Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh

28 Agustus 2013   01:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tarya menjalani kehidupan normalnya sebagai pengojek sepeda motor yang mangkal di sekitar Pasar Ujung Berung. Dia sudah tak tertarik menemukan kunci untuk membuka kotak harta karun di diri Koma yang di dalam kotak itu tersimpan tombol kendali untuk memunculkan kejaiban bocah itu.

Suatu petang, Tarya pulang setelah seharian lalu lalang mengantarkan penumpang-penumpangnya. Dia membawa sekantung jambu biji besar-besar putih kekuningan, pemberian seorang pedagang buah langganan ojeknya. Koma sedang bermain sendirian di ruang tengah. Tarya menghampiri, menawari Koma sebutir Jambu.

"Oma, mau jambu?" Koma mengangguk.

Sebutir jambu yang akan diberikan pada Koma jatuh bergelindingan, Tarya memungutnya. "Sebentar ya, mamang bersihkan dulu," Tarya menggosok-gosokkan jambu biji itu ke baju dengan tujuan membersihkannya.

"Mangya, jambu teh dikasih Mang kardun nya?" celetuk Koma. Tarya terperanjat mendengar celetukan Koma, tapi dia masih belum ngeh.

Dari suara jambu yang jatuh, Koma bisa tahu siapa yang memberikan jambu itu, padahal Tarya tak bercerita dari mana mendapatkan buah itu. Dia baru menyadari itu setelah melihat ekspresi wajah Koma yang berubah. Dia tahu, ekspresi wajah itu timbul manakala keajaiban pendengaran bocah itu sedang berfungsi.

Sangat jarang Tarya menyaksikan langsung bagaimana proses perubahan Koma menjadi bocah bertelinga ajaib. Tarya masih belum percaya jika perubahan itu berlangsung di depan matanya. Yang sering dia lihat hanya saat Koma berubah, bukan detik-detik saat perubahan itu akan terjadi.

Tarya menguji Koma untuk meyakinkan keajaiban pendengaran bocah itu sedang berfungsi. Dia sengaja menjatuhkan jambu itu, lalu menguji Koma "Coba, Oma tahu tidak rumahnya Mang Kardun dimana?"

"Di Cinangka. Rumahnya teh dicat hijau, di belakang pabrik roti. Di depan rumahnya ada kolam ikan, ada pohon sirsak, ada kandang ayamnya juga. Mang Kardun punya dua anak lelaki dan satu anak perempuan yang masih kecil. Yang cikal umurnya delapan belas, yang kedua umurnya lima belas, dan yang bungsu umurnya empat tahun. Sekarang Mang Kardun sedang di Ciseupan, membantu hajatan kawinan keponakannya." Koma mengetahui hingga sedetail itu, padahal tidak kenal, apalagi ke rumah Mang Kardun pun dia belum pernah. Tarya terkesima dengan ketepatan terkaan Koma, dia semakin yakin dengan kehebatan dan keajaiban bocah itu.

"Separuh saja ya, nanti tidak habis. Mamang belah dulu nya." Tarya membelah jambu biji dengan tangannya. Tak begitu sulit membelah jambu biji masak berdaging empuk. Jambu di tangan Tarya merekah terbelah dengan biji-bijinya warna merah muda, seketika aroma manis tercium. Tarya menyodorkan sepotong jambu biji pada Koma, bocah itu lalu memakannya. Tarya masih penasaran, kesekian kali tergerak menguji Koma lagi dengan menjatuhkan jambu biji lain.

"Mang Kardun pekerjaannya apa?" Koma tak menggubris Tarya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun