"Abah tahu, kedekatan saya dengan Rindu cukup lama, bertahun-tahun. Selama itu, saya berusaha menjaga kesucian cinta kami. Saya berusaha sekuat tenaga menjaga cinta itu agar sesuai dengan tujuan mulia kami. Sekaranglah, sudah waktunya. Saya ingin menikahi Rindu. Bagaimana menurut Abah?" ungkap Koma. Sang kyai mengurut jenggotnya yang menjuntai. Koma berdebar, menunggu tanggapan calon mertuanya.
"Hmm, pada dasarnya Abah tidak bisa memutuskan untuk menyetujui atau pun menolak. Semuanya tergantung Rindu. Kalau Rindu setuju, tidak ada yang dapat menahan Abah. Tentu saja Abah merestui. Tapi apa kamu benar-benar siap?"
"Insya Allah, saya siap!" tegas Koma. "Tapi bagaimana dengan keluarga saya? Saya sudah berusaha sekuat langkah untuk mencari, tapi hingga saat ini belum juga menemukannya," lanjut Koma.
"Ya, sekali lagi, kalau Abah sendiri tak bisa memutuskan. Tapi apa kamu benar-benar siap menerima Rindu. Siap menerima konsekuensi ke depannya?" tanya kyai. Koma mulai mengendus ada rahasia mengenai Rindu yang turut disembunyikan Kyai Mastur.
"Insya Allah, saya sangat siap!" Koma makin mantap.
"Tapi Abah harus mendengar langsung dari Rindu, bersedia atau tidaknya. Nah kalau sudah terang mau, berarti tinggal mempersiapkan segala sesuatunya." Sang kyai memanggil Rindu, seolah akan menginterogasi langsung. ***
"NENG, Koma sudah menyampaikan keinginannya untuk menikahimu. Dia menyatakan siap menerimamu dengan segala konsekuensinya. Bagaimana, apa Neng bersedia dinikahi Koma?" tanpa basa-basi sang kyai langsung pada pokok persoalan. Rindu tak menjawab, hanya anggukan kecil dan tersipu. Anggukan yang oleh sang kyai dan Koma diterjemahkan sebagai kesediaan.
Yang paling diharapkan Koma akan segera terwujud. Meski itu juga diluar perkiraan sebab seminggu yang lalu Rindu pernah menolak ketika diajak nikah. Dalam bayangan Koma, sebelum jatuh keputusan akhir, mungkin akan ada sebuah perdebatan dulu. Atau akan ada syarat khusus yang harus dipenuhi agar bisa mempersunting Rindu. Ternyata, sesederhana itu.
"Benarkah Neng bersedia menikah dengan Akang?" Tanya Koma kepada Rindu, seolah masih belum yakin dengan kesediaan Rindu. Koma masih teringat minggu lalu Rindu menolak ajakannya menikah.
"Insya Allah Kang, Neng bersedia," Rindu meyakinkan Koma.
"Nah kalau begitu, tidak ada alasan bagi Abah untuk tak merestui niat baik kalian. Besok kau datang lagi bersama Haji Abdul untuk mengkhitbah Rindu. Haji Abdul kan sudah seperti orangtuamu, beliau pasti bersedia, anggap saja Haji Abdul wali atau perwakilan dari keluargamu. Lalu kita bermusyawarah mempersiapkan segala keperluannya," saran Kyai Mastur.