Mohon tunggu...
Ar rafi Kusumarachman
Ar rafi Kusumarachman Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang pendidik

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran Agama

6 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 7 Januari 2023   15:50 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan sifatnya yang umum dan mengatur hal -- hal pokok, al qur'an dipercayai akan selalu mendasari pedoman hidup disetiap zaman. Essensi al Qur'an itu sendiri diterima sebagai Qathi'yah al Wurud (keberdaan yang pasti , tidak lagi dipertanyakan) tentu kepercayaan seperti ini sudah melalui pembuktiaan sejarah dan semacamnya, tidak sekedar percaya secara paksaan, memang al qur'an tidak bisa dipahami secara harfiah , karena antara lain ada ayat yang tergolong jelas dan ada pula yang tergolong samar, ada kata -- kata yang mempunyai arti bercabang (musytarak), sehinggaa harus tahu arti mana yang mendekatinya.

Pendekatan -- pendekatan tersebut juga membuka ruang waktu bagi para ilmuwan Islam dalam memmahami al Qur'an, dalam relasi sejarah dapat disebutkan bahwa pasca Rasululullah wafat kesulitan pertama kali yang dialami sahabat adalah mencari jalan keluar dalam memahamai beberapa interpretasi al Qur'an ,  dari aspek Sejarah para sahabat harus banyak mencari tahu terutama dari otang ahli Kitab yahudi dan Nasrani, dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan para sahabat harus banyak berdialog dengan pemikiran -- pemikiran yang rasional dan itupun disebutkan dalam teks wahyu untuk membincangkan cara memperoleh pengetahuan dan pentingnya pengetahuan sehingga tidak memaknai al Qur'an hanya sebagai teks normatif panduan ibadah yang bersifat eskatologis dan Imanensi, tetapi lebig dari pada itu yaitu al Qur'an dapat Being dan Living dalam kehidupan. 

Penegasan akan tanggungjawab pribadi bukan basa -- basi[8], dalam rangka peningkatan kualitas  manusia, tanggungjawab tersebut adalah tindakan yang dilakukan, agama memandang hilangnya akal atau tiadanya kemauna seseorang untuk beriman sebagai merosotnya kemanusiaan yang paling kontradiksi dengan nilai -- nilai yang dikumandangkan oleh agama "baru" Islam: " Sesungguhnya seburuk buruknya makhluk hidup yang berjalan dimuka bumi adalah disisi Allah adalah yang tuli dan bisu yakni yang tidak mau berpikir"[9], dalam al Qur'an akata Aql digunakan sebanyak 51 kali yang mennandakan sebuah isyarat tentang  mengfungsikan akal secara optimal.

Perlu disadari bahwa persoalan keimanan adalah pilar dasar pertama dalam Islam , sedangkan pilar kedua adalah aspek ekonomi dan politik,  dari sinilah Islam tampil sebagai penyempurna terhadap agama keduanya yaitu Nasrani dan Yahudi. Tanpak jelas bahwa Islam tidak memisahkan antara kehidupan  rohaniyah dasardengan kehidupan materiaal kehidupan.[10]

Munculnya berbagai aliran[11] yang ada didalam Islam merupakan reaksi yang membawa angin segar dalam pemikiran, yang menandakan jalan mencari kebenaran dari suatu teks sangat relatif dan tidak ada truth claim tenytang siapa pemilik kebenaran tersebut, kebenaran tersebut mempunyai standart yang sama yaitu tetap menjalankan  segala perintah Allah dan menjauhi laranganya,. Kebenaran tersebut merupakan salah satu referensi dari pengembangan pengetahuan yang dinamis. 

Korelasi al Qur'an dengan  Al hadis

Sumber yang kedua tentang kebenaran adalah al Hadis[12] , jika al Qur'an yang merupakan teks suci  tidak akan dipertentangkan oleh kebenaranya, namun perlu diketahui bahwa al Hadis tersebut adalah aplikasi serta tidakan atas dasar wahyu yang dilakukan oleh nabi dengan improvisasi dalam posisinya sebagai nabi dan manusia. Maka kebenaran yang berlaku didalam hadis akan sedikit berbeda dengan kebenaran yang berasal dari al Qur'an.  jika al Qur'an bersifat universal dan ada kebenaran yang fundamnetal yaitu artikulasi taqwa dalam keimanan mengakui tentang ketauhidan.

Maka dalam hadis kebenaran tersebut merupakan suatu yang bersifat Measurable (terukur) dan relatif yang bersala dari kualitas hadis tersebut, serta pandangan subjektif dari para perawinya, dan pastinya perbedaan tersebut akan ada karena hadis bersifat dinamis dan kebenaranya juga bersifat subjektif. Namun kebenaran dari hadis tersebut tentunya menjadi bentuk dasar ideologi dalam memaknai nilai -- nilai islam secara filosofis sosiologis.

Karena dari sifat hadis yang mempunyai historis berbeda dalam periwayatanya yang berbeda antara satu sahabat dengan lainya dalam meriwayatkan hadis tersebut maka keniscayaan untuk berbeda pandangan dan redaksi yang dapat meunculkan penafsiran yang berbeda, maka gambarab bijak tersebut adalah suatu hasil dari pemikiran para muhadisin untuk menjadikan perbedaan tersebut sesuai dengan kontekstualnya bukan bersifat generalisasi.

Hadis merupakan second line dalam hukum Islam  namun kebenaranya juga diakui jika tidak disebutkan dalam al Qur'an secara eksplisit, hadis tersebut adakalanya  dijadikan pisau analisis al Qur'an (bi ma'tsur) dan sebaliknya. Maka posisi hadis saling menguatkan dengan al Qur'an.  Teks -- teks hadis yang berjumlah jutaan telah memperkaya khazanah keilmuan serta memunculkan metodologi ilmiah untuk memperkaya keilmuan dari segi teosentris maupun antroposentrisme.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun