Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh

28 Agustus 2013   01:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tiga Puluh

~ Tombol Kendali Perubahan ~

Sejak kembali dari rumah sang Malim, Koma menjadi lebih pendiam, penyendiri, cenderung berkata-kata seperlunya. Dia menjadi gagap bila berhubungan dengan orang-orang, bahkan saat berhubungan dengan Asih dan keluarga Bi Tati. Tapi saat sendirian, Koma lebih cerewet, lugas, aktif mengoceh seperti tukang obat menjajakan dagangannya.

Setelah terkenal sebagai bintang Benjang, sedangkan dia bukan keturunan seniman Benjang, masyarakat menganggap Koma bocah ajaib yang dititisi roh leluhur, dan anggapan lain yang berhubungan dengan mistis. Tapi, orang-orang yang sering melihat bocah itu banyak bicara sendiri dengan segala keganjilannya, menganggap koma autis, skizofrenia, terganggu jiwanya.

Tarya, sang paman, yang mendapati kelebihan Koma punya kesimpulan sendiri. Dia tak menganggap keganjilan keponakannya itu sebagai ketidaknormalan mental. Akalnya cerdas, lebih tepat dikatakan licik. Dia seorang oportunis, yang pandai melihat kesempatan menguntungkan. Dia pintar membaca isyarat peluang emas. Tarya menyadari ketenaran Koma sebagai bintang Benjang, kelebihan pendengaran dan keganjilan-keganjilan tingkah yang terjadi pada bocah itu, adalah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan keuntungan.

Tarya tergelitik untuk menggali potensi apa saja di diri Koma yang bisa dikembangkan sebagai penarik keuntungan. Berhari-hari Tarya menggali, lambat laun dia menemukan kotak harta karun di diri Koma, rahasia di balik semua keajaiban Koma. Namun, dia sendiri tak tahu dimana dan dengan cara apa untuk menemukan kunci harta karun itu. Tidak ada yang bisa memunculkan keajaiban pendengaran Koma, bahkan Asih saja sebagai ibunya tak mampu, apalagi Tarya.

Percobaan pertama Tarya dengan cara halus. Dia memancing Koma untuk memunculkan keajaiban pendengarannya dengan mengimingi makanan dan barang-barang yang dapat menarik perhatian anak kecil. Usaha pertamanya, gagal total. Bahkan cara kasar dengan intimidasi dan pemaksaan terpaksa ditempuh Tarya, tapi usaha itu juga tak berhasil. Tarya malah dibuat kewalahan menghadapi kecengengan Koma.

Cara lain, Tarya berkonsultasi pada seorang paranormal di daerah pelosok Sumedang untuk menemukan kunci harta karun alias cara bagaimana memunculkan keajaiban pendengaran Koma. Dari penerawangan dan wangsit yang didapat sang paranormal, Tarya mendapatkan petunjuk. Medianya dengan tiga ruas pohon hanjuang, dari pucuk hingga ujung batang yang menancap ke tanah, semua warnanya harus merah darah. Masing-masing ruas hanjuang jumlah daunnya harus ganjil, tidak kurang dari lima lembar. Tidak boleh dipegang dengan tangan kiri. Dan, hanjuang itu harus didapat dari tempat yang jarang dijamah manusia, posisi saat memetiknya harus membelakangi matahari.

Berminggu-minggu, luar biasa susahnya, Tarya belum menemukan syarat media yang ditunjukkan paranormal itu. Tapi, selain akalnya licik dan pintar memanfaatkan, kelebihan yang dimiliki tarya adalah kegigihannya. Betapapun sulitnya mencari, dia tak mudah menyerah. Dia pikir, kesulitan itu akan sebanding dengan hasil yang akan diraih nanti.  Dan, pada minggu ke lima, tarya mendapatkan hanjuang itu.

***

Di suatu pagi cerah, Koma sedang asyik bermain dengan mobil-mobilan yang terbuat dari kulit buah semangka, sendirian. Tarya menghampiri Koma. Dia melafal mantra yang didapat dari paranormal itu, "Hieum beureum nyacas bodas, pegat hulu pegat suku, hana deku ka para wesu hana depa ka para wasa, sangkala ragrag taratas ditawa ku ciduh bodas, dur mancur ngagedur bari bray baranyay...". Usai baca mantra Tarya memukulkan tiga ruas hanjuang itu ke mata kaki kiri Koma, sesuai petunjuk sang paranormal. Hasilnya, Koma tak bereaksi, dia hanya terperanjat kaget tiba-tiba kakinya mendapat pukulan dari Tarya. Sekali lagi Tarya melafal mantra dan memukulkan hanjuang, tak juga menunjukkan reaksi berarti.

Tarya membaca jampi lebih bersemangat dan memukulkan hanjuang lebih keras. Usaha ketiganya masih gagal. Koma malah menangis kesakitan. Tarya kewalahan meredakan tangis bocah itu. Dia membujuk dengan segala cara menghibur Koma agar tangisnya berhenti. Dan, akhirnya hanya Asih yang mampu meredakan tangis Koma.

Tiga kali percobaan, tak berhasil satupun. Media dan cara sudah sesuai dengan petunjuk paranormal, tapi masih belum ampuh. Dia pikir tak ada pantangan dilanggar yang akan membuat cara itu jadi tak manjur. Tarya mengingat-ingat kembali apa ada sesuatu yang dia lewatkan. Dua hari kemudian akhirnya Tarya ingat, kata sang paranormal, semua harus pada hitungan bilangan ganjil. Dia lupa hari itu tanggal empat, mungkin itu yang menyebabkan tak ampuh. Besok tanggal tujuh, tanggal ganjil, Tarya akan mencoba lagi.

***

Keesokan hari, menjelang siang, mendadak Tarya bersedia menemani Koma bermain. Biasanya dia tak suka anak kecil. Baginya anak kecil serupa makhluk menyusahkan. Bila sedang rewel bisa sangat menjengkelkannya. Tarya ingat patokannya harus bilangan ganjil, jam sebelas dia beraksi. Dia menggendong Koma sebagai dalih agar lebih mudah melancarkan aksinya. Tarya membaca mantra sampai tiga kali mengulang. Dia tak begitu fokus, terganggu Koma yang aktif dalam gendongannya. Koma menganggap Tarya yang sedang khusyuk komat-kamit sebagai lelucon menarik, ekspresi Tarya yang nampak lucu -persis badut sirkus. Hidung besar Tarya semakin merekah, membuat Koma terbahak geli.

Selesai menjampi, Tarya memukulkan media itu ke mata kaki Koma. Satu kali pukulan, Koma tak berubah sesuai harapan. Koma masih terkekeh-kekeh. Dua kali pukulan itu diulang Tarya, Koma makin terkekeh. Ketiga kalinya, Tarya memukulkan hanjuang yang telah dia jampi-jampi lebih keras dan lebih khusyuk. Ada tanda akan bereaksi. Koma mendadak berhenti tertawa. Setengah menit lebih Koma gagu memandangi wajah Tarya. Jantung Tarya berdebar menyaksikan gelagat usahanya akan berhasil. Pikir Tarya, sebentar lagi kotak harta karun itu akan terbuka.

Saat mendebarkan, Tarya menunggu antara berhasil atau gagal. Tarya membayangkan bagaimana nanti dia memanfaatkan Koma untuk mendulang keuntungan. Namun, bayangan kegagalan juga melintas. Dia takut Koma malah menangis seperti percobaan kemarin. Nafas Tarya tertahan sekian detik menantikan perubahan Koma. Dari hasil pengamatan cukup lama, dia sudah tahu persis bagaimana ekspresi Koma saat telinga ajaibnya sedang berfungsi. Perlahan roman muka yang kaku itu mengendur, nampak akan berubah. Jantung Tarya kian berdegup cepat.

Saat yang dinanti Tarya akan tiba, satu, dua, tiga ...dan duarr tawa Koma meledak. Gagal lagi usaha Tarya. Bukan perubahan sesuai yang diharapkan, tapi malah tawa bocah itu yang pecah menggelegar. Tarya begitu dongkol. Sudah jauh-jauh mendatangi paranormal, menghamburkan banyak uang, terlebih sudah sukar luar biasa mencari media itu, namun tak sebanding dengan pencapaian, sia-sia dan percuma. Tarya jadi menggerutu atas petunjuk sang paranormal yang terlampau jauh meleset dari cita-citanya.

Sudah kadung gagal, Tarya ikut tertawa saja bersama Koma. Dia menikmati tawa itu, yang sebenarnya ironis, mentertawakan kegagalan dirinya. Tarya menggelitik kaki Koma dengan hanjuang hingga tawa bocah itu semakin membahana. Pada akhirnya mereka menjadi akrab berlelucon.

Walau usaha mati-matian Tarya gagal percuma, dia belum mau menyerah. Tarya bahkan bertirakat berhari-hari di puncak Gunung Manglayang berharap agar mendapatkan ilham untuk menemukan rahasia menguasai dan memanfaakan kelebihan Koma. Sebetulnya, usaha Tarya belum gagal. Namun, penyakit malaria yang memaksa Tarya menghentikan tirakatnya.

Walau tergolek sakit, tapi otak Tarya masih terus memikirkan berbagai cara. Tapi dia menjadi pesimis. Tenaga dan modal yang dia punya masih belum cukup, tak bisa mengimbangi. Akhirnya Tarya menyerah. Dia meredam hasratnya untuk memanfaatkan Koma.

***

Tarya menjalani kehidupan normalnya sebagai pengojek sepeda motor yang mangkal di sekitar Pasar Ujung Berung. Dia sudah tak tertarik menemukan kunci untuk membuka kotak harta karun di diri Koma yang di dalam kotak itu tersimpan tombol kendali untuk memunculkan kejaiban bocah itu.

Suatu petang, Tarya pulang setelah seharian lalu lalang mengantarkan penumpang-penumpangnya. Dia membawa sekantung jambu biji besar-besar putih kekuningan, pemberian seorang pedagang buah langganan ojeknya. Koma sedang bermain sendirian di ruang tengah. Tarya menghampiri, menawari Koma sebutir Jambu.

"Oma, mau jambu?" Koma mengangguk.

Sebutir jambu yang akan diberikan pada Koma jatuh bergelindingan, Tarya memungutnya. "Sebentar ya, mamang bersihkan dulu," Tarya menggosok-gosokkan jambu biji itu ke baju dengan tujuan membersihkannya.

"Mangya, jambu teh dikasih Mang kardun nya?" celetuk Koma. Tarya terperanjat mendengar celetukan Koma, tapi dia masih belum ngeh.

Dari suara jambu yang jatuh, Koma bisa tahu siapa yang memberikan jambu itu, padahal Tarya tak bercerita dari mana mendapatkan buah itu. Dia baru menyadari itu setelah melihat ekspresi wajah Koma yang berubah. Dia tahu, ekspresi wajah itu timbul manakala keajaiban pendengaran bocah itu sedang berfungsi.

Sangat jarang Tarya menyaksikan langsung bagaimana proses perubahan Koma menjadi bocah bertelinga ajaib. Tarya masih belum percaya jika perubahan itu berlangsung di depan matanya. Yang sering dia lihat hanya saat Koma berubah, bukan detik-detik saat perubahan itu akan terjadi.

Tarya menguji Koma untuk meyakinkan keajaiban pendengaran bocah itu sedang berfungsi. Dia sengaja menjatuhkan jambu itu, lalu menguji Koma "Coba, Oma tahu tidak rumahnya Mang Kardun dimana?"

"Di Cinangka. Rumahnya teh dicat hijau, di belakang pabrik roti. Di depan rumahnya ada kolam ikan, ada pohon sirsak, ada kandang ayamnya juga. Mang Kardun punya dua anak lelaki dan satu anak perempuan yang masih kecil. Yang cikal umurnya delapan belas, yang kedua umurnya lima belas, dan yang bungsu umurnya empat tahun. Sekarang Mang Kardun sedang di Ciseupan, membantu hajatan kawinan keponakannya." Koma mengetahui hingga sedetail itu, padahal tidak kenal, apalagi ke rumah Mang Kardun pun dia belum pernah. Tarya terkesima dengan ketepatan terkaan Koma, dia semakin yakin dengan kehebatan dan keajaiban bocah itu.

"Separuh saja ya, nanti tidak habis. Mamang belah dulu nya." Tarya membelah jambu biji dengan tangannya. Tak begitu sulit membelah jambu biji masak berdaging empuk. Jambu di tangan Tarya merekah terbelah dengan biji-bijinya warna merah muda, seketika aroma manis tercium. Tarya menyodorkan sepotong jambu biji pada Koma, bocah itu lalu memakannya. Tarya masih penasaran, kesekian kali tergerak menguji Koma lagi dengan menjatuhkan jambu biji lain.

"Mang Kardun pekerjaannya apa?" Koma tak menggubris Tarya.

"Mang Kardun umurnya berapa?" Bocah itu masih tak menggubris Tarya, terlalu asyik menikmati jambu biji dengan lahapnya.

Tarya menatap lekat wajah Koma. Dia mendapati roman muka Koma nampak normal, seperti biasanya anak-anak. Sampai di sini Tarya tahu, keajaiban pendengaran bocah itu sudah berhenti berfungsi. Dan, nah itu dia, tak disadarinya, ternyata Tarya sudah berhasil membuka harta karun itu. Secara tak disengaja, Tarya sudah mendapatkan tombol kendali perubahan untuk memunculkan keajaiban Koma. Cara untuk menyalakan tombol kendali itu adalah dengan menggosok-gosok jambu biji besar berwana putih kekuningan -persis seperti menggosok lampu wasiat Aladin untuk mengeluarkan jin yang dapat mengabulkan permintaan dengan kesaktiannya. Sedangkan ketika dia merekahkan jambu biji hingga terbelah dengan tangannya, adalah cara untuk mematikan tombol kendali itu. Ternyata sesederhana itu, tombol kendali itu hanya sebutir jambu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun