Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh

28 Agustus 2013   01:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tarya membaca jampi lebih bersemangat dan memukulkan hanjuang lebih keras. Usaha ketiganya masih gagal. Koma malah menangis kesakitan. Tarya kewalahan meredakan tangis bocah itu. Dia membujuk dengan segala cara menghibur Koma agar tangisnya berhenti. Dan, akhirnya hanya Asih yang mampu meredakan tangis Koma.

Tiga kali percobaan, tak berhasil satupun. Media dan cara sudah sesuai dengan petunjuk paranormal, tapi masih belum ampuh. Dia pikir tak ada pantangan dilanggar yang akan membuat cara itu jadi tak manjur. Tarya mengingat-ingat kembali apa ada sesuatu yang dia lewatkan. Dua hari kemudian akhirnya Tarya ingat, kata sang paranormal, semua harus pada hitungan bilangan ganjil. Dia lupa hari itu tanggal empat, mungkin itu yang menyebabkan tak ampuh. Besok tanggal tujuh, tanggal ganjil, Tarya akan mencoba lagi.

***

Keesokan hari, menjelang siang, mendadak Tarya bersedia menemani Koma bermain. Biasanya dia tak suka anak kecil. Baginya anak kecil serupa makhluk menyusahkan. Bila sedang rewel bisa sangat menjengkelkannya. Tarya ingat patokannya harus bilangan ganjil, jam sebelas dia beraksi. Dia menggendong Koma sebagai dalih agar lebih mudah melancarkan aksinya. Tarya membaca mantra sampai tiga kali mengulang. Dia tak begitu fokus, terganggu Koma yang aktif dalam gendongannya. Koma menganggap Tarya yang sedang khusyuk komat-kamit sebagai lelucon menarik, ekspresi Tarya yang nampak lucu -persis badut sirkus. Hidung besar Tarya semakin merekah, membuat Koma terbahak geli.

Selesai menjampi, Tarya memukulkan media itu ke mata kaki Koma. Satu kali pukulan, Koma tak berubah sesuai harapan. Koma masih terkekeh-kekeh. Dua kali pukulan itu diulang Tarya, Koma makin terkekeh. Ketiga kalinya, Tarya memukulkan hanjuang yang telah dia jampi-jampi lebih keras dan lebih khusyuk. Ada tanda akan bereaksi. Koma mendadak berhenti tertawa. Setengah menit lebih Koma gagu memandangi wajah Tarya. Jantung Tarya berdebar menyaksikan gelagat usahanya akan berhasil. Pikir Tarya, sebentar lagi kotak harta karun itu akan terbuka.

Saat mendebarkan, Tarya menunggu antara berhasil atau gagal. Tarya membayangkan bagaimana nanti dia memanfaatkan Koma untuk mendulang keuntungan. Namun, bayangan kegagalan juga melintas. Dia takut Koma malah menangis seperti percobaan kemarin. Nafas Tarya tertahan sekian detik menantikan perubahan Koma. Dari hasil pengamatan cukup lama, dia sudah tahu persis bagaimana ekspresi Koma saat telinga ajaibnya sedang berfungsi. Perlahan roman muka yang kaku itu mengendur, nampak akan berubah. Jantung Tarya kian berdegup cepat.

Saat yang dinanti Tarya akan tiba, satu, dua, tiga ...dan duarr tawa Koma meledak. Gagal lagi usaha Tarya. Bukan perubahan sesuai yang diharapkan, tapi malah tawa bocah itu yang pecah menggelegar. Tarya begitu dongkol. Sudah jauh-jauh mendatangi paranormal, menghamburkan banyak uang, terlebih sudah sukar luar biasa mencari media itu, namun tak sebanding dengan pencapaian, sia-sia dan percuma. Tarya jadi menggerutu atas petunjuk sang paranormal yang terlampau jauh meleset dari cita-citanya.

Sudah kadung gagal, Tarya ikut tertawa saja bersama Koma. Dia menikmati tawa itu, yang sebenarnya ironis, mentertawakan kegagalan dirinya. Tarya menggelitik kaki Koma dengan hanjuang hingga tawa bocah itu semakin membahana. Pada akhirnya mereka menjadi akrab berlelucon.

Walau usaha mati-matian Tarya gagal percuma, dia belum mau menyerah. Tarya bahkan bertirakat berhari-hari di puncak Gunung Manglayang berharap agar mendapatkan ilham untuk menemukan rahasia menguasai dan memanfaakan kelebihan Koma. Sebetulnya, usaha Tarya belum gagal. Namun, penyakit malaria yang memaksa Tarya menghentikan tirakatnya.

Walau tergolek sakit, tapi otak Tarya masih terus memikirkan berbagai cara. Tapi dia menjadi pesimis. Tenaga dan modal yang dia punya masih belum cukup, tak bisa mengimbangi. Akhirnya Tarya menyerah. Dia meredam hasratnya untuk memanfaatkan Koma.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun