Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma : Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Dua Puluh Sembilan

27 Agustus 2013   23:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:43 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebuah energi lebih besar menjalari tangan. Koma tak dapat menahan energi yang menggerakkan tangannya tak beraturan, kadang lambat, kadang cepat, lalu membentuk gerakan seperti sebuah tarian terpatah-patah. Kesadaran Koma dikuasai sesuatu, dengan mata terpejam dia menari lepas. Dari tangan, energi itu menjalar ke kaki, menuntun langkah menuju tengah arena. Dia berbaur bersama para penari penunggang kuda kepang dan Sang Malim. Di tengah arena, Koma tak berhenti menari, mengeluarkan jurus-jurus silat mengikuti alunan tetabuhan.

Sang Malim terkejut kedatangan tamu tak diundang, tapi dia biarkan saja lantaran terfokus mengawasi penari penunggang kuda kepang yang tengah kesurupan. Para penabuh terkesima dengan kehadiran bocah lelaki dengan jurus-jurus silat, bahkan mengantar dengan tabuhan yang kian bergelegak ritmis seolah menyemangatinya. Orang-orang menduga, bocah itu bagian dari pertunjukan Benjang Helaran. Sebagian menyangka Koma anak seorang tetua yang kental mewarisi darah seni Benjang.

***

Tiba-tiba, di bawah pengaruh kesurupan, salah seorang penari kuda kepang mengamuk dan bergulingan kesana kemari. Rona garang di wajah jelas tersirat, bersiap menerjang siapa pun yang ada di hadapannya. Dia menuju Sang Malim, bersiap, dan menerjang. Dengan gesit Sang Malim menunduk menghindar. Diikuti beberapa penari lain bergiliran menerjang, Sang Malim menghindari semua terjangan para penari kuda kepang. Itu adalah bagian dari adegan Benjang Helaran yang sering dipertunjukkan. Hampir semua pertunjukan Benjang menampilkan adegan itu. Yang paling menyeramkan adalah adegan para penari kuda kepang yang memakan pecahan kaca, melahap ayam hidup-hidup atau memakan apa saja yang tak lumrah dimakan manusia normal dalam keadaan sadar.

Begitu asyik Koma menari menikmati tetabuhan, seakan tak peduli apa pun yang terjadi di sekitarnya. Dia hanya melihat dengan pandangan biasa, bahkan tak terganggu dengan adegan terjang menerjang penari kuda kepang dan Sang Malim. Koma makin menuju ke tengah arena dengan gerakan tarian dan jurus-jurus silat yang sering ditampilkan dalam Benjang Helaran.

Sorak sorai penonton berubah histeris manakala seorang penari kuda kepang mengamuk menuju arah Koma dan bersiap menerjang. Tanpa aba-aba, seorang penari kuda kepang berlari menghampiri bocah itu. Beberapa langkah lagi hampir mendekati, dan tak ragu lagi penari kuda kepang itu menerkam. Satu terkaman itu disapu oleh sebuah gerakan tangan mungil hingga penari kepang terpental bergulingan. Sang malim tak sempat mencegah, dia terkonsentrasi menyadarkan seorang penonton yang tak sengaja kesurupan. Penonton wanita yang menyadari itu bukan bagian dari skenario pertunjukan menjadi panik, tapi tak bisa berbuat banyak.

Penari kuda kepang lain menyusul, memburu dan menerjang Koma. Tak kalah gesit, seperti pendekar tangguh yang mumpuni dengan silatnya, Koma menghindar dengan kuda-kuda yang anggun. Sorak sorai kembali membahana diiringi tepuk tangan penonton. Koma menjadi pusat perhatian, tapi dia tetap tak acuh, bocah itu terlalu asyik menari.

Empat orang penari kuda kepang tampak semakin buas, bersiap menerjang Koma sekaligus. Koma malah semakin larut menari. Tanpa komando, empat penari kuda kepang bersamaan menerjang Koma. Dengan satu gebrakan kaki diringi gerakan menyingkap dua tangannya, semua penari kuda kepang yang menerkam terjungkal bergulingan. Penonton semakin riuh bersorak. Koma tetap tak acuh, seolah tak terjadi apa-apa.

Para penari kuda kepang satu persatu bangkit, diikuti dua penari barongan, dan seorang penonton yang tak sengaja kesurupan, siap menerjang lagi. Mencium gelagat pertunjukan akan tambah kacau, sang Malim bersama beberapa orang manangkapi satu persatu penari kuda kepang untuk disadarkan. Tetabuhan berhenti sesuai inisiatif masing-masing. Pertunjukan terpaksa dihentikan sebelum suasana kian tak terkendali. Pertunjukan lain yang akan ditampilkan menyusul, juga dibatalkan.

Sehabis itu, tombol kendali perubahan Koma seolah ada yang mematikan, dia akan berubah kembali menjadi anak kecil. Setelah kembali normal, dengan kepolosannya Koma menatapi seluruh keramaian, dan aterpaku bingung. Tak ada orang yang dia kenal. Sebagian orang kagum dengan kemahirannya menghibur penonton. Koma kecil menjelma bintang Benjang cilik.

Sang Malim menghampiri Koma dan menegurnya. Beberapa kepenasaran dia urung tanyakan. Sang Malim cukup bijak, dia tahu bagaimana seharusnya bersikap dan memperlakukan anak kecil. Sang Malim menanyakan siapa orang tua dan dimana rumah Koma. Bocah itu hanya melongo segan, dia tak mudah akrab dengan orang asing. Hanya menyebut-nyebut "Mahsih", panggilan ibunya itu. Koma tak tahu jalan pulang. Jika tak bersama Asih, bocah itu tak pernah keluar dari batas habitatnya di sekitar rumah Bi Tati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun