitas penelitian yang menurun akan berdampak pada keluaran akademik yang tidak lagi bisa diandalkan untuk memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemampuan berpikir kritis yang lemah juga berimplikasi pada pengambilan keputusan yang kurang matang. Mahasiswa yang tidak terbiasa menganalisis informasi dengan kritis akan kesulitan dalam membuat keputusan yang tepat dan strategis. 

Dalam jangka panjang, ini bisa mempengaruhi kualitas kepemimpinan mereka di berbagai sektor, baik itu pemerintahan, bisnis, maupun sosial. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun