Pada masa Sultan Abdul Hamid (diangkat 1876), sultan ke-37, ditengah pergolakan politik dan pro-kontra sistem pemerintahan dengan kelompok pembaru Usmani Muda, ia mendirikan perguruan tinggi. Kemudian pada tahun 1905, Sultan Abdul Hamid digantikan oleh saudaranya, Sultan Mehmed V. Pada masa ini dibuka sekolah guru. Kaum wanita juga bebas memilih sekolah, hingga bermunculan dokter-dokter dan hakim-hakim wanita. Perubahan juga menjalar pada pola berpakaian pria dan wanita dengan gaya Eropa.
Dalam bidang publikasi, surat kabar dicetak dengan oplah 60.000 eksemplar. Demikian pula majalah-majalah baru timbul dalam berbagai bidang, seperti sastra, politik, dan sebagainya. Ide-ide yang dimuat bersumber dari Prancis, antara lain filsafat positivism August Comte. Nasionalisme Turki juga mulai ramai dibicarakan.[4] Â
Kurikulum Pendidikan Â
Kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental.[5]Â
Maka tidak bisa dikatakan bahwa pendidikan Islam itu dapat dilakukan secara serampangan, karena pendidikan Islam mengaju kepada transformasi beberapa ilmu pengetahuan, ketrampilan, serta mental. Dari situlah antara kurikulum dan lembaga pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Di era Turki Usmani, pendidikan mulai disusun secara baik, meskipun masih sederhana. Mata pelajaran yang diberikan di madrasah-madrasah adalah pelajaran agama seperti Bahasa Arab, yaitu mulai nahwu, sharah, hingga balaghah, kemudian ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan lainnya. Ilmu berhitung juga diberikan tetapi sebatas untuk menghitung waris, juga ilmu miqat untuk mengetahui waktu shalat.[6] Â Â
Di era Sultan Mahmud II, di sekolah-sekolah umum diajarkan Bahasa Arab, Bahasa Perancis, ilmu bumi, ilmu ukur, sejarah, dan ilmu politik. Di Sekolah Kedokteran diberikan materi kedokteran, ilmu alam, dan filsafat. Â Â
Untuk metode pengajarannya adalah menghafal matan-matan meskipun murid-murid tidak mengerti maksudnya. Seperti menghafal matan al-jurmiyah, matan taqrib, matan alfiyah, matan sultan, dan lain-lain. Murid-murid setelah menghafal matan-matan itu barulah mempelajari syarahnya. Karenanya pelajaran itu bertambah berat dan bertambah sulit untuk dihafalkannya. Sistem pengajaran di wilayah ini masih digunakan sampai sekarang. Pada masa pergerakan yang terakhir, masa pembaharuan pendidikan Islam di Mesir dan Syiria (tahun 1805 M) telah mulai diadakan perubahan-perubahan di sekolah-sekolah (madrasah) sedangkan di masjid masih mengikuti sistem yang lama.[7] Â
Setelah mempelajari pendidikan Islam di era Turki Usmani, maka ada beberapa hal yang perlu direkonstruksi untuk meningkatkan kemajuan pendidikan Islam di era sekarang. Diantara hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
- Kemunduran Turki Usmani disebabkan karena kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, agar suatu Negara bisa mencapai kemajuan, maka pendidikan harus menjadi prioritas utama.
- Ilmu-ilmu 'aqliyah harus dimasukkan dalam pelajaran di sekolah-sekolah yang berbasis agama agar tidak tertinggal dengan bangsa lain, sebagaimana Turki Usmani yang tertinggal dari bangsa Eropa.
- Adanya dikotomi keilmuan sebagaimana yang terjadi di era Turki Usmani harus dihapus agar keilmuan bisa berkembang lebih maju dan dinamis.
- Ilmu arsitektur Islam yang diwariskan oleh Turki Usmani perlu untuk dipelajari dan dikembangkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Kesimpulan
Kerajaan Turki Usmani merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan. Pada abad pertengahan memang masa yang paling bersejarah bagi bangsa Arab, bahkan kemunduran bagi bangsa Barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting. Turki Usmani yang memimpin selama kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi bangsa Usmani mereka lebih memajukan kemiliteran dari pada pendidikannya. Bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, dengan orientasi penalukan Konstantinopel, membuat mereka menjadi bersemangat untuk menjadikan kerajaan Turki Usmani menjadi simbol kejayaan Islam.